Arsy memandangi cincin berlian yang kini melingkari jari manisnya. Sudah satu hari berlalu sejak dia dan Evan resmi bertunangan. Perasaannya yang masih bercampur aduk didominasi oleh rasa tidak percaya bahwa kini dia sudah terikat dengan seorang lawan jenis yang sempat mengabdi sebagai bodyguard-nya. Walaupun masih hanya bertunangan, bagi Arsy ini sudah jelas sangat mengikat dan sangat sakral. Dia sepenuhnya milik Evan dan begitu juga sebaliknya.
Arsy sempat bagai kehilangan arah. Bertunangan adalah salah satu fase hidup yang belum pernah dia masukkan ke dalam list target yang ingin dia capai dalam waktu dekat. Dulu, dia berencana akan bekerja setelah wisuda S2-nya. Sekarang dia tiba-tiba berada di sebuah situasi dimana bekerja bukanlah sebuah kewajiban.
Karena itu lah yang diucapkan Evan kemarin. Setelah ini, mereka akan mempersiapkan pernikahan dan setelah itu Arsy akan menjadi ibu rumah tangga yang hanya menghabiskan waktu di rumah. Evan memang belum mengutarakan
Yuuk vote lagiii.
Sesuai kesepakatan kedua pihak keluarga, untuk saat ini pertunangan Evan dan Arsy masih menjadi hal yang dirahasiakan. Alasannya karena Arsy masih akan wisuda dan alangkah tidak baik jika kabar pertunangan mereka akan menambah kericuhan suasana kampus menjelang hari H. Arsy menurut saja karena baginya itu cukup masuk akal. Namun tidak bagi Evan. Semenjak dia diperkerjakan menjadi bodyguard Arsy dulu, laki-laki itu sudah sangat tahu bahwa Demian menyembunyikan sesuatu yang sangat penting terkait keselamatan puteri bungsunya. Maka dari itu, Evan memilih untuk mengikuti apa yang disarankan oleh orang tua mereka saja. Hal itu pulalah yang menyebabkan Evan tidak bisa terlalu menunjukkan kedekatannya dengan Arsy sekarang. Dia harus banyak-banyak mengelus dada saat dia melihat Bagas sering mendekati calon istrinya. Terkadang dia sudah sengaja berdiri begitu dekat dengan wanita, namun tidak kunjung membuat Bagas peka dan sadar diri. Benar-benar minta ditampol, rutuk Evan di dalam ha
Bukan hanya Wilda yang syok mendengar ucapan Evan barusan, melainkan wanita yang dia akui sebagai tunangan, yaitu Arsy. Bukankah mereka sudah sepakat untuk merahasiakan hal ini dulu, apalagi di kampus?Kaki Arsy refleks bergerak ke arah Evan dan menarik pergelangan tangan laki-laki itu. Dia khawatir Wilda akan melemparkan pertanyaan lagi untuk memperjelas maksud Evan. Lagian sekarang mereka sudah menjadi pusat perhatian. Arsy sama sekali tidak nyaman.Evan merasakan sentuhan tangan Arsy di kulitnya. Biasanya itu selalu berhasil membuat dirinya merasa nyaman. Namun tidak untuk sekarang. Rasa kesal yang menguasai hatinya masih tinggi. Apalagi Wilda seperti tidak percaya atas fakta yang barusan dia deklarasikan. Oh, mungkin bukan tidak percaya. Tidak terima lebih tepatnya."Tunangan? Cihhhhh," ejek wanita itu dengan gaya yang memuakkan. "Arsy itu anak konglomerat. Mimpi aja dia mau sama kamu yang bukan siapa-siapa, Van. Lagian ya kali keluarga Wijaya nggak bi
Kejadian di kampus tersebut rupanya langsung sampai ke telinga Demian yang sedang berada di kantor. Dia dan Sarah sedang mengawasi rapat pemegang saham saat kabar tentang pertunangan Arsy dan Evan menjadi trending topik di kampus sang puteri. Demian dan Sarah terpaksa keluar dari ruangan karena ajudan mereka menunjukkan sejumlah foto yang kini beredar di website kampus. Foto yang membuat Sarah seketika terkena migrain. "Bagaimana bisa ada foto ini? Siapa yang mengambil?" tanya wanita itu tidak percaya. Lebih ke bingung kenapa ada foto Evan dan Arsy sedang berciuman di dalam ruangan. Kalau dilihat dari pakaian Arsy, jelas-jelas itu sepertinya saat sang puteri sedang sidang thesis. "Ini foto lama. Kira-kira satu bulan yang lalu. Siapa yang sudah iseng mengambil foto ini?" Wanita itu tidak habis pikir. Dia sama sekali tidak keberatan karena Evan mencium Arsy. Lebih ke khawatir karena foto itu telah beredar dan sekarang sedang menjadi konsumsi publik. Apalagi per
Demian dan Sarah sudah menunggu Evan dan juga puteri mereka Arsy, di ruangan kantor Demian yang super lux. Kedua orang tua paruh baya itu sudah tidak sabar ingin mendengar apa yang sebenarnya terjadi di kampus tadi. Ada dua hal yang menjadi topik hangat dalam berita tadi : ciuman dan pertunangan. Entah kenapa hal tersebut bisa mencuat ke media. Suara-suara langkah kaki terdengar dari luar. Dalam hitungan detik, pintu yang terbuat dari bahan kayu jati itu terdorong ke dalam dan Evan yang pertama kali muncul. "Masuk, Van." Demian mempersilakan. Di belakang laki-laki itu, muncul Arsy yang sepertinya tidak dalam kondisi baik-baik saja. Sarah mengulurkan tangan kanannya dan Arsy langsung menggapainya. Gadis kecil itu langsung duduk di sebelah kanan Sarah dan langsung memeluk sang ibu. Siapa pun sudah bisa menebak, dia pasti tertekan dengan berita ini. "Gimana ceritanya, Van? Apa yang terjadi?" Demian memberi waktu untuk Evan bercerita. "Ehm. Ini se
"Pa, aku nggak mau! Memangnya aku masih anak kecil??" Seorang gadis bertubuh mungil, berwajah imut dan manis sedang berdiri di hadapan meja kerja ayahnya. Melayangkan protes terhadap keputusan baru yang dibuat pria berusia lima puluh itu secara sepihak atas dirinya. Gadis itu bernama Arsy Zeline Kirania. Panggilan sehari-harinya adalah Arsy. Perempuan cantik berusia 24 tahun yang kerap kali mengalamibody shamingterselubung dari setiap kalimat yang diucapkan orang-orang yang ada di sekelilingnya, terkait tubuh mungilnya itu. 'Wah, udah dua empat toh, tapi mungil banget ya kamu?' 'Seriusan kamu anak pascasarjana? Kok kayak adek tingkat aku?' 'Aku salah beli baju nih, Sy. Kebeli ukuran S. Kamu mau nggak? Aku kasih deh, nggak usah bayar.' Keputusan ayahnya, Demian Akira Wijaya, barusan pun tentu saja masih berhubungan dengan fisiknya yang dia anggap sebagai sumber segala masalah tersebut. Bahkan semua orang pun beranggapan demi
"Nah, Van, itu Arsy ...!" Evan tetap tidak menoleh ke belakangnya meskipun Sarah, wanita paruh baya itu, sudah mencoba mencuri perhatiannya dengan menyebutkan nama Arsy. "Siapa, Ma?" Arsy yang baru saja turun langsung mendekati meja makan dan berakhir di sebelah Evan. Dia sedikittertarik kalamendapati seorang pria tampan sedang duduk di sana, yang sejatinya adalah tempat khusus untuk keluarga inti mereka saja. Apakah dia keluarga jauh mereka? Tapi kenapa sepertinya tidak familiar? "Tuh, Sy. Kenalin,bodyguardkamu. Ganteng kan?" Bo-dy-guard? Kedua bola mata Arsy pun langsung membesar. Ternyata orang tuanya sangat serius perihalmempekerjakan pengawal untuknya. Sekarang, yang bersangkutan bahkan sudah benar-benar ada di depan matanya. Orang tuanya memang gila! "Papa Mama serius? Astaga. Asli deh ya? Aku 'kan udah bilang nggak mau!" Penolakan Arsy masih tetap terdengar sekalipun orang yang ia maksud ada sana. S
"Evan, is that you?" Bola mata Wilda membulat menandakan dia sangat terkejut mendapati Evan duduk di hadapannya. Lebih tepatnya, di kursi para mahasiswa barunya. Evan, teman lama yang pernah menjalin kasih dengannya, selama masih duduk di bangku kuliah. Mengapa dia ada di sana? Apa Evan melanjutkan sekolah mengambil pascasarjana lagi? Pikirnya di dalam hati. Wilda sampai tidak menyadari orang-orang sedang menatapnya bingung. Mungkin Arsy juga, karena nama yang disebutkan Wilda itu adalah mama pria yang sekarang duduk di kursi belakangnya, alias pria yang baru saja direkrut ayahnya menjadi ajudan pribadinya. Sedangkan yang dipanggil hanya tersenyum kecil. Dia juga sebenarnya terkejut. Bertemu Wilda lagi di sebuah tempat yang tidak terpikirkan adalah hal yang langka. Namun dia mencoba untuk tidak terlalu mencolok. Dengangesturetangannya, dia mempersilakan Wilda untuk melanjutkan perkenalan dirinya. Suasana ruangan itu sedikitawkwardsetel
Arsy baru selesai berurusan dengan dosen pembimbingnya selang satu setengah jam kemudian. Wajahnya sedikit kusut lantaran dosennya yang bergelar doktor itu menyuruh dia untuk mencari literatur tambahan lagi supaya thesisnya lebih ‘berisi'. Padahal Arsy sudah mengumpulkan hampir lima puluh referensi yang mencakup buku teori, jurnal, hasil penelitian dan wawancara dengan narasumber langsung. Sebagaimana syarat untuk thesis pascasarjana yang mewajibkan minimal punya empat puluh referensi, seharusnya pak Wira sudah cukup tau jika Arsy bahkan sudah berusaha lebih dengan melampirkan lima puluh lebih referensi. Tere masih menunggunya di depan ruangan seperti tadi. Melihat wajah kusut Arsy, gadis itu langsung tau jika sesi bimbingan sahabatnya itu tidak berjalan dengan baik. "Kenapa muka kamu kusut begitu? Pak Wira kasih tugas aneh-aneh lagi ya?" Arsy menjatuhkan bokongnya di sebelah Tere. Meletakkan tas dan map-nya begitu saja di atas meja yang ada di hadapa