Share

Part 7 Hanya Dimanfaatkan

Mak Encum tubuhnya langsung terasa lemas, menggelosor begitu saja di atas rerumputan bagai badannya tak lagi bertulang. Dia sudah menduga jika suatu hari nanti hubungan gelap putranya dengan sang nyai pasti akan terbongkar juga. 

Tangisannya sudah tidak lagi berarti, tidak bisa untuk menghentikan peristiwa yang sudah terjadi. Yang paling si emak sesali, mengapa putranya tidak mau mendengar dan mengikuti nasehatnya, agar jangan lagi melanjutkan hubungan gelapnya dengan Nyai Sumi. 

Mak Encum sangat tahu, putranya itu hanya dimanfaatkan oleh sang majikan perempuan untuk melayani hasrat birahi sang nyai yang tidak terkendali. 

Sejak dari pertama sang nyai masuk ke rumah Juragan Karta, bahkan hingga saat ini, Mak Encum adalah saksi dari aksi petualangan hasrat sang nyai dalam mencari mangsa untuk melampiaskan hasrat kelainan se*sualnya. Dan ternyata apesnya Nyai Sumi saat sedang bersama putranya si emak. 

Sekali lagi, pemandangan yang sangat menyakitkan hatinya terpampang jelas di depan mata tuanya, saat sang putra semata wayangnya diseret-seret secara paksa dalam keadaan tel*njang dan tak sadarkan diri.

Tubuh putranya yang masih dalam keadaan bugil diseret oleh kedua centeng melewati lapangan rumput yang berbatu dan akar-akar pohon besar dalam keadaan menghadap ke langit. Sehingga kemalu*nnya dipertontonkan kepada para babu yang ikut melihat peristiwa penggerebekan itu. 

Tidak ada daya upaya dan kemampuan bagi dirinya untuk bisa membebaskan putranya dari perlakukan majikannya Juragan Karta. Syarif memang dalam posisi yang bersalah, apalagi itu dilakukan kepada istri dari orang yang memiliki harta dan kuasa.

Suara Nyai Sumi yang memohon-mohon meminta pengampunan kepada suaminya Juragan Karta terus terdengar sepanjang jalan. Tubuh polosnya ditarik-tarik oleh para babu untuk dipaksa agar terus berjalan. 

Tidak ada rasa iba sedikit pun di hati Juragan Karta. Selain untuk memberikan hukuman, perlakuannya terhadap Sumi pun pastinya akan disaksikan oleh sang pujaan hatinya, Asih Sukesih. Dia sudah bisa membuktikan janjinya kepada Asih, jika dirinya berani membuang Sumi dari rumahnya tanpa membawa apapun, bahkan pakaian yang melekat di tubuh. 

Juragan Karta sengaja memperlakukan Sumi sekeji itu untuk membuktikan kesungguhan cintanya kepada Asih. Jika dia sangat serius untuk mengambil Asih menjadi pendampingnya menggantikan posisi Sumi. 

Suara teriakan juga jerit kesakitan Sumi dan Syarif di waktu malam yang sunyi saat sang juragan sedang mengamuk, ternyata mampu membuat warga berkumpul di halaman rumah sang juragan. 

Kabar burung cepat menyebar hingga ke pelosok desa yang jaraknya jauh dari rumah sang juragan, membuat banyak warga berdatangan tanpa diundang, karena rasa penasaran atas apa yang sedang terjadi di rumah orang yang paling kaya dan paling berpengaruh di Desa Kemangi ini.

Puluhan obor menyala yang dibawa oleh warga memenuhi halaman rumah Juragan Karta yang luasnya hampir seluas lapangan sepak bola. Nyala puluhan api obor meliuk-liuk mengikuti arah angin berhembus. Bisik-bisik dan suara orang mengobrol terdengar sangat riuh. Mereka saling mengeluarkan pendapat, menduga-duga, tentang peristiwa apa yang sudah terjadi di rumah sang juragan. 

Suara keriuhan warga mendadak menjadi henig dan sunyi, saat dua orang centeng muncul dari halaman samping rumah besar milik dari Juragan Karta sembari menyeret tubuh pria dewasa tanpa busana. 

Seluruh tubuh dan wajahnya yang menghadap ke atas membuat warga langsung cepat mengenalinya, walaupun ada banyak bercakan darah menempel pada tubuh dan kepala pemuda telanjang tersebut.

"Eta, teh, lamun si Syarif bukan?"

"Iya, itu si Syarif, putranya Mak Encum."

Suara riuh kembali terdengar, semuanya bertanya-tanya apa yang sudah dilakukan oleh remaja berumur belasan tahun tersebut sampai sang juragan memperlakukan dan mempermalukannya seperti itu. Hampir semua mulut yang ada di situ mengeluarkan suara, dengan pendapatnya masing-masing. Kebanyakan wanita mengasihani setelah melihat kondisi Syarif. 

Asih dan Narti yang sedari awal sudah berada di antara kerumunan warga di halaman rumah sang juragan juga menjadi bertanya-tanya. Apa yang sudah dilakukan oleh Syarif terhadap Juragan Karta. Kenapa remaja itu ikut dilibatkan, padahal tujuan mereka berdua ke rumah ini adalah untuk menyaksikan terusirnya Sumi dari kediaman Karta. 

Kuro dan Sarkim menghempaskan begitu saja tubuh telanjang Syarif di tengah-tengah lapangan. Puluhan obor yang dibawa warga mulai mendekati, hampir membuat sebuah lingkaran. Sebagian warga hanya ingin memastikan, apakah Syarif masih hidup atau sudah meninggal. Suara riuh terus saja terdengar, bahkan semakin ramai. 

"Ammpunnn, Kang ... ampunnn ... jangan perlakukan Sumi seperti ini, Kang?" 

Sumiarsih terlihat melakukan perlawanan sengit kepada para babu perempuan yang memeganginya tepat di samping rumah besar ini. Dia memberontak, memukul, bahkan menendangi babu-babu itu, yang bersusah payah terus berupaya agar sang nyai tidak terlepas dari tangan mereka. 

Dia tidak mau dipermalukan dalam kondisi seperti ini dan menjadi tontonan warga sekampungnya. Setelah dari kejauhan Sumi mulai melihat banyak menyala puluhan api obor yang meliuk-liuk dari warga yang berkerumun. 

Juragan Karta memperhatikan Sumi yang mengamuk dengan wajah yang geram karena amarah. Tangannya mengepal keras, lantas menghampiri Sumi yang masih meronta-ronta mengamuk meminta dilepaskan. 

"Dasar perempuan su*dall ....!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status