Aksa dan Karina berada disebuah kafe, dihadapannya seorang pria duduk dengan tenang memandang mereka. Kedua pria itu tanpa sepengetahuan Karina saling berpandangan, sesaat terjadi perang dingin diantara mereka. Sedangkan sedari tadi, Karina tatapannya tidak lepas dari Aksa yang tidak menghiraukannya. Namun tangannya terpaut erat. Seakan tidak ingin melepaskan tangan gadis itu.
Di dalam benaknya, Karina sedang berpikir. Sebenarnya apa yang diinginkan pria ini? menciumnya didepan semua orang, bahkan di hadapan suami sahnya di mata negara.
“Aku tidak ingin mengatakan hal ini, tapi aku ingin kamu bercerai dengannya.”
Perkataan yang dilontarkan Aksa, membuat Karina membulatkan kedua matanya terkejut. Pria yang berada di hadapan mereka hanya tersenyum simpul, ia merasa lucu dengan keadaan ini.
“Kenapa aku harus melakukannya? Apa hakmu menyuruhku menceraikan istriku?”
Aksa mengangkat tangannya yang menggenggam erat tangan Karina.
“Karena kami saling mencintai dan sudah menikah di hadapan tuhan,” ujarnya berbohong, membuat Karina terperangah. Pria ini benar-benar gila, sebenarnya apa yang direncanakan olehnya. Ia tidak pernah habis pikir, ada pria senekat ini.
“Aksa...” bentak Karina dengan nada tertahan, ia benar-benar tidak sanggup lagi menghadapi pria ini yang begitu seenaknya. Mengatakan kebohongan yang ia tidak mengerti kenapa pria itu mengatakannya. Menikah, kapan mereka menikah di hadapan tuhan. Ini sungguh menggelikan. Karina hendak melepaskan tangannya, namun pria itu bersikeras menggenggamnya dengan erat.
“Saling mencintai,” pria itu yang tidak lain adalah Ferro, hanya bisa tertawa menanggapinya. “Sejak kapan kalian saling mencintai, dan walaupun kamu sudah menikah dengannya di hadapan tuhan. Tapi yang diakui negara sebagai suaminya yang sah adalah aku. Tuan Aksa...” ujar Ferro dengan nada penuh kemenangan. Karina memegangi kepalanya yang terasa pusing, ia seperti sebuah barang antik yang sedang diperebutkan.
Aksa terdiam sejenak seakan merasa terpojok, namun ia tersenyum membuat Ferro memandangnya curiga.
“Kamu tidak mencintainya kan? Gadis ini, aku tahu kamu tidak memiliki perasaan apapun pada gadis yang kamu anggap istrimu,” kata Aksa dengan sangat yakin, membuat Ferro merapatkan bibirnya. “Kalau kamu mencintainya, kamu sudah mati-matian mencarinya.”
Karina menghembuskan napas kasar. Ia tidak tahu harus berbuat apa sekarang, ia ingin mengakhiri pernikahan semunya dengan Ferro. Tapi, ia tidak ingin terjebak dengan pria yang kini berada di sampingnya. Di tatapnya lekat Aksa yang duduk di sampingnya. Pria ini masih mencintai mantannya, kalau ia terjebak dengannya. Entah apa yang akan terjadi padanya. Jatuh cinta disatu pihak itu sangat menyakitkan. Sangat, sangat menyakitkan.
“Kamu benar. Aku sama sekali tidak memiliki perasaan padanya.” Ucapan dari Ferro itu tidak membuat Aksa terkejut mendengarnya. Karena ia tahu, arti dari perjodohan yang dipaksa. “Tapi, aku tidak akan memberikannya padamu. Dia adalah istriku yang sah, aku tidak akan melepaskannya begitu saja.”
Aksa mengembuskan nafas pelan sambil menyunggingkan senyumnya. “Kalau begitu kamu egois,” kata Aksa. “Harusnya kamu bertanya pada istrimu, apa dia menyukaimu? Apa dia ingin menikah denganmu dan menjadi istrimu?”
Ferro terdiam, ia menatap ke arah Karina yang sedari tadi hanya memandangi Aksