"Kenapa kamu terus menghindar? Keluarga kamu mencari kamu loh. Kenapa harus bersembunyi?" tanya Wahyu. "Apa benar kamu sudah punya anak?" tanya Wahyu.
"Bukan urusan kamu, lebih baik kamu pergi dan jangan ganggu aku lagi. Kita sudah masa lalu, jadi jangan ganggu aku," jawab Sahara.Setelah lengannya terlepas dari tangan Wahyu Sahara langsung saja masuk ke kantor. Dia tak suka dengan kedatangan kakak iparnya itu. Apalagi dia datang sendirian.Sepulang kerja, Sahara berbelanja untuk keperluan rumah. Lagi-lagi dia bertemu Wahyu, sepertinya Wahyu membuntuti Sahara sejak tadi namun Sahara tak tahu."Sahara, beri aku waktu sebentar untuk berbicara," kata Wahyu."Cepat apa yang mau kamu katakan," sentak Sahara."Apa Naura itu anakku?" tanya Wahyu.Sahara tersenyum, "Bukan, dia anakku dengan suamiku," jawab Sahara."Kalau begitu biarkan aku ikut ke rumah kamu dan mengenal suami kamu," sahut Wahyu.Sahara mengabaikan Wahyu dia langsung ke kasir dan pergi dari sana. Ternyata Wahyu membuntuti Sahara sampai rumah. Hal itu membuat Sahara khawatir jika Naura melihat Wahyu.Hari ini Sahara benar-benar terganggu, Sahara kira Wahyu akan mendatangi rumahnya ternyata dia hanya melihat di depan rumah saja."Beruntung dia gak ke sini," kata Sahara.Naura sudah berada di belakang Sahara, dia ikut melihat ke luar rumah. Namun, dia tak mendapati siapapun di sana."Mama lihat siapa?" tanya Naura."Oh tidak, Naura mandi yuk!" ajak Sahara.Wahyu tak bosan-bosannya terus mengganggu Sahara. Dia menelfon Sahara tiap hari. Namun, Sahara enggan untuk membalas panggilannya maupun pesannya. Bahkan dia telah memblokir nomor Wahyu."Kenapa kok betek sekali?" tanya Miko saat melihat Sahara kesal."Oh ini ada pengganggu, jadi aku blokir saja nomornya," jawab Sahara."Yakin hanya itu, tidak ada kaitannya dengan keluarga kamu?" tanya Miko. Sahara menggeleng, sebenarnya Miko penasaran dengan papa kandung Naura, hanya saja dia enggan untuk bertanya.Siang itu saat makan siang, Sahara melihat Wahyu berada di kantornya. Dia takut jika Wahyu mendatanginya lagi."Sahara, ada yang cari kamu," kata Miko."Siapa?" tanya Sahara takut jika dia adalah Wahyu."Sahara ini aku," jawab Kamila.Ternyata Kamila yang datang, dia yakin jika Wahyu yang memberitahu tempat kerja Sahara. Kamila ternyata datang untuk bercerita soal Wahyu. Dia bilang Wahyu belum menyentuhnya, dia mengatakan bahwa dia belum bisa melupakan masa lalunya."Aku takut kalau seperti ini, Mas Wahyu akan ninggalin aku," ucap Kamila."Ya ampun, harusnya kamu dekati dia. Jangan malah kamu marah-marahin dia. Kalau dia sampai ninggalin kamu, entar kamu yang nyesal kak," kata Sahara.Kamila bilang kalau Wahyu yang mengantar Kamila. Hanya saja Wahyu tak bisa ikut masuk karena ada urusan. Jadi Kamila di biarkan menemui Sahara sendiri di kantor.**Satu jam berlalu, Wahyu menjemput Kamila. Mereka tampak baik-baik saja, namun menurut Kamila, Wahyu sering mengingat mantan kekasihnya."Apa kabar Sahara?" tanya Wahyu"Baik, kenapa kalian bisa tahu aku di sini?" tanya Sahara pada Wahyu dan Kamila."Oh ya, Mas Wahyu melacak nomor ponsel kamu," jawab Kamila. "Maaf ya, kami terpaksa melakukan ini," kata Kamila.Kamila mengajak Wahyu untuk segera pergi, namun Wahyu masih saja menatap Sahara. Tetapi bersikap biasa saja.Sahara takut jika nanti orang tuanya juga akan datang. Bagaimana dia akan mengatakan soal Naura? Apa dia harus jujur? Tapi dia tak sanggup jika harus menyakiti orang lain.Sebelum orang tuanya datang, Sahara harus membuat rencana. Dia tak akan mengatakan hal yang sebenarnya.Sepulang dari kantor, Sahara melihat Naura membawa sebuah boneka Barbie. Boneka itu tampak baru."Mama Naura dapat boneka dari seseorang," kata Naura sambil menunjukkan Bonekanya."Mbak, siapa yang datang?" tanya Sahara pada pengasuh Naura."Saya gak kenal, Mbak. Tapi dia bilang suaminya kakak Mbak Sahara. Jadi dia ketemu sama Naura," jawab Pengasuh Naura.Pengasuh Naura bilang dia hanya berbicara sebentar dengan Naura lalu memberikan boneka itu pada Naura lalu pergi. Sahara tak menyangka kalau Wahyu mendatangi Naura. Dia takut kalau Wahyu bertanya macam-macam pada Naura.Malam itu, Sahara meminta untuk bertemu dengan Miko di luar. Ada hal yang ingin Naura katakan pada Miko. Bagi Sahara hanya Miko yang bisa membantunya."Tumben ngajak ketemu di luar, mana Naura?" tanya Miko karena tak melihat Naura bersama Sahara."Di rumah, dia udah tidur," jawab Sahara.Sahara tak langsung mengatakan apa yang akan dia bicarakan. Dia mengajak Miko untuk membicarakan masalah lain terlebih dahulu. Sahara masih takut jika harus melibatkan Miko."Sejak tadi yang kamu bicarakan itu-itu saja. Apa kamu ingin bicara soal lain?" tanya Miko yang merasa Sahara terlalu berbelit-belit."Sebenarnya...," Ucapan Sahara terhenti ada panggilan dari Kamila. "Aku angkat telfon dulu," ucap Sahara lalu berdiri menjauh dari meja mereka."Sahara...aku dan orang tuaku akan ke tempat kamu loh. Kamu harus ceritakan semuanya ya. Soal pernikahan kalian," kata Kamila."I..iya, Kak," ucap Sahara. "Kapan kalian akan datang?" tanya Sahara."Oh mungkin lusa," jawab Kamila lalu mematikan panggilan karena ada Wahyu.Sahara kembali ke mejanya, Miko masih setia menunggu dia di sana. Miko melihat ada ketakutan dalam raut wajah Sahara."Ada apa? Kalau ada masalah cerita sama aku?" tanya Miko."Aku butuh bantuan kamu, Miko," jawab Sahara.Sahara masih takut mengatakan pada Miko, dia takut melibatkan Miko. Apalagi ini masalah besar bukan masalah mudah dan sepele."Ayo katakan Sahara!" bujuk Miko. "Kamu jangan sungkan, kamu anggap aku ini apa?" tanya Miko."Tapi aku takut kalau apa yang akan aku lakukan ini salah," jawab Sahara."Salah atau tidak mana aku tahu. Kamu saja belum mengatakannya padaku," ucap Miko. "Mendingan aku pulang kalau kamu gak mau ngomong," ancam Miko."Jangan...," cegah Sahara melihat Miko akan berdiri.Miko menatap Sahara, dia masih sabar menunggu apa yang akan Sahara katakan. Sementara Sahara menarik nafas dalam-dalam lalu di keluarkan.Cukup lama bagi Sahara untuk mengatakan hal itu. Sampai Miko pun merasa gelisah saking lamanya."Yakin gak mau bicara?" tanya Miko mulai kesal."Miko bantu aku," ucap Sahara."Bantu apa?" tanya Miko menatap Sahara intens."Emmm...anu...itu anu ..," mulut Sahara terasa kelu. Bagaimana tidak dia pernah menolak Miko berkali-kali, jadi dia merasa takut.Miko mengalihkan pandangannya pada vas bunga yang ada di depan mereka. Dia terlalu sabar untuk menunggu jawaban Sahara."Pura-puralah jadi suamiku dan papa untuk Naura," ucap Sahara cepat."Apa???" tanya Miko seakan telinganya salah dengar. "Kamu gak salah?" tanya Miko.Sahara menggeleng, dia lalu menceritakan masalahnya. Hingga dia menceritakan siapa sebenarnya papa Naura.10 tahun kemudianUsia tak lagi muda, Sahara sudah mempunyai banyak cabang rumah makan di setiap daerah hal itu membuat dia sering keluar kota, terutama ke Bali.Usia Albi sudah 17 tahun dan Aldo sudah 10 tahun. Mereka ke Bali ikut Sahara memantau cabang Bali. Mereka tengah liburan semester."Bagaimana apa semua lancar?" tanya Sahara pada karyawan yang sudah dia percaya."Alhamdulillah lancar, Bu. Sejak ada pemasok sayuran dan bahan makanan yang baru semua jadi lancar. Oh ya hari ini ada pengiriman sayur dan bahan makanan lainnya. Biasanya orangnya sendiri yang mengantar," katanya."Bagus, kalau gitu aku ke dalam ya," kata Sahara.Satu jam kemudian, Sahara keluar dari ruangannya. Tak sengaja dia menabrak seorang pria yang sedang membawa sayur mayur."Maaf, Mbak," ucapnya.Pria itu menoleh ke arah Sahara, "Sahara...," panggilnya."Wahyu...kamu tinggal di Bali?" tanya Sahara."Iya, oh ya aku ke dalam antar ini. Setelah ini ada yang mau aku obrolan kan sama kamu mumpung ketemu," kata Wah
Wahyu mendekati sang Dokter. Dia memandang Dokter tersebut."Saya mau bicara dengan Dokter, jadi ajak Abbi pergi," kata Wahyu.Della mengajak Abbi untuk pulang, sebelum pulang dia pamit pada Wahyu dan Dokter."Apa kamu sangat mencintai Della?" tanya Wahyu."Ya, aku mencintai dia," jawab Dokter."Tolong jaga Abbi, aku titip Abbi padamu. Anggap saja Abbi anak kandungmu," kata Wahyu."Itu sudah pasti, tapi tampaknya Abbi sangat mengharapkan kamu bersama dengan dia," kata Dokter."Itu tidak mungkin, aku dan Della sudah lama bercerai," kata Wahyu. "Aku hanya ingin kamu bahagiakan Della dan Abbi. Sejak dulu aku gak bisa melakukannya," kata Wahyu.Setelah mengatakan hal itu, Wahyu kembali ke kamarnya. Dia sadar bahwa dia tak pantas lagi untuk Della. Dia ikhlas jika Della bersama pria lain. Apalagi pria itu bisa menyayangi Abbi dengan baik.**Dua bulan kemudian, hari di mana Wahyu sudah keluar dari rumah sakit jiwa. Dia sudah sembuh total."Dokter, aku titip surat ini. Berikan pada Della dan
Ternyata Della sedang dekat dengan seorang dokter di rumah sakit jiwa. Dokter itu merupakan teman Dinda saat SMA. Mereka memang belum memutuskan untuk menikah tapi mereka sudah saling mengenal keluarga masing-masing.Abbi tengah duduk di bangku rumah sakit jiwa bersama baby Sisternya."Mbak, kata mama papa udah gak ada. Tapi kok aku gak lihat makam papa," kata Abbi."Mbak juga gak tahu, Sayang," ucap Baby Sisternya.Abbi memilih untuk menanyakan hal itu pada orang lain. Dia menanyakan pada salah satu pembantu di rumah Aditia. Pembantu itu menceritakan pada Abbi siapa nama papa Abbi. Tapi Abbi merasa tak asing dengan nama tersebut."Mama, apa benar nama Papa aku itu Wahyu?" tanya Abbi."Kata siapa, Nak?" tanya Della."Kata Bibi," jawab Abbi. "Kata Bi Mina itu nama papa ku, aku kayak pernah lihat dia," jawab Abbi.Della langsung menegur pembantunya, namun saat itu Abbi mendengarkannya."Bi, aku gak mau ya kalau sampai Abbi tahu kalau papanya itu Mas Wahyu. Apalagi kalau sampai dia tahu
Kain penutup itu terbuka, dan wajah yang tak asing bagi Miko tengah tertidur di sana."Tidak mungkin," teriak Miko.Tangis Miko pecah seketika melihat anak yang dia besarkan dengan kasih sayang telah tiada. Dia melihat Sahara tengah menangis, dia memeluk Sahara."Naura ninggalin kita, Mas. Dia pergi," kata Sahara.Miko dan Sahara terlihat lemah, Nurmala menghubungi semua keluarga lalu mengurus jenazah Naura."Mas, Naura....ini mimpi kan, Mas?" tanya Sahara berderai air mata.Miko hanya mampu memeluk Sahara erat dan menguatkannya. Walaupun sebenarnya dia sendiri sangat rapuh.Dari kejauhan, Wahyu melihat jenazah Naura di masukkan ke kamar Jenazah. Dia diam-diam masuk ke kamar Jenazah setalah petugas pergi. Dia ingin melihat Naura yang terakhir kalinya.Setelah melihat wajah Naura, Wahyu tak bisa menahan tangis. Dia menyesal telah menyebabkan semua terjadi. Namun, penyesalan itu sudah terlambat."Naura, m
Sahara mendapatkan panggilan dari seseorang tak di kenal. Dia mengabarkan jika Naura berada di rumah sakit. Seketika Sahara menuju rumah sakit."Naura...apa ada pasien anak SD yang katanya kecelakaan, Sus?" tanya Sahara.Perawat membawa Sahara ke ruangan di mana Naura di rawat. Seseorang menunggu di sana."Maaf, Mbak. Saya benar-benar tak sangaja menabrak anak, Mbak. Saya melihat dia berlari dan saya tak bisa mengerem mendadak," kata pria itu."Keadaan anak saya bagaimana sekarang?" tanya Sahara."Kata Dokter, dia Koma, Mbak," jawabnya.Tidak berapa lama Miko datang, dia lalu meminta penjelasan pada orang yang menabrak Naura. "Saat saya turun dari mobil untuk memanggil ambulan, saya dengar ada yang bilang kalau anak Mbak di kejar seorang pria. Makanya dia buru-buru menyebrang, sepertinya tujuannya ingin ke kantor polisi," kata pria itu."Apa bapak melihat pria itu?" tanya Miko."Maaf, Pak. Saya tidak m
Kecewa itu yang di rasakan oleh Bang Omar. Teman yang dia anggap baik ternyata menusuknya dari belakang. Saat Bang Omar tengah mencari kontrakan baru, di jalan dia bertemu dengan Sahara dan Miko."Bang Omar...," panggil Miko."Eh Pak Miko," ucap Bang Omar."Abang mau kemana? Kok bawa si kecil?" tanya Sahara melihat si kecil ikut berpanas-panasan."Panjang ceritanya, Bu. Tapi ini saya mau cari kontrakan baru," jawab Bang Omar.Sahara dan Miko saling pandang, mereka merasa kasihan pada Bang Omar."Bang, mendingan Abang ikut ke rumah kamu saja. Di rumah kami masih ada kamar kosong," kata Miko. "Kasihan kalau Bang Omar kerja di kecil mau di titipkan siapa? Kalau di rumah saya kan banyak orang, ada yang jaga," kata Miko."Tidak usah, Pak Miko. Saya tidak mau merepotkan Pak Miko," tolak Bang Omar.Miko tetap memaksa hingga Bang Omar ikut ke rumah Sahara. Sampai di sana Bang Omar menceritakan soal apa yang terjadi saat