Share

4. Meluluhkan Hati Ayah

“Papa, please …” Clarabelle tahu, ayahnya tidak setuju dengan keputusannya.

“Apa kamu tidak punya teman pria yang baik, yang kamu kenal, sampai kamu harus menikahi orang asing?” Adriano menatap tajam pada Clarabelle. Apakah dia membuat permintaan yang salah sehingga putrinya memutuskan melakukan hal ini? Akan lebih baik kalau dia menjodohkan Clarabelle dengan anak temannya yang sudah pasti dia tahu siapa mereka.

“Papa, para ahli akan menemukan orang yang tepat. Mereka melakukan dengan penelitian bukan sembarangan. Percaya aku, Pa, aku pasti akan mendapat pria yang baik sebagai suami.” Clarabelle membujuk ayahnya. Dia menjelaskan proses yang harus dia lewati hingga akhirnya tersaring dalam acara inti.

“Menikah itu harus di hadapan Tuhan, resmi disahkan pemilik hidupmu. Pernikahan dalam acara semacam itu, seperti permainan saja. Apa kamu tidak berpikir soal ini? Kamu lupa yang aku ajarkan tentang artinya pernikahan dan keluarga buat kamu?” Adriano marah dengan keputusan Clarabelle.

Dia memang ingin Clarabelle segera menikah, sebelum dia meninggalkan semua ini karena penyakit yang dia derita. Namun bukan dengan cara seperti ini juga putri tunggalnya itu akan masuk dalam mahligai rumah tangga. Ini sebuah kesalahan!

“Papa …” Clarabelle memandang papanya. Dia tidak mungkin mundur. Dia hanya harus bisa meyakinkan papanya, jika dia mengambil langkah yang benar.

“Aku mau tidur.” Adriano menutup mata meminta Clarabelle keluar dari kamarnya. Dia masih belum bisa paham bagaimana Clarabelle bisa nekat seperti itu.

Dengan lesu Clarabelle meninggalkan Adriano, masuk dalam kamarnya. Semakin gundah, Clarabelle bersimpuh di sisi ranjang dan berdoa. Sepenuh hati dia minta damai mengaliri hatinya. Jika pilihan ini bukan sebuah kesalahan, dia minta Tuhan melunakkan hati papanya sebelum para ahli itu akan datang ke rumah untuk melihat kenyataan hidupnya.

*****

Kegalauan Clarabelle berbanding terbalik dengan pria tampan yang sedang ditantang dalam sebuah taruhan itu, Jordan.

Senyum lebar menghiasi bibir Jordan. Senyum kemenangan muncul di sana. Dia berdiri di depan teman-temannya dan menunjukkan bukti dia masuk sebagai calon mempelai di acara reality show yang akan segera tayang di TV. Ketiga temannya setengah melompat tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

“Are you crazy?” ujar Ronald dan Louie bersamaan.

“Hei, ini curang! Bukan begini cara kamu mendapatkan istri!” Warren menyahut dengan kesal. Dia bisa melihat kekalahan ada di depan mata. Jordan akan segera menikah.

“Apanya yang curang? Aku akan mendapatkan wanita untuk menjadi istriku. Apa lagi? Tidak ada persyaratan apapun dalam taruhan kita tentang bagaimana aku mendapatkan wanitaku. Bersiaplah, kalian harus membiayai bulan maduku dengan istri tercinta.” Senyum kemenangan makin lebar di wajah Jordan.

“Gila! Kamu harus bicara pada orang tuamu, Jordan! Apa mereka akan menerima ini?” Louie memandang Jordan.

Para pria itu sangat tahu karakter keluarga Hayden. Mereka tidak akan membiarkan orang sembarangan masuk dalam kalangan keluarga. Ikut acara ini, para ahli tentu bisa memberikan wanita manapun untuk menjadi pengantin Jordan. Memang tidak asal wanita, tetapi apakah memang memenuhi kriteria keluarga Hayden?

“Siapa yang bilang orang tuaku harus tahu?” Dengan santai Jordan menjawab.

Ketiga temannya itu berpandangan. Mereka belum paham dengan yang Jordan maksud. Jordan menjelaskan, dia hanya akan mengirim kabar saja kalau dia akan menikah. Tapi dia tidak akan meminta orang tua atau keluarga besarnya datang. Dia sudah merekayasa sedemikian sehingga para ahli memahami situasi dirinya yang rumit. Lalu para saksi dalam acara itu cukup teman-teman Jordan saja.

“You are really nut!” Ronald menggeleng-geleng tak percaya dengan yang Jordan katakan. Ternyata taruhan itu membuat mereka melihat Jordan lebih kacau dari yang mereka pikirkan.

“Keluargamu akan menggantung kami …”

“Just close your mouth, Ron!” sahut Jordan. Ketiga temannya tidak tahu harus bicara apa.

