“Kamu tunggu di sini, ya. Aku cari dulu di mana mainannya. Carina pasti meletakkannya sembarangan,” perintah Vela saat ia dan Eridan masuk ke rumah.
“Oke! Jangan lama-lama, ya!”
Anak laki-laki itu pun menurut dan langsung duduk di ruang tamu. Sambil celingak-celinguk, ia mengetuk-ngetuk jari pada batas celana merahnya di lutut.
“Mainan ular yang seperti asli? Seperti apa bentuknya?” gumam bocah itu seraya mengingat penjelasan Vela tadi pagi. Selang beberapa detik, ia pun berteriak. “Sudah ketemu belum, Vel?”
“Belum! Sabar!”
Eridan kecil pun berdecak dan melangkah masuk ke ruang tengah. Ketika ia melewati lemari TV, kakinya berhenti. Matanya tertuju pada ular kecil berwarna hijau yang melintang di dekat kaki lemari.
“Loh? Ini mainannya. Vel, sudah ketemu. Ada di sini.” Dengan berani, Eridan mencengkeram ekor ular dan membawanya menemui Vela.
Di saat yang hampir bersamaan, gadis kecil itu menghampiri dengan senyum semringah. Tangannya sedang m
Terima kasih sudah mengikuti cerita Vela dan Eridan hingga akhir. :D Tunggu *** selanjutnya dari Pixie, ya! Akan segera hadir. Jangan lupa follow IG @pixielifeagency untuk info terbaru tentang karya Pixie. Happy and healthy always!!!
“Akh! Sakit, Ridan! Pelan-pelan masuknya,” pekik Vela sembari meringis. Mata bulatnya kini melotot jengkel.“Ini pelan, kok. Sekarang, jangan gerak-gerak, ya! Tadi aku sudah masuk sedikit. Karena kamu bergerak, ini jadi keluar lagi,” timpal Eridan sambil tetap fokus dengan tangannya.
“Oma … Virgo datang!” sapa perempuan dengan perhiasan lengkap itu ceria. Berbeda dengan penyambutan terhadap Vela yang sangat tegang, senyum sang nenek kini malah terbentang lebar. Dengan penuh semangat, wanita tua itu menepuk-nepuk punggung cucu kesayangannya.“Cucu Oma yang paling cantik ini selalu saja penuh kejutan. Terima kasih, ya, sudah datang,” ucap sang nenek sukse
Lengkung bibir Vela otomatis berubah datar. Ares merupakan orang yang paling ingin dihindarinya. Namun kini, perempuan itu tidak punya pilihan lain. Dirinya harus tetap sopan meski hatinya meminta pergi. Tanpa ia ketahui, Ridan juga sedang memasang tampang tak senang. Laki-laki itu sadar bahwa Ares bukanlah pria yang layak untuk sahabatnya.“Ini cowok yang mau dijodohkan denganmu?” bisik Ridan yang masih terdengar oleh Ares. “Kok, bisa?”&ldq
Vela terduduk lesu di kursi dekat meja rias milik sepupunya. Dengan kepala tertunduk dan bahu terkulai, perempuan itu hanya mampu menatap lantai. Tanpa sadar, setetes air mata bergulir menuruni pipinya.
Vela membeku di hadapan Ridan yang berlutut memegangi tangannya. Dengan tampang minim senyum, sulit untuk memastikan apakah pria itu bercanda atau tidak. Namun dengan cincin bermata satu yang berkilauan di tangannya, lamaran itu tentu bukan main-main.“K-kenapa kamu tiba-tiba melamarku? Kamu dipaksa Oma?” tanya Vela dengan canggung. Tanpa diduga, Eridan menggeleng santai.
“Sekarang, kamu tahu caranya berciuman,” ujar sang pria dengan senyum usilnya. Mendengar gurauan itu, pelupuk Vela akhirnya kembali berkedip.“Apa yang baru saja kamu lakukan? Kamu menciumku? Itu ciuman pertamaku, Ridan,” omel perempuan itu seraya menutupi mulut dengan tangan. Sangat disayangkan, bibir merah yang selalu dijaganya sudah tidak lagi suci. Sahabat terdekatnya telah menghancurkan fantasi indah Vela tentang ciuman p
“Karena aku cuma mau kasih keperawananku untuk laki-laki yang aku cinta. Prinsip itu masih sama, Ridan,” desah Vela mengharapkan pengertian. Sahabatnya pun terdiam sejenak.“Kamu melamarku … mengajak aku menikah bukan demi seks, kan? Hm?” tanya Vela dengan suara pelan. Selang keheningan sesaat, si calon suami akhirnya menghela napas panjang.
Keanehan mulai terjadi pada tubuh Vela. Selain debar jantung yang meningkat drastis, rasa gerah juga menyerang tubuhnya. Perempuan itu kini bergerak-gerak gelisah. Sesekali, desah lirih berembus dari mulutnya.“Ada apa, Vela?” tanya Ares sok perhatian.