Kehidupan Nara Juliana Putri berubah 180° saat melihat kedua orang tuanya dan juga adiknya terbunuh di dalam rumahnya sendiri. Terlebih ia harus merelakan hidupnya untuk menjadi istri dari Zico Alexander Tan yang merupakan iblis pembantai keluarganya. Hal itu harus Nara lakukan, selain untuk menyelamatkan dirinya dari budak ranjang tidak sah pria itu, juga untuk menyelidiki motif sebenarnya dari iblis pembantai keluarganya. "Sa-sakit," ringis Nara. "Sakit?" Zico semakin mengencangkan jepitan tangannya pada pipi Nara. "Aku akan tunjukkan, seperti apa itu rasa sakit yang sebenarnya!" lanjutnya dengan tatapan penuh amarah. Seperti apa kehidupan pernikahan Zico dan Nara? Apakah Nara bisa meluluhkan hati Zico yang sudah membeku? Dan apakah dia berhasil mengetahui alasan Zico membunuh semua keluarganya? Silakan dibaca ....
Lihat lebih banyak“Hah, hah." Deruan Nafas memburu keluar dari mulut kecilnya, terdengar begitu jelas dan mencekat. Nara berlari dengan sekuat tenaganya di tengah guyuran hujan yang deras, kaki kurusnya yang mungil sudah tidak kuat untuk berlari lagi sehingga mulai mengendur. Suara nafasnya yang terengah-engah menandakan, selain merasa kelelahan Nara juga merasa ketakutan.
“Ahhh,” ringisnya. Saat kakinya terpeleset dan membuatnya terjatuh karena jalanan yang licin oleh air hujan.Nara melihat ke arah belakangnya, dan berusaha dengan sekuat tenaganya untuk kembali berdiri. Kakinya sudah tidak bisa diajak bekerja sama lagi, rasa lelah yang semakin terasa juga rasa sakit akibat terjatuh tadi, membuat kakinya tidak mau berlari dengan benar bahkan sudah terpincang-pincang.Dia menghentikan larinya, dan melihat ke sana kemari untuk mencari tempat persembunyian dari orang-orang yang sedang mengejarnya, karena sungguh dia sudah tidak sanggup lagi untuk berlari.Nara menghentikan pandangannya pada sebuah pohon besar dan rindang. Dia berpikir pohon itu akan cukup untuk melindungi dirinya selain dari guyuran hujan juga dari orang-orang yang saat ini tengah mengejarnya.Dengan kaki yang sudah terpincang-pincang, Nara berusaha untuk mencapai pohon itu. Dengan terus melihat ke belakang, dia berusaha mempercepat langkahnya agar cepat sampai pada pohon besar yang tak jauh darinya.Nara duduk meringkuk saat sudah berhasil berada di bawah pohon besar itu, air matanya jatuh membasahi pipinya yang basah karena air hujan, dia menggigiti kukku jarinya untuk menghilangkan rasa takut juga rasa dinginnya dari guyuran hujan.“Papa, mama, Najwa. Sebenarnya apa ini semua, kenapa orang-orang itu tega menghabisi kalian, hiks hiks,” ucapnya sambil menangis. Tubuhnya langsung bergetar hebat ketika dia mengingat apa yang baru saja dialaminya.1 jam yang lalu. Sebuah mobil berwarna merah berhenti tepat di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah, terlihat pintu sebelah kiri mobil itu terbuka, lalu turunlah sesosok gadis cantik dengan balutan jeans berwarna biru dan kemeja yang berwarna merah muda.Gadis lainnya yang masih berada di dalam mobil itu membuka kaca mobilnya dan berbicara dengan gadis yang baru saja turun dari mobilnya itu. “Nar, kalo gitu gue pulang ya. Sampai jumpa besok,” ujar Kiara.“Oke, sampai jumpa besok,” jawab Nara. Dia melambaikan tangannya saat melihat sahabatnya Kiara mulai melajukan kembali mobilnya dan meninggalkan kawasan rumahnya.Nara tersenyum dan berbalik, dia memencet bel di depan pintu gerbangnya berharap satpam penjaga rumahnya segera datang dan membukakan pintu gerbangnya. Namun, sudah berkali-kali dia memencet bel rumahnya. Tapi satpam penjaga rumahnya itu tak kunjung datang untuk membukakan pintu gerbangnya. "Lohh pak Karman ke mana ya, kok gak dateng-dateng,” gumamnya bingung.Nara lalu mencoba melihat pintu gerbangnya itu. “Ehh enggak dikunci? Tumben?” bingungnya.Dia pun memasukkan tangannya ke sela-sela pintu gerbang itu dan membuka gerbangnya sendiri. Saat masuk ke dalam dan melangkahkan kakinya hendak menuju rumahnya, Nara kembali melihat ke arah belakangnya dan memperhatikan pintu gerbang rumahnya, dia merasa aneh karena biasanya pintu gerbang rumahnya itu selalu dikunci, tapi kenapa hari ini justru tidak.Dengan menepis semua pikiran buruknya, Nara pun kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam rumah. Sebelum masuk, Nara menyempatkan diri untuk mampir ke pos satpam, dia mencari satpam penjaga rumahnya itu. Namun nihil, karena tidak ada siapa-siapa di sana.“Lohh, kok pak Karman enggak ada. Dia ke mana ya, ini kan udah malem, masa dia keluar. Kan harusnya jagain rumah.” Nara semakin merasa ganjil dan khawatir dengan apa yang sekarang dia lihat. “Ada apa ya? Kok perasaanku gak enak, semoga aja gak terjadi apa-apa.”Dengan perasaan tidak tenangnya, Nara kembali melanjutkan langkahnya. Dia hendak mengetuk pintu rumahnya, namun hal itu dia urungkan saat melihat pintu rumahnya yang sedikit terbuka.“Terbuka lagi? Kok tumben gak dikunci, tadi pintu gerbang juga gak dikunci. Sebenarnya ada apa ini, kok perasaanku semakin enggak tenang.” Nara semakin merasa khawatir dengan keluarganya, tanpa banyak basa basi lagi, dia pun masuk ke dalam rumahnya. Tampak di dalam begitu gelap, seakan-akan tidak satu pun orang yang berada di rumah ini. “Kok gelap banget, apa jangan-jangan ada maling?” paniknya.Nara melanjutkan langkahnya secara perlahan, dia tidak berani menyalakan lampu. Karena jika memang benar ada pencuri, kemungkinan nyawanya akan dalam bahaya. Dia lebih memilih untuk jalan mengendap-endap dan berteriak sekeras mungkin jika memang benar ada pencuri di rumahnya. Pandangannya lalu tertuju pada salah satu ruangan yang terang. Dimana hanya ruangan itulah yang memiliki cahaya.“Ehh kok di ruang keluarga lampunya nyala, apa jangan-jangan malingnya lagi beraksi di sana?” gumamnya. Dengan perasaan takut, Nara pun berjalan perlahan menghampiri ruang keluarga yang tadi dia maksud.Pupil matanya melebar, saat mendapati segerombol pria yang memakai pakaian serba hitam sedang berkumpul di ruang keluarga rumahnya. “Si-siapa mereka,” gumamnya pelan. Nara semakin melebarkan matanya, ketika melihat lantai ruang keluarganya yang penuh dengan darah. “A-apa warna merah yang berceceran di lantai ini.”Nara menajamkan pandangannya pada segerombolan pria yang sekarang masih berdiri di ruang keluarganya, pandangannya itu lalu turun ke bawah kaki pria-pria itu dan betapa terkejutnya dia, saat melihat ada tiga orang yang terkulai lemah berada di bawah kaki mereka dengan penuh darah. Nara menutup mulutnya dengan kedua tangannya saat menyadari bahwa orang-orang yang dipenuhi dengan darah itu adalah kedua orang tuanya dan juga adiknya.“Papa, mama, Najwa,” gumamnya lagi. Namun, sepertinya gumamannya itu didengar oleh salah seorang dari pria berpakaian hitam itu.Nara yang menyadari itu langsung berjongkok dan bersembunyi di balik sofa besarnya. Dia menutup rapat mulutnya dengan kedua tangannya, karena jika tidak seperti itu dia yakin orang-orang itu pasti akan mendengar tangisannya.“Jo, bukankah harusnya masih ada satu tikus lagi?” Suara dingin Zico yang merupakan bos dari segerombol orang itu mengagetkan Nara yang sedang berusaha untuk menghindar dan bersembunyi.“Benar Tuan, seharusnya masih ada satu lagi. Yaitu, putri sulung mereka yang bernama Nara,” jawab laki-laki bernama Jo, yang merupakan tangan kanan dari Zico.“Hmm, sepertinya tikus itu sekarang sedang bersembunyi, tapi sepertinya tikus kecil itu tidak bisa bersembunyi dengan baik.” Zico dengan perlahan melangkahkan kakinya mendekati sofa besar tempat Nara bersembunyi.Nara yang mendengar ucapan Zico langsung bergetar ketakutan. Air matanya mengalir dengan derasnya, dia masih berusaha untuk menutup mulutnya agar tidak menimbulkan bunyi apa pun. Namun, ketika dia mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya, dia yakin bahwa satu dari orang itu telah menyadari keberadaannya. Nara menutup matanya, dia harus memutuskan sesuatu, tetap duduk di sana dan bersembunyi, atau sekuat tenaga melarikan diri.Detak jantungnya semakin bergemuruh saat menyadari langkah kaki yang semakin dekat ke arahnya. Dengan tekad yang sudah bulat, Nara membuka kembali matanya dan langsung berlari keluar dari ruang keluarga rumahnya itu.“Tuan, wanita itu. Sepertinya dia adalah Nara, putri sulung dari Aryo Suharja,” ucap Jo yang melihat Nara melarikan diri.Zico menunjukkan smirknya saat melihat Nara yang berlari dengan cepatnya tanpa menoleh lagi ke belakang. “Larilah tikus kecil! Mau sejauh mana pun kau melarikan diri, kau pasti akan aku tangkap,” ucapnya dengan seringai di bibirnya.“Dengar Jo, kejar gadis itu sampai dapat. Karena aku tidak akan melepaskan satu pun orang yang memiliki hubungan darah dengan Aryo Suharja!”“Baik Tuan.”***Nara menggeleng dengan air matanya yang berderai setelah mengingat kejadian tadi. Ia kembali mengintip dari balik pohon orang-orang yang sedang mengejarnya. Dia merasa semakin ketakutan saat melihat orang-orang berpakaian serba hitam itu mulai mendekat pada tempat persembunyiannya.“Papa, mama. Nara harus bagaimana, Nara takut,” ucapnya dengan terisak.Tidak ada jalan lain lagi, selain dia harus melanjutkan larinya dan menjauh dari iblis-iblis itu. Nara pun berdiri, dia berjalan mundur untuk memastikan terlebih dahulu bahwa orang-orang itu tidak melihatnya.Dug! Nara terperanjat dan langkahnya terhenti saat dia merasa telah menabrak tubuh seseorang, seketika jantungnya langsung berdetak dua kali lebih cepat.Dengan tubuh bergetar dan rasa takut dihatinya. Nara memberanikan diri mendongakkan wajahnya untuk melihat tubuh siapa yang dia tabrak. “K-k-kau,” ucapnya terbata dengan pupil matanya yang melebar, saat mengetahui siapa orang yang sudah dia tabrak.“Bangun!” titah seseorang pada seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Gadis itu pun terbangun dengan perlahan, dia tersentak setelah mendengar suara seseorang yang dingin dan berat itu sedang membangunkannya. Dia mengucek-ngucek matanya, agar matanya itu mau terbuka dan melihat sosok pria yang saat ini sedang membangunkannya.“Tu-tuan Zico,” kagetnya, setelah matanya itu terbuka dengan sempurna dan melihat sosok yang saat ini tengah membangunkannya.“Cihh, kau bisa tidur dengan lelapnya?” tanya Zico dengan dinginnya.Nara menunduk, sebenarnya ketika memikirkan masalah antara papanya dan keluarga Zico. Dia tidak sadar bahwa dia ketiduran. Tapi, Nara kembali melihat sekelilingnya, bukankah dia semalam ada di sofa? Kok tiba-tiba dirinya terbangun di atas tempat tidur? Apa mungkin Zico yang memindahkannya ke sini? Eyyy tidak mungkin, seorang Zico mau memindahkan gadis yang di bencinya ke tempat yang lebih nyaman? Dia mungkin memang akan melakukannya tapi bukan memindahkan ke
Zico masuk ke ruang kerjanya. Saat ini pikirannya tengah sangat kacau, dia kembali mengingat pembicaraannya dengan dokter yang merawatnya tadi. 1 jam yang laluDokter jiwa bernama Rifky itu membawa Zico ke ruangannya. Seperti yang tadi dia katakan pada Zico, bahwa ada yang ingin dia beritahukan padanya.Rifky mempersilakan Zico untuk duduk di kursi yang sudah ada di ruangannya, sedangkan Jo berdiri dengan setianya di samping Zico. Saat Rifky duduk di kursinya, terlihat raut penyesalan dari wajah dokter Rifky ketika dia hendak menyampaikan apa yang ingin dia katakan.“Ada apa dokter Rifky?” tanya Zico.Dokter Rifky menaruh kedua tangannya di atas meja kerjanya, dia menautkan kedua tangannya itu satu sama lain. Dia takut, apa yang akan dia sampaikan ini bisa membuat Zico marah dan itu akan berbahaya untuknya. Di negara ini, siapa yang tidak tahu Zico Alexander Tan, orang yang berkuasa. Dan siapa pun takluk padanya. Dia memiliki tangan kanan hebat yang setia padanya seperti Jonatha
Namun, tiba-tiba tatapan itu kembali menajam. Terlihat kebengisan yang sangat jelas dari ekspresi itu. Zico mengangkat tangannya dan menjepit pipi Nara dengan sangat kuatnya. “Kau pikir, siapa yang membuatnya menjadi seperti itu, hah?!” tanyanya dengan nada marah. “Papamu, papamu yang melakukannya. Jika dia tidak menghancurkan keluargaku dan membuat papaku bunuh diri, dia tidak akan menjadi seperti ini. Dan dia juga tidak akan membenciku! Dia tidak akan mengusirku, dia tidak akan membuangku. Kau pikir ini ulah siapa? Ayahmu yang membuat ini semua, dan putrinya sekarang ingin menenangkanku? Tidak kah menurutmu ini lucu. Jawab aku? Bukankah ini lucu?!” tanyanya dengan marah.Nara membelalakkan matanya saat melihat Zico yang dipenuhi dengan amarah. Tapi kemarahan ini berbeda, dia memang marah bahkan sangat marah. Tapi mata itu, terlihat sangat jelas dari mata itu bahwa dia juga menahan luka yang sama besarnya dengan kemarahannya. “Aku ... aku hanya ingin menenangkanmu saja,” ujarnya d
Dengan masih merasakan perasaan terkejut, Nara semakin mendekati Haruna yang memang sedang tertidur karena pengaruh obat penenang. Nara kembali memandang intens wajah dari wanita di hadapannya itu. Menurutnya wajahnya tidak banyak berubah, dia masih terlihat sangat cantik sama seperti yang ada di foto itu, yang berubah hanya dari kulitnya saja yang terliat menua. Memangnya siapa yang bisa merubah faktor usia, jika usia bertambah maka kedewasaan juga bertambah termasuk semakin menuanya kulit.Tapi, walaupun begitu Nara mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh Haruna, kecantikan alami yang luar biasa. Sekarang Nara mengerti, dari mana Zico memperoleh ketampanannya yang luar biasa itu.Tanpa sadar tangan Nara terangkat, di dalam hatinya dia sangat ingin menyentuh puncak kepala dari Haruna, karena walau bagaimanapun Haruna tetaplah ibu mertuanya. Walaupun dirinya dan Zico menikah karena paksaan. Tapi, ibu mertuanya ini tidak salah. Bahkan tidak tahu apa pun yang terjadi antara dirinya da
Melihat Zico memasuki bangunan itu, Nara juga ingin mengikutinya. Namun, saat dia melihat ke sekelilingnya dia pun menyadari bangunan apa ini. “Ini, ini kan rumah sakit jiwa,” gumamnya, “kenapa? Kenapa Zico ke sini? Siapa yang sedang di rawat di sini?”Merasa sangat penasaran, Nara juga mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah sakit jiwa itu. Dia berusaha sebaik mungkin untuk menjaga jarak dari Zico dan Jo. Karena dia tidak mau sampai Zico maupun Jo menyadari kehadirannya.Nara menghentikan langkahnya, saat melihat Zico dan Jo juga berhenti. Terlihat mereka yang sedang berbicara dengan seorang pria yang memakai jas dokter. Sepertinya pria itu adalah dokter yang mengurus orang yang saat ini ingin Zico temui. Tapi siapa, siapa orang yang ingin Zico temui di sini. Rasa penasaran Nara semakin memuncak, dia sangat ingin tahu siapa orang yang dirawat di sini dan ingin Zico temui. Apakah itu ada hubungannya dengan jawaban dari pertanyaannya?Nara kembali melanjutkan langkahnya, saa
Nara memberhentikan larinya tepat di hadapan Zico. Dia mendongak dan memandang Zico dengan lekat. “Tuan, bolehkah saya pergi keluar?” Izinnya.Zico mengernyit sesaat setelah mendengar permintaan dari Nara. “Tidak boleh!” jawabnya tegas.Nara langsung tersentak, setelah mendengar jawaban pasti dari Zico. “Kenapa?” tanyanya lagi.“Karena kau pasti sedang mencari kesempatan untuk melarikan diri,” jawab Zico.“Tidak, aku sungguh tidak akan melarikan diri. Bukankah aku sudah berjanji padamu. Kalau aku tidak akan pernah melarikan diri lagi.”“Ucapanmu tidak bisa kupercaya,” ujar Zico.Nara merasa sangat kesal dengan pria di hadapannya ini, kenapa dia sangat takut kalau dirinya akan melarikan diri. ‘Apakah dia sangat tidak rela kalau tidak menyiksaku. Atau jika aku melarikan diri dia tidak bisa membunuhku,’ batinnya. “Percayalah padaku, aku hanya ingin keluar sebentar. Aku ingin menikmati udara segar di luar. Aku bersumpah, aku tidak akan melarikan diri.” Dengan sekuat tenaganya Nar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen