Share

Part 6 Khilaf

"Apaa? Khilaf katamu? Khilaf itu sekali, bukan berkali-kali! Dasar perempuan jal*ng!" bentak Juragan Karta lagi, masih terbakar emosinya. Lantas dia ambil kain dan kebaya milik sang istri, dan langsung menyobek-nyobeknya hingga tidak lagi berbentuk. Sobekan kain dia buang sekenanya tangan melempar. 

"Jangan, Kang, ampunn." Berkali-kali Sumi berusaha mencegah perbuatan suaminya, tapi Karta terus saja melakukannya. 

Kuro dan Sarkim, yang sedari tadi diperintahkan untuk menyeret Syarif, namun keduanya hanya berdiri terdiam. Sepertinya, mereka sedang menikmati tubuh sang nyai secara gratis. 

Karena, siapa pun pria di Desa Kemangi ini pasti bermimpi untuk bisa tidur dengan istri dari sang juragan, tidak terkecuali dengan para centeng suaminya. 

"Setan alass! Dasar manusia tidak ada guna! Cepat seret mereka keluar!" bentak Karta gusar, melihat Sarkim dan Kuro hanya diam saja memperhatikan Sumi. 

"Maaf, maaf, Juragan," jawab keduanya sampai terbungkuk-bungkuk tubuhnya untuk meminta maaf, karena keasikan melihat keindahan yang tersaji di depan mata mereka, sehingga mengindahkan perintah sang majikan. 

Kuro dan Sarkim menarik dan menyeret Syarif keluar rumah, tubuhnya tidak bergerak sama sekali, entah pingsan, entah sudah mati. Pemuda itu pun diseret masih dalam keadaan polos tanpa busana.

Karta melangkah ke arah pintu gubuk, menunjuk ke arah dua orang babu perempuan yang langsung meringked ketakutan, karena takut disalahkan atas kejadian ini. 

"Kalian, Babu?" ucap Juragan Karta dengan tangan menunjuk kepada dua pekerja tersebut. "Seret perempuan jalang itu sampai ke depan halaman rumah. Ingat? Jangan kalian berikan kain ataupun kebaya untuk menutupi tubuhnya."

"Ba-baik, juragan." Dua orang babu perempuan lantas masuk ke dalam bedeng gubuk. Mendekati Nyi Sumi yang masih terduduk di pojokan sembari menangis karena ketakutan. Bayang-bayang hukuman karena akan dipermalukan di depan khalayak ramai sudah terbayang di dalam pikirannya. 

"Ayuk, Nyai. Ikut kami ke depan," pinta salah seorang babu dengan masih menghormati majikan perempuan mereka. Cara mereka yang bersikap sopan justru malah mendapatkan bentakan dari sang juragan. 

"Maneh berdua ini dongo, ya? Tidak usah basa-basi! Langsung seret si jalang ini, bawa ke depan halaman rumah!" teriak Karta memarahi kedua wanita pekerjanya. 

"Maaf, Juragan, baik ... baik, Gan." 

Tidak ada satu pun warga di Desa Kemangi ini yang tidak mematuhi perintah Juragan Karta. Bahkan, kepala dusun desa ini sekali pun, Ki Sukron, juga takut kepadanya. 

Juragan Karta sudah seperti raja kecil di Desa kemangi ini. 

Tanpa lagi bertanya secara sopan, kedua babu itu mencekal kedua tangan Sumi. Menarik-nariknya secara paksa, hingga Sumi mengaduh kesakitan. 

Kedua tangannya sudah tidak bisa lagi untuk menutupi sebagian tubuh telan*angnya. Terseret-seret dia secara hina. Sesosok perempuan yang dahulunya merasa paling sempurna dan paling dihormati. Merasa dirinya paling segalanya. Kini terhina bagaikan seonggok sampah tak berguna. 

"Ampunn, Kang ... ampunnn, Gustii nu Ageng." Sumi masih berharap rasa iba dari suaminya, yang malah meludahi wajahnya saat terseret tepat di depan Karta. Caci maki pun kembali terlontar dari mulut si juragan."

"Dasar perempuan sinting! Selesai berzi÷ah malah kau bawa-bawa nama Tuhan!"

Sebenarnya, hubungan gelap Sumi dengan pemuda pencari rumput dan perawat domba itu sudah diketahui oleh semua babu yang bekerja di rumah sang juragan, termasuk juga Mak Encum. Namun, tidak ada yang berani melarang, mereka hanya sebatas tau saja. 

Mak Encum pun seringkali menasehati putra sulungnya tersebut untuk tidak melakukan hubungan gelap dengan istri dari sang juragan, namun tidak diindahkan oleh Syarif. 

Pesona kecantikan dan kemolekan dari istri sang juragan, sudah membius hampir semua laki-laki di desa ini, tidak terkecuali pemuda remaja tersebut. Apalagi Syarif, yang masih berjiwa muda, memiliki rasa penasaran yang tinggi tentang bagaimana rasanya kenikmatan dunia. Bahkan, kawannya pernah bercerita sampai membayar untuk bisa merasakan kenikmatan, apalagi ini yang gratisan. Bahkan, sang nyai jauh lebih cantik dari perempuan yang dibayar oleh temannya. 

Bagi Syarif, dia seperti mendapatkan bintang jatuh. Seorang remaja tukang angon domba bisa bercinta dengan mantan primadona desa bekas penari jaipong yang terkenal. Bahkan, si sang primadona itu sendiri yang selalu mendatanginya terlebih dahulu. Karena Syarif walaupun ingin, tetap tidak punya keberanian jika melakukannya di rumah sang juragan. 

Kemampuannya yang bisa memikat istri dari sang juragan, dia jadikan sebagai kebanggaan. Selalu bercerita dengan bangganya di depan teman-teman sepermainannya di saat sedang mencari rumput. Setiap kali berhasil mereguk manisnya madu sang nyai. Namun, malam ini adalah malam apes baginya, juga bagi sang nyai. 

Sebenarnya, buat Sumi sendiri, berhubungan intim dengan Syarif bukan lah soal cinta ataupun perasaan. Remaja itu hanyalah tempat pelampiasan hasrat bagi sang nyai yang tidak bisa terpenuhi dengan Karta. Sang juragan tidak bisa memberikannya kepuasan. Sumi merasa dirinya hanyalah seperti tempat pembuangan sampah akhir. Setelah selesai membuang cepat, langsung ditinggalkan. 

Hukuman dari sang raja kecil Karta sudah menanti mereka berdua. Selain juga akan dipermalukan di depan khalayak ramai. Apalagi ini terjadi kepada perempuan yang dianggap terhormat di pandangan warga desa. Istri dari sang juragan sendiri. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status