“Oke, Guys, saksikan aku di acara bergengsi itu. Kita akan lihat, aku berdiri di altar menunggu mempelai yang cantik dan aduhai. Kalian akan iri denganku. Jadi, berikan tiketku untuk berbulan madu. Jangan ingkar janji!” Dengan sedikit mengejek, Jordan berdiri. Dia teguk isi gelasnya yang tinggal separuh hingga gelasnya kosong. Lalu dia melangkah ke lantai dansa. Ellen ada di sana.

Ketiga temannya hanya menatap nanar. Sama sekali mereka tidak mengira akan kalah telak sebelum tiga bulan waktu yang mereka minta. Jordan sudah pasti menang.

“Guys, kenapa kita jadi terlihat bodoh di depan Jordan? Kurasa kita masih bisa mengulur waktu untuk membuktikan dia menang atau tidak.” Warren memandang kedua temannya.

“What do you mean?” ujar Louie.

“Pernikahan memang terjadi katakanlah. Tetapi, kita tidak akan menganggap Jordan menang, jika dia tidak menyelesaikan pernikahan hingga reality show berakhir. Bagaimana?” Ide itu muncul di kepala Warren. Karena bisa saja terjadi Jordan mengundurkan diri, tetapi pernikahan tetap sudah dilangsungkan di awal acara.

“Oke, deal.” Ronald mengulurkan tangan. Kedua temannya menyambut usul itu. Mereka sepakat. Jordan baru dapat dikatakan menang, jika acara usai dan pernikahan Jordan masih berlanjut. Hadiah bulan madu pun akan diberikan saat Jordan dan istrinya sudah pulang dari acara itu.

PR mereka, menunggu hari H, saat Jordan menggandeng wanita asing dan menikahinya. Sepertinya itu akan jadi hari paling seru yang mereka nanti!

*****

Beberapa hari Adriano memilih diam. Dia terus berpikir mengapa Clarabelle nekat mencari suami dengan cara aneh begitu. Apa mungkin akan Adriano restui? Hingga tiga malam Adriano hampir tidak bisa tidur dan itu memicu kondisinya menurun. Tekanan darahnya naik, dia kembali melemah.

Clarabelle menjadi cemas. Rasa bersalah muncul di hatinya. Papa jadi sakit karena memikirkan persoalan pernikahan yang tidak wajar yang Clarabelle akan lakukan. Apa lebih baik dia mengurungkan niatnya? Mungkin sebaiknya dia mengundurkan diri saja dan membatalkan keikutsertaannya dalam acara At the First Time I Meet You.

Pagi itu, Clarabelle mengantarkan sarapan ke kamar papanya, sebelum dia berangkat bekerja. Dengan hati gundah dia menemui Adriano. Dia sudah berniat akan menghubungi tim acara At the First Time I Meet You untuk mengundurkan diri.

“Papa, sarapan dulu.” Clarabelle membantu Adriano duduk bersandar pada bantal, lalu Clarabelle mulai menyuapinya.

Sementara Clarabelle membantunya makan, Adriano terus menatap wajah ayu yang tampak suram itu.

“I am sorry, Pa.” Clarabelle menghela nafas dan melihat Adriano. “Hari ini aku akan menghubungi kru acara dan membatalkan rencanaku …”

“No. Honey, I am sorry.” Adriano memegang tangan Clarabelle. Mendengar ucapan itu, Clarabelle menatap lurus pada Adriano. “Kamu benar. Para ahli itu tahu orang yang tepat buat kamu. Mereka pasti tidak akan sembarangan, karena menyangkut hidup dua anak manusia yang akan masuk dalam hubungan sehidup semati.”

Clarabelle cukup terkejut mendengar kata-kata Adriano. Sungguhkah papanya rela, menerima keinginan Clarabelle?

“Papa setuju. Tapi berjanjilah, kamu akan minta pria itu menikahi kamu di hadapan Pastor, restu dari Tuhan itu jauh lebih penting daripada upacara yang disahkan negara. Jika Tuhan yang menyatukan, berkat surga itu menyertai.” Adriano merasa berat, tetapi dia sudah memikirkannya lebih jauh.

Kondisi Andriano kembali memburuk. Jika ini terus berlangsung, dan tiba-tiba dia harus pergi untuk selamanya, dia belum tahu siapa pendamping Clarabelle, itu akan membuat dia tidak tenang.

“Papa …” Clarabelle tidak yakin mendengar ini dari Adriano. Dia menyetujui rencana Clarabelle. Hati Clarabelle campur aduk. Lega, tetapi juga ada rasa takut. Tapi dia tidak akan mundur. Ini adalah jawaban doanya. Sebelum para ahli datang ke rumah, Adriano telah memberikan restunya.

“Thank you, Pa. Thank you.” Clarabelle memeluk Adriano. Langkahnya sedikit lebih ringan. Clarabelle timggal menyiapkan hati menuju hari di mana dia akan bertemu pria yang akan menjadi pendamping hidupnya di hari pernikahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status