Home / Romansa / Marriage Express / 4. Identitas Calon Suami

Share

4. Identitas Calon Suami

Author: JasAlice
last update Last Updated: 2021-05-09 23:47:24

“Mama ... Kenapa sepatu Dira nggak ada di rak?”

Suara Indira sudah membuat heboh di pagi hari. Ia berteriak, menatap bingung sekaligus khawatir rak sepatu yang biasanya ia taruh sepatu andalannya. Tapi tidak ada dan kurang dari tiga puluh menit lagi, jam masuk sekolah sudah di depan mata.

Indira panik.

“Mama ... Sepatu Dira di mana?”

“Ck! Kamu lupa taruh di dalam kotak sepatu kemarin? Tuh, di kotak warna marun bekas sepatu olahraga kamu,” cetus Mama Dira dari belakang.

Ia gemas sendiri dengan kelakuan putri kecilnya yang sudah beranjak remaja sesungguhnya.

Indira dengan cepat menuruti instruksi sang Mama dan betapa malunya, di sisi lain rak pada tumpukan kotak sepatu dan jenisnya melihat sepatu sekolahnya di dalam sana. Ia nyengir menatap Mama yang kini terlihat datar.

“Dira lupa abis minta cuci Bi Inah, Ma,” cetusnya terkekeh pelan menampilkan semburat merah saking malunya sudah membuat kehebohan di pagi hari.

Mama Dira menggeleng lemah menatap putrinya yang mulai memasang sepatu. Ia sudah memakai tas dan kelengkapan atribut dari seragam jas sekolahnya pun sudah tidak ada yang kurang. Hanya sepatu yang tertinggal dan ia sudah yakin anaknya masih suka ceroboh dan tidak bisa bertanggungjawab akan suatu hal.

“Sampai kapan kamu mau kayak gini terus? Nggak malu, udah punya calon suami?”

Tubuh Indira menegang dan ia mendongak, menatap Mamanya yang berdiri dengan melipat tangan di dada, begitu santai sedangkan ia sudah membeliak sempurna.

“Ma ... masih pagi. Kenapa harus bahas ginian sih? Buat suasana hati Dira jelek aja,” celetuknya mencebik tidak suka.

Ia kembali memasang sepatu bagian kiri yang entah kenapa terasa susah. Mungkin benar, pagi cerahnya telah menjadi berkabut dan mengingatkannya pada Om mesum itu.

“Lho? Acaranya bakal diresmikan dua minggu lagi, Sayang, untuk acara pertunangannya terlebih dulu. Udah sepantasnya kamu mengubah kebiasaan buruk itu. Nanti kalau Liam jengkel dan nggak suka sama sifat manja kamu gimana?”

“Bagus, dong. Dira bisa bebas dari pria dewasa itu.”

“Dia mapan dan tampan. Ingat itu,” sela Mamanya cepat membuat Dira hanya mampu menatap Mamanya datar.

Ia berdiri di hadapan wanita itu setelah sepatunya selesai terpasang.

“Jadi, Mama menjodohkan Dira dengan pria mapan karena biar Dira jadi matre gitu?”

“Nggak ada yang bisa dilakukan tanpa uang di dunia ini, Dira ...”

“Mama justru nggak mau kamu salah pilih pasangan dan berakhir menderita. Seenggaknya, Liam pria yang bertanggungjawab dan diusia matangnya, Mama percaya dia bisa menjaga dan menyayangi kamu setulus hatinya.”

Indira berusaha tidak mencemari nama pria mesum itu. Sepertinya sang Mama berada di pihak berbeda dari Indira. Hiks. Dirinya sangat terluka, seperti tidak dianggap layaknya anak kandung dan terkesan ditirikan.

“Mama ...”

“Sebenarnya anak Mama itu Dira atau Om itu, sih?”

“Kalian berdua dong,” selanya menyengir lebar.

“Satu anak kandung, satu lagi anak teman Mama yang bakal jadi menantu kesayangan,” jawabnya membuat Indira menepuk kening saking frustrasi.

Sepertinya ia tidak bisa berkata lebih banyak lagi. Karena tetap saja Indira akan kalah banyak dan Liam menjadi pemenangnya di hati dan dipikiran sang Mama.

“Liam pria sukses yang bisa menjamin kehidupan kamu, Dira,” ungkap Mamanya membuat dira mengembuskan napas kasar.

“Tapi dia ketuaan Mamaku Sayang ...” gemas Indira tidak habis pikir.

Mamanya tertawa kecil. “Kamu kayak nggak pernah nonton teve aja. Gosip selebriti maupun orang-orang di sekitar kita menikah dengan usia berbeda. Perempuan muda dan prianya cukup matang. Terpaut sepuluh tahun bahkan lebih bukan hal baru lagi.”

“Ya ampun Mama ... kenapa bisa suka sih sama Om itu? Memangnya Mama disogok apaan?” tanya Indira sudah nyaris putus asa.

Tapi, Indira kira tidak akan ada respons mumpuni yang dibalas sang Mama, Nyatanya, manik hitam perempuan itu membeliak sempurna, mendapati sang Mama mengeluarkan kalung berkilau dari balik daster panjang dan tertutupi rambut terurainya. Tersenyum bangga ke arah Indira—anak semata wayangnya—yang kini terlihat kaget.

“Disogok kalung mahal.”

Saat itu pula Indira hanya mampu melongo dengan pandangan bodohnya.

Hiks.

Mama ... Kenapa kebahagiaan anakmu ditukar dengan kalung mahal itu?

**

“ANJASMARA!”

“LO BENERAN MAU TUNA—“

“Stttt! Diam, Naomi!” geram Indira langsung membungkam mulut sahabatnya ketika suaranya naik berkali lipat oktaf, menghadirkan keduanya sebagai pusat perhatian anak kelas, tepat sebelum pelajaran pertama akan dimulai sepuluh menit lagi.

Ia cepat-cepat berangkat sekolah diantar sopir. Bahkan ia yang memilih menyetir dan terkesan ugalan. Sang sopir yang telah tua pun hanya mampu berdoa, terus meminta agar nyawanya selamat dan jantungnya tetap aman agar tidak terkena serangan jantung lebih dulu.

“Tuna?” sahut salah satu dari mereka dan membuat Naomi menelan salivanya, nyengir mendapatkan tatapan tajam Indira.

Perempuan muda dengan tinggi tidak sampai sebatas bahu Indira, sahabat yang menjadi saksi kejadian di klub itu pun menatap teman mereka dengan cengiran lebar.

“Dia nggak pernah makan tuna seumur hidupnya,” balas Naomi dengan sorot serius yang membuat salah satu gerombolan dari perempuan hits itu percaya dan kembali sibuk mengobrol.

“Dodol lo!”

“Aduh!” keluh Naomi mengusap keningnya yang menjadi sasaran kekejaman Indira.

Tapi ia sudah mendekatkan bangkunya agar tidak terlalu berjarak pada bangku Indira. Pandangannya menatap lekat, penuh keingintahuan dan berbanding terbalik dengan Indira yang bersikap cuek.

“Beneran lo dapat calon tunangan Om-om?” anggukan cuek itu didapatkannya.

“Berapa sih umurnya?” tanyanya semakin penasaran.

Indira menoleh dengan tatapan datarnya. Meskipun tidak berminat, ia berusaha menjawabnya sekalipun tidak menyukai hal tersebut. “Tiga puluh tahun. Ngerti nggak sih? Berasa jadi Om ketimbang calon tunangan sekaligus calon suami?” mata Indira melotot, terlihat menakuti Naomi.

Tapi responsnya berbanding terbalik. “Suer, nggak ketuaan,” celetuknya membuat Indira yang justru memandang Naomi horor.

“Gue serius, Dira,” cetusnya meyakinkan.

“Selisih tiga belas tahun masih standar lah. Lo dewasa dan dia juga dewasa seiring berjalan waktu. Bukan kelihatan kayak Kakek-kakek umur segitu. Begitupun yang terjadi sama lo ke depannya.”

Indira berdecak kesal. “Percuma bicara sama lo. Sama aja kayak keluarga gue, termasuk Emak gue sendiri,” tandasnya menjauhkan bangku dan membuka buku pelajaran dengan sedikit emosi.

**

“Jad-jad—“

“Ya ampun! Berasa gagu lo!”

Naomi bungkam dan menatap Indira dengan datar. Ia melihat Indira malas menatap sosok pria bertubuh jangkung yang sempat melambai ke arah mereka. Tepatnya Indira.

‘Kenapa juga si Om-om itu pakai acara datang ke sekolah gue? Mana berasa cenayang. Tau banget kalau hari ini pulang cepat karena ada rapat guru.’

Indira menatap Liam yang sudah berdiri tidak jauh di depan pintu gerbang sekolah, bersandar pada body mobil. Padahal, niat Indira dan Naomi ingin melihat situasi jalanan. Jika mendapati halte ramai, mereka ingin menaiki kendaraan umum. Jika tidak, alternatif terakhir menaiki taksi online.

“Demi apa?! Dia Liam Ogawa?!” pekik Naomi tidak lagi terbata, melainkan binaran bahagia di matanya sangat kentara bagi Indira.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Marriage Express   75. Extra Chapter (5)

    Ketukan sandal, kedua tangan yang dilipat depan dadan serta sorot tajam itu membuat Liam menatap bingung istri kecilnya. Ia baru saja tiba di rumah pukul sembilan malam, sesuai perjanjian di antara dirinya dan Indira. Pria itu mendapatkan izin untuk mengikuti reuni dan pulang di saat acara belum selesai.Apa yang salah?Bahkan, selama mereka menikmati liburan bulan madu, Indira membebaskan Liam pergi datang ke reuni dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Tidak sekali, melainkan beberapa kali dan satu hari mereka pulang ke Jakarta, Indira mengingatkan Liam.Ia sudah paham dan tidak akan membuat istrinya marah atau menangis lagi.Tapi belum sempat ia membuka pintu unit apartemen. Indira sudah berada di depannya, menunggu dengan raut wajah berbeda. Sebenarnya Liam sudah sangat ketakutan karena jika Indira marah ... maka ia harus menenangkannya. Liam pernah gagal untuk meluluhkan hati Indira ketika marah. Suasana hati istrinya kerap tidak terduga akan lulu

  • Marriage Express   74. Extra Chapter (4)

    Indira tidak pernah menduga. Sekali jatuh cinta, maka ia merasakan kebahagiaan luar biasa selalu melingkupi dirinya bersama orang terkasih. Ia mencintai Liam, menerima semua kekurangan ... kesalahan yang pernah suaminya buat. Tapi apa pun itu, mereka sudah melangkah bersama, menata pecahan yang pernah menghunus tepat di hati.Bahkan, Indira sudah membuang rasa salah tingkah tiap Liam mulai menggoda atau ingin bermesraan dengannya. Karena sejak malam itu, ia ingin menjadi perempuan yang bisa mengimbangi sikap dewasa Liam, ikut mesum dan tentunya ikut romantis!Perempuan itu sedikit mendongak saat fotografer yang mereka sewa, memberikan aba-aba. Senyumnya semringah saat Liam memeluk pinggangnya dari samping, lalu membawa bibir basah itu ke leher istrinya. Mereka sudah menghabiskan banyak pose di tempat berbeda.“Cium, dong,” pinta perempuan itu merona saat pelukan mereka terurai.“Dari tadi kamu nggak pernah cium bibir aku,” gerutu I

  • Marriage Express   73. Extra Chapter (3)

    ‘Ingat, Dira Sayang. Sekarang kamu udah tau bagaimana isi hati kamu dan ternyata ... kamu juga sangat mencintai suamimu. Jadi, lupakan semua hal yang bisa membuat kamu malu dengan keadaan sebelumnya dan jadilah perempuan yang terlihat dewasa untuk merayu pria tampan.’‘Keberhasilanmu kali pertama adalah bagian terpenting yang bisa membuat Liam terus mengenang hal mendebarkan sama kamu, Nak.’‘Jangan kecewakan suamimu yang sudah menunggu kamu selama ini. Lakukan penuh cinta dan sayang yang kamu pancarkan dengan ketulusan hati.’Indira berdebar.Perempuan cantik itu memegang bagian di mana jantungnya berdetak kuat. Ia merasakan kedua pipi memanas saat di hadapannya ... ia terlihat sedikit lebih dewasa dari usianya dan juga bagaimana ia merias diri; memperlihatkan bagian yang harus terkesan sensual.Bibir kemerahan oleh lipstik dan juga riasan yang tidak terlalu tebal. Selama tinggal dalam satu unit yang sama. Indir

