Share

Bab 4. Kehidupan yang Berubah Seketika

Entah kenapa Zico merasa hatinya bergetar, mendengar permintaan Nara dengan tatapan mata yang penuh harap padanya, membuatnya kembali teringat akan ibunya.

“Baiklah, ayo kita menikah,” jawabnya.

Nara tersentak, dia langsung mendongakkan kepalanya dan melihat Zico yang menatapnya datar. Nara merasa lega sekaligus juga sedih, dia lega karena itu artinya prinsipnya untuk hanya disentuh oleh suaminya masih terjaga, tapi dia juga merasa sedih karena dia akan menikah dengan pria yang tidak dia cintai dan juga mencintainya, terlebih pria yang akan menjadi suaminya ini adalah seorang iblis yang membantai semua keluarganya.

“Terima kasih,” ucap Nara dengan suara lirihnya.

Zico lalu berjongkok dan menatap Nara kembali dengan tatapan tajamnya. “Aku akan menikahimu, tapi kau hanya akan menjadi penghangat ranjangku, tidak lebih dari itu,” ucapnya dingin.

Nara tidak bereaksi apa pun setelah mendengar ucapan Zico, karena sebenarnya dia juga sudah tahu bahwa tujuan mereka menikah hanyalah untuk keperluan kontak fisik tidak lebih dari itu. Dia benar-benar harus menyiapkan diri dan hatinya, agar dia tidak terpengaruh dengan laki-laki iblis di depannya ini. Apalagi sampai menyukainya, itu hanya akan melukai hati dan juga dirinya. Nara yakin bahwa selama apa pun dirinya hidup dengan Zico, dia tidak akan pernah menyukainya. Terlebih Zico adalah iblis kejam yang menghabisi kedua orang tuanya dan juga adiknya.

“Dan asal kau tahu, pernikahan besok adalah bentuk pernikahan yang tidak pernah diidamkan oleh wanita mana pun, kau akan mendapatkan pernikahan terburuk. Tidak ada resepsi ataupun tamu. Hanya kau dan aku. Akan kupastikan kau tidak akan pernah mendapatkan pernikahan yang kau idamkan, karena setelah menikah denganku, kau tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk menikah lagi dengan orang lain, karena setelah aku puas memberikan penderitaan padamu. Kau hanya akan berakhir menjadi mayat." Zico menunjukkan seringaian iblisnya lagi setelah mengatakan ucapannya.

Glek! Nara menelan salivanya dengan sangat susah payah, tidak bisa dia ungkiri bahwa perkataan Zico begitu kejam dan juga menakutkan, tapi mau bagaimanapun dia sudah tahu akhirnya. Bahwa Zico pasti akan membunuhnya. Walaupun dia masih belum tahu, salah apa sebenarnya keluarganya kepada Zico, sampai dia tega membunuh keluarganya tanpa belas kasih.

“Malam ini aku akan melepaskanmu, bersiap-siaplah untuk pernikahan besok. Karena akan kupastikan, bahwa besok kau akan merasakan sakit yang sesungguhnya.” Zico berdiri dan keluar dari kamarnya, meninggalkan Nara yang masih duduk lemas di lantai.

“Hiks hiks, papa, mama sebenarnya apa yang terjadi, apa yang papa lakukan. Papa tidak mungkin melakukan hal buruk, Nara sangat percaya kepada papa. Iblis itu hanya mencari alasan untuk menyalurkan kehausannya dalam membunuh dan menyiksa orang. Tapi kenapa harus keluargaku, kenapa ... hiks hiks.” Nara menangis sepanjang malam, dia ingin meluapkan semua rasa sedih dan takutnya. Dia juga ingin menenangkan hatinya yang terasa sangat sakit setelah kejadian hari ini yang membuatnya begitu syok. Dalam semalam hidupnya berubah total, keluarganya yang begitu bahagia dan saling menyayangi kini sudah tidak ada lagi, mereka sudah meninggalkannya sendiri dan kini dia harus menerima bahwa dirinya akan hidup bersama dengan seorang iblis yang entah kapan saja bisa membunuhnya.

***

Zico berjalan lurus dari kamarnya untuk menuju ruang kerjanya. Dia membuka pintu ruang kerjanya di mana di sana sudah ada Jo yang tengah berdiri menunggunya.

“Tuan.” Jo membukukan badannya ketika melihat kedatangan Zico.

“Kau sudah membereskannya?” Zico bertanya kepada Jo, sambil mengambil sebuah gelas dan menuangkan alkohol pada gelas itu, dia meneguk sedikit demi sedikit alkohol itu seraya mendengarkan jawaban Jo.

“Semuanya sudah selesai Tuan, Anda tidak perlu khawatir.”

“Bagus,” ucapnya. Dia lalu berjalan menuju jendela kaca besar di ruangannya dan melihat pemandangan malam yang ada di luar sana. “Pa, Zico sudah membalaskan dendam papa, Zico sudah menghabisi orang yang sudah membuat keluarga kita hancur, Zico bahkan menghabisi seluruh keluarganya. Dan putrinya ....” Zico belum meneruskan kata-katanya, dia kembali merasa sangat marah saat mengingat apa yang terjadi kepada papanya karena ulah Aryo Suharja. Zico memegang kuat-kuat gelas alkohol yang ada di tangannya. “Dan putrinya, putri sulung Aryo Suharja, Zico akan membuatnya seperti hidup di dalam neraka, hingga walaupun Aryo Suharja sudah meninggal, arwahnya tidak akan bisa tenang, karena melihat putri kesayangannya menderita."

Crack, gelas minuman yang tadi di pegang Zico itu hancur berkeping-keping saat dia menggenggamnya dengan sangat kuat untuk menyalurkan amarah yang tengah memuncak pada dirinya.

Jo hanya diam saja, karena dia sudah tahu sifat tuannya. Jadi dia hanya bisa menyaksikan apa yang tuannya lakukan tanpa berkata atau bertindak apa pun. Dia hanya akan bertindak ketika Zico sudah menyuruhnya, dan berbicara apabila Zico meminta pendapatnya.

“Jo, persiapkan pernikahan untukku besok!”

“Baik Tuan.”

“Kau mengerti kan pernikahan seperti apa yang kuinginkan besok?”

“Saya mengerti Tuan.” Jo kembali membungkukkan badannya dan keluar dari ruangan Zico.

Tampak Zico yang kembali terfokus ke luar kaca jendela di depannya. Dia menunjukkan smirknya seraya berkata, “Kau yang memintaku untuk menikahimu, maka tidak ada kata menyesal setelah itu. Kau yang menggali kuburanmu sendiri wanita.”

***

Pagi harinya.

Suara ketukan pintu membangunkan Nara yang masih tertidur lelap, dia mengerjap-ngerjapkan matanya dan terduduk, lalu melihat sekelilingnya. Nara merasa bahwa semalam dia bermimpi sangat buruk, dia melihat banyak pria memakai pakaian serba hitam datang ke rumahnya dan membunuh kedua orang tuanya dan juga adiknya.

“Nona, apa Anda sudah bangun?” tanya seseorang dari luar pintu kamarnya.

“Nona? Tumben bi Sum panggil aku Nona, biasanya non. Kenapa bi Sum jadi kaya pelayan-pelayan konglomerat yang ada di tv-tv,” gumamnya.

“Jika Anda sudah bangun, saya akan masuk Nona,” ucap orang yang berada di luar kamar Nara lagi.

Ceklek! Pintu pun terbuka. Pelayan itu kaget saat melihat Nara yang terduduk di lantai dengan wajah cengonya yang menghadap ke arahnya.

“Nona, apa yang Anda lakukan di lantai? Apa Anda semalam tidur di lantai?” tanya pelayan itu yang terlihat kaget.

“Siapa kau? Apa kau pembantu baru di sini?” tanya balik Nara yang terlihat bingung. “Dan pakaianmu juga, kenapa berbeda. Apa mama sudah membuat pakaian baru?” lanjutnya.

Pelayan itu terlihat tidak mengerti maksud perkataan Nara. “Apa maksud Anda, Nona? Saya bukan pelayan baru di sini, saya di sini sudah selama dua tahun,” jawab pelayan itu.

“Dua tahun? Tapi kenapa aku baru melihatmu?”

“Tentu saja Anda baru melihat saya, bukankah Nona baru datang kemari semalam? Sekarang saya akan membantu Anda bersiap-siap Nona, Tuan sudah menunggu Anda, karena acara pernikahannya akan di langsungkan sebentar lagi.”

Nara terkejut dengan ucapan pelayan yang ada di hadapannya ini. “Pernikahan?” gumamnya. Dia kembali mengingat kejadian semalam yang baru saja dia anggap sebagai mimpi buruknya. “Jadi, kejadian itu bukanlah mimpi buruk, keluargaku benar-benar sudah tidak ada lagi. Dan aku, aku akan menikah dengan iblis pembantai keluargaku karena permintaanku sendiri.” Air mata Nara kembali turun saat dia tersadar bahwa kejadian mengerikan yang dia alami semalam adalah kenyataan, bukan mimpi buruk. Dan sekarang dia harus bersiap-siap untuk melangsungkan pernikahan dengan iblis yang sewaktu-waktu bisa membunuhnya.

“Ayo Nona, tuan akan marah jika Anda terlambat dan membuatnya menunggu lama.”

Pelayan itu membantu Nara berdiri, Nara terlihat tidak bertenaga sama sekali. Dia lemah seakan-akan dia hanyalah seorang mayat hidup.

Pelayan itu lalu memapah Nara dan membawanya ke kamar mandi. Dia akan menyiapkan Nara dengan secantik mungkin untuk acara pernikahannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status