Perempuan mana yang tidak mengidam-idamkan pernikahan sesuai dengan angan-angannya. Semua perempuan di seluruh penjuru dunia pasti selalu memiliki bentuk pernikahan yang sudah mereka idamkan sejak lama, termasuk juga Nara. Dia sudah mengidam-idamkan sebuah pernikahan dengan konsep yang sudah dia susun, seperti mengundang semua teman-temannya. Kehadiran orang tua dan keluarga besarnya. Dia bahkan sangat ingin mengundang selebriti kesukaannya. Tapi sebenarnya yang terpenting bukanlah itu semua, pernikahan yang paling Nara idamkan adalah pernikahan dengan seseorang yang dia cintai dan juga mencintainya.
Tapi apa yang terjadi sekarang, tidak ada apa pun di pernikahannya, jangankan kehadiran sahabat maupun keluarga besarnya. Nara bahkan menikah setelah satu hari keluarganya meninggal, dia bahkan masih belum tahu apakah orang tuanya dan juga adiknya di makamkan dengan layak. Terlebih dia menikahi sosok iblis yang sudah membantai keluarganya.Saat ini Nara tengah terduduk di sofa ruang tamu mansion dari Zico. Ya, pernikahannya dan Zico baru saja selesai. Nara terlihat sangat cantik dengan balutan gaun berwarna putih, namun sayang setelah acara pernikahan selesai, Zico justru langsung meninggalkannya pergi ke kantor. Tapi menurutnya, kepergian Zico yang lebih cepat justru sangatlah bagus, karena jika sampai Zico masih berada di sini. Entah apa yang akan dia lakukan padanya.“Nona, apa Anda lapar? Bukankah Nona belum makan apa pun sejak pagi?” tanya seorang pelayan yang tadi membangunkan Nara.Zico memang memiliki banyak sekali pelayan di rumahnya, terdapat sekitar 120 pelayan yang bekerja di sana dengan 1 kepala pelayan yang bernama pak San. Jumlah pelayan yang begitu banyak itu sebanding dengan mansion Zico yang memang sangatlah besar bak istana kerajaan.“Tidak, saya tidak lapar,” jawab Nara.“Tapi, Nona kan –““Saya mau ke kamar saja.” Nara langsung menyela perkataan dari pelayan itu sebelum dia menyelesaikan ucapannya. Nara langsung berdiri dan melangkahkan kakinya menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya.Pelayan bernama Sari itu pun hanya melihat kepergian nonanya itu dengan wajah ibanya. “Kasihan sekali nona Nara, ini adalah pernikahan terburuk bagi seorang wanita,” gumamnya.Di dalam kamar.Nara menutup pintu kamarnya dengan pelan, dia lalu berdiri di depan pintu kamarnya dengan wajah datarnya. Nara memandang lurus ke depan tanpa ekspresi, tiba-tiba tubuhnya beringsut ke bawah, dia menyandarkan punggungnya ke pintu dan air matanya pun perlahan turun ke pipinya.“Ya Tuhan, apakah ini takdir yang Engkau berikan kepada hamba? Papa, mama, Najwa. Sekarang Nara sudah menikah, apa kalian melihat Nara dari atas sana? Jika kalian melihatnya, kalian merasa bahagia atau justru bersedih? Nara sangat merindukan kalian, bahkan Nara tidak bisa memakamkan kalian sebagai putri dan juga kakak hiks hiks.”***Tan Group.Zico duduk di kursi kebesarannya yang di dalam ruangannya, di depannya sudah ada Jo yang siap menjawab dan melakukan perintah apa pun yang diberikan olehnya.“Jo, apa pemakaman keluarga tikus itu sudah kau urus?” tanya Zico dengan suara dinginnya.“Saya sudah mengurus pemakaman mereka di tempat yang Anda perintahkan Tuan,” jawab Jo dengan sangat sopan.Setelah mendengarkan itu, Zico justru hanya terdiam. Dia memandang lurus ke arah sebuah pas foto yang ada di meja kerjanya, di foto itu terdapat gambar dirinya yang berada di tengah-tengah kedua orang tuanya, foto itu diambil pada saat Zico berumur 6 tahun.