  • Marriage Express   72. Extra Chapter (2)

    Tidak ada hari yang membuat mereka lelah untuk menciptakan kebersamaan yang manis. Liam dan Indira membuktikan, jika hal kecil bisa sangat berarti dan membuat komunikasi di antara keduanya terjalin kuat.Setelah pulang bekerja atau Indira yang memang kerap pulang cepat karena dalam masa ujian, mereka akan menyiapkan makan malam. Baik Indira ataupun Liam sudah saling mengerti dan memusatkan status mereka sebaik mungkin.Mereka akan menonton bersama di sore hari dan di tiap malam, Liam akan menjadi tutor bagi Indira dalam mengulas materi apa pun untuk besok harinya.Hmm, lebih tepatnya tutor tampan. Suami yang merangkap sebagai guru private sangat menyenangkan bagi Indira. Ia bisa meminta hadiah istimewa dan mendebarkan. Apalagi jika bukan sebuah ciuman panjang. Karena akhir-akhir ini Liam terlalu jual mahal.Dari mereka kembali bersama ke unit, sepertinya Indira yang memperlihatkan sisi agresif. Setiap malam pun ia sengaja memeluk Liam dan membawa satu kak

  • Marriage Express   71. Extra Chapter (1)

    “Gimana? Jawabannya udah benar semua, kan?”Indira tampak nyaman melingkarkan kedua tangannya di leher Liam, merangkul pria itu dari belakang seraya membiarkan suaminya duduk memeriksa materi yang mereka ulas bersama di meja belajar Indira.Malam sudah menunjukkan pukul sembilan. Tapi ditemani suaminya, Indira tetap semangat untuk ujian nasional di hari pertama besok. Harinya berlanjut dengan bahagia tanpa beban dan belajar ... tentu saja ia memahami dengan baik, tanpa berpikir hal pelik seperti beberapa waktu lalu.Omong-omong, suami ya? Tentu saja! Indira dengan perasaan berdebar melirik cincin di jemari tangannya. Ia mengulum senyum, menghadirkan rona merah yang begitu kentara. Pun, jemari tangan Liam di atas meja belajar Indira yang sesekali membuka lembaran materi, memperlihatkan jemari itu tetap tersemat cincin pernikahan mereka.Keduanya memberikan simbol cinta dengan cincin pernikahan yang tidak akan mereka lepas, kecuali untuk sementa

  • Marriage Express   70. Ending

    Liam tersenyum miris saat pandangannya sangat lekat memandang foto pernikahan yang ia diam-diam simpan dengan rapi di galeri. Ruang khusus dengan nama yang tertera ringkas ‘Pernikahan’, entah kenapa pernah ia pisahkan dan membuat folder sendiri.“Setelah pernikahan kita yang aku ingat hanya untuk terus sadar kalau waktu itu aku udah punya kamu. Aku nggak menjalani hari sebagai pria lajang dan ada seorang perempuan yang menjalani komitmen bersamaku.”Liam mengulas senyum manis, meskipun perih dan gemuruh dalam dadanya kian menguat seiring jemari tangan mengusap lembut layar ponsel. Foto pernikahan ia dan Indira yang terlihat banyak orang manis. Tapi Liam tahu, dalam hati Indira menatap dirinya dengan umpatan yang terlalu banyak.Ia tertawa kecil, membayangkan kemarahan Indira yang memantik bagian terdalam hatinya. Pria itu tidak pernah menemukan kesan seringan dan semanis ini saat berkomunikasi dengan seorang perempuan.Itu yang mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status