“Pa, apa kau senang? Zico yakin, papa pasti tersenyum kan di atas sana? Bukankah Zico anak yang berbakti, seperti yang selalu papa katakan.” Zico tersenyum dingin saat berbicara kepada papanya yang ada di foto tersebut.Seperti biasa, Jo hanya akan diam saja. Walaupun tuannya itu bertindak aneh sekalipun di mata orang lain. Jo tidak akan berani buka mulut apalagi menasihati tuannya, karena baginya. Tuannya tidak akan bertindak tanpa alasan dibaliknya.“Jo.”“Iya, Tuan.”Zico menunjukkan smirknya terlebih dahulu sebelum melanjutkan perkataannya. “Kau tahu kan aku baru saja melakukan pernikahan?”“Iya Tuan.”“Bukankah ini lucu? Aku menikahi putri dari musuhku dan aku menikahinya setelah aku membantai semua keluarganya, menurutmu bagaimana kehidupan putri malang itu setelah menikah denganku?”“Tentunya dia akan menerima nasib seperti yang Anda inginkan Tuan,” jawab Jo.Zico terdiam sesaat setelah mendengar jawaban dari Jo. Sedangkan Jo, dia juga hanya terdiam menunggu reaksi dari tuannya atas jawabannya. Jo selalu berpikir bahwa dia harus selalu memberikan jawaban sempurna atas pertanyaan dari Zico, sebenarnya Zico tidak akan melakukan apa pun walaupun Jo menjawabnya tidak sesuai dengan keinginannya, namun Jo hanya merasa bahwa sebagai tangan kanan setia dari Zico dia harus selalu memberikan yang terbaik untuknya.Jo sedikit terkejut saat mendengar suara tawa Zico yang menakutkan bagi orang yang belum pernah mendengarnya. “Hahahaha, kau benar Jo. Nasib tikus kecil itu berada di tanganku, dan aku menginginkan tikus kecil itu tidak pernah merasakan yang namanya kebahagiaan, aku akan memastikannya, bahwa hanya akan ada penderitaan dan juga air mata dari tikus kecil itu.”“Jo, kau boleh pergi!”“Baik Tuan.” Jo pun membungkukkan badannya dan keluar dari ruangan Zico.***Waktu menunjukkan pukul 19.02 malam, Nara masih duduk bersimpuh di depan pintu kamarnya, air matanya masih saja mengalir membasahi pipinya, dia tidak bisa menerima sebuah kenyataan yang baru saja dia terima.Terdengar sebuah ketukan pintu dengan suara seseorang yang memanggil namanya. “Nona."“Nona, tuan Zico sudah pulang. Anda harus keluar untuk menyambutnya,” ucap pelayan yang mengetuk pintu kamar Nara.Mendengar nama Zico disebutkan, Nara hanya terdiam. Air matanya semakin deras turun membasahi pipinya. Dia sungguh membenci nama itu. Dia benar-benar tidak ingin mendengar nama dari laki-laki iblis itu apalagi melihat wajahnya.“Papa, mama, Najwa. Haruskah Nara menyusul kalian, Nara benar-benar tidak mau hidup bersama laki-laki iblis itu. Tolong jemput Nara ma, pa,” ucapnya sambil menangis.“Nona, apa Anda mendengar saya?” Pelayan di luar kamar Nara masih berusaha untuk membuatnya keluar dari kamar dan menyambut kepulangan Zico. “Nona, tolong keluar dan sambut tuan. Atau tuan akan marah,” lanjutnya.Namun, Nara masih tetap bergeming, dia masih keras kepala dengan keputusannya untuk tidak mau melihat wajah Zico. Dia lebih baik mati dari pada disentuh oleh seorang iblis pembunuh.“Kenapa Nona tidak bersuara sama sekali, apa jangan-jangan Nona ....” Pelayan itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya, rupanya dia berpikir bahwa Nara sudah melakukan bunuh diri di dalam kamar, dengan cepat Sari pun berlari ke lantai satu untuk memberitahukan hal ini kepada Zico.“Tuan, Tuan.” Sari terus memanggil-manggil nama Zico dengan sangat keras. Zico dan Jo yang memang sedang berada di ruang tamu pun lantas melihat ke arah Sari.“Berani-beraninya kau memanggil Tuan dengan tidak sopan seperti itu!” bentak Jo.“Ma-maafkan saya Tuan Jo, sa-saya hanya ingin memberitahu kepada Tuan. Bahwa Nona Nara sama sekali tidak menyahut saat saya memanggilnya untuk menyambut kedatangan Tuan.”“Katakan maksudmu dengan jelas!” bentak Jo lagi.“Ma-maksud saya, a-apakah mungkin Nona melakukan bunuh diri.”Zico melihat dengan cepat ke arah Sari, tatapannya sangat tajam dan menusuk.Sari yang mendapatkan tatapan itu langsung gemetar ketakutan, walaupun dia sudah bekerja di sini selama 2 tahun. Tapi dia masih sangat merasa takut jika melihat tuannya Zico. Bukan hanya dirinya, tapi semua pelayan yang ada di sini tunduk dan takut kepada Zico termasuk kepala pelayan-pak San.“Apa kau bilang? Bunuh diri? Maksudmu tikus kecil itu melakukan bunuh diri setelah menikah denganku?” tanya Zico dengan suara dinginnya.“Ma-maksud saya mu-mungkin Tuan.”Zico beranjak dari duduknya, dan melangkahkan kakinya menghampiri pelayan Sari yang berdiri ketakutan tak jauh darinya. “Dengar! Jika tikus kecil itu sampai benar-benar bunuh diri, kau yang akan disalahkan. Karena kau yang bertanggung jawab atas dirinya di rumah ini!”Pelayan Sari semakin ketakutan ketika mendengar ucapan yang dilontarkan Zico padanya. Selain itu tatapan tajam Zico juga semakin membuatnya gemetar ketakutan.Zico mendongakkan kepalanya ke atas. Dia melihat ke arah kamarnya yang saat ini berada Nara di dalamnya. “Aku tidak akan membiarkan dia mati dengan mudah, dia hanya akan mati atas keinginanku. Dan itu pun harus aku yang membunuhnya,” ucapnya.Zico lalu melangkahkan kakinya dengan cepat menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya. Dia harus memastikan keadaan Nara saat ini. Nara tidak boleh mati dengan mudah seperti keinginannya. Dia harus merasakan penderitaan yang sama sepertinya sewaktu dia masih berumur 19 tahun.“Bangun!” titah seseorang pada seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Gadis itu pun terbangun dengan perlahan, dia tersentak setelah mendengar suara seseorang yang dingin dan berat itu sedang membangunkannya. Dia mengucek-ngucek matanya, agar matanya itu mau terbuka dan melihat sosok pria yang saat ini sedang membangunkannya.“Tu-tuan Zico,” kagetnya, setelah matanya itu terbuka dengan sempurna dan melihat sosok yang saat ini tengah membangunkannya.“Cihh, kau bisa tidur dengan lelapnya?” tanya Zico dengan dinginnya.Nara menunduk, sebenarnya ketika memikirkan masalah antara papanya dan keluarga Zico. Dia tidak sadar bahwa dia ketiduran. Tapi, Nara kembali melihat sekelilingnya, bukankah dia semalam ada di sofa? Kok tiba-tiba dirinya terbangun di atas tempat tidur? Apa mungkin Zico yang memindahkannya ke sini? Eyyy tidak mungkin, seorang Zico mau memindahkan gadis yang di bencinya ke tempat yang lebih nyaman? Dia mungkin memang akan melakukannya tapi bukan memindahkan ke
Zico masuk ke ruang kerjanya. Saat ini pikirannya tengah sangat kacau, dia kembali mengingat pembicaraannya dengan dokter yang merawatnya tadi. 1 jam yang laluDokter jiwa bernama Rifky itu membawa Zico ke ruangannya. Seperti yang tadi dia katakan pada Zico, bahwa ada yang ingin dia beritahukan padanya.Rifky mempersilakan Zico untuk duduk di kursi yang sudah ada di ruangannya, sedangkan Jo berdiri dengan setianya di samping Zico. Saat Rifky duduk di kursinya, terlihat raut penyesalan dari wajah dokter Rifky ketika dia hendak menyampaikan apa yang ingin dia katakan.“Ada apa dokter Rifky?” tanya Zico.Dokter Rifky menaruh kedua tangannya di atas meja kerjanya, dia menautkan kedua tangannya itu satu sama lain. Dia takut, apa yang akan dia sampaikan ini bisa membuat Zico marah dan itu akan berbahaya untuknya. Di negara ini, siapa yang tidak tahu Zico Alexander Tan, orang yang berkuasa. Dan siapa pun takluk padanya. Dia memiliki tangan kanan hebat yang setia padanya seperti Jonatha
Namun, tiba-tiba tatapan itu kembali menajam. Terlihat kebengisan yang sangat jelas dari ekspresi itu. Zico mengangkat tangannya dan menjepit pipi Nara dengan sangat kuatnya. “Kau pikir, siapa yang membuatnya menjadi seperti itu, hah?!” tanyanya dengan nada marah. “Papamu, papamu yang melakukannya. Jika dia tidak menghancurkan keluargaku dan membuat papaku bunuh diri, dia tidak akan menjadi seperti ini. Dan dia juga tidak akan membenciku! Dia tidak akan mengusirku, dia tidak akan membuangku. Kau pikir ini ulah siapa? Ayahmu yang membuat ini semua, dan putrinya sekarang ingin menenangkanku? Tidak kah menurutmu ini lucu. Jawab aku? Bukankah ini lucu?!” tanyanya dengan marah.Nara membelalakkan matanya saat melihat Zico yang dipenuhi dengan amarah. Tapi kemarahan ini berbeda, dia memang marah bahkan sangat marah. Tapi mata itu, terlihat sangat jelas dari mata itu bahwa dia juga menahan luka yang sama besarnya dengan kemarahannya. “Aku ... aku hanya ingin menenangkanmu saja,” ujarnya d
Dengan masih merasakan perasaan terkejut, Nara semakin mendekati Haruna yang memang sedang tertidur karena pengaruh obat penenang. Nara kembali memandang intens wajah dari wanita di hadapannya itu. Menurutnya wajahnya tidak banyak berubah, dia masih terlihat sangat cantik sama seperti yang ada di foto itu, yang berubah hanya dari kulitnya saja yang terliat menua. Memangnya siapa yang bisa merubah faktor usia, jika usia bertambah maka kedewasaan juga bertambah termasuk semakin menuanya kulit.Tapi, walaupun begitu Nara mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh Haruna, kecantikan alami yang luar biasa. Sekarang Nara mengerti, dari mana Zico memperoleh ketampanannya yang luar biasa itu.Tanpa sadar tangan Nara terangkat, di dalam hatinya dia sangat ingin menyentuh puncak kepala dari Haruna, karena walau bagaimanapun Haruna tetaplah ibu mertuanya. Walaupun dirinya dan Zico menikah karena paksaan. Tapi, ibu mertuanya ini tidak salah. Bahkan tidak tahu apa pun yang terjadi antara dirinya da
Melihat Zico memasuki bangunan itu, Nara juga ingin mengikutinya. Namun, saat dia melihat ke sekelilingnya dia pun menyadari bangunan apa ini. “Ini, ini kan rumah sakit jiwa,” gumamnya, “kenapa? Kenapa Zico ke sini? Siapa yang sedang di rawat di sini?”Merasa sangat penasaran, Nara juga mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah sakit jiwa itu. Dia berusaha sebaik mungkin untuk menjaga jarak dari Zico dan Jo. Karena dia tidak mau sampai Zico maupun Jo menyadari kehadirannya.Nara menghentikan langkahnya, saat melihat Zico dan Jo juga berhenti. Terlihat mereka yang sedang berbicara dengan seorang pria yang memakai jas dokter. Sepertinya pria itu adalah dokter yang mengurus orang yang saat ini ingin Zico temui. Tapi siapa, siapa orang yang ingin Zico temui di sini. Rasa penasaran Nara semakin memuncak, dia sangat ingin tahu siapa orang yang dirawat di sini dan ingin Zico temui. Apakah itu ada hubungannya dengan jawaban dari pertanyaannya?Nara kembali melanjutkan langkahnya, saa
Nara memberhentikan larinya tepat di hadapan Zico. Dia mendongak dan memandang Zico dengan lekat. “Tuan, bolehkah saya pergi keluar?” Izinnya.Zico mengernyit sesaat setelah mendengar permintaan dari Nara. “Tidak boleh!” jawabnya tegas.Nara langsung tersentak, setelah mendengar jawaban pasti dari Zico. “Kenapa?” tanyanya lagi.“Karena kau pasti sedang mencari kesempatan untuk melarikan diri,” jawab Zico.“Tidak, aku sungguh tidak akan melarikan diri. Bukankah aku sudah berjanji padamu. Kalau aku tidak akan pernah melarikan diri lagi.”“Ucapanmu tidak bisa kupercaya,” ujar Zico.Nara merasa sangat kesal dengan pria di hadapannya ini, kenapa dia sangat takut kalau dirinya akan melarikan diri. ‘Apakah dia sangat tidak rela kalau tidak menyiksaku. Atau jika aku melarikan diri dia tidak bisa membunuhku,’ batinnya. “Percayalah padaku, aku hanya ingin keluar sebentar. Aku ingin menikmati udara segar di luar. Aku bersumpah, aku tidak akan melarikan diri.” Dengan sekuat tenaganya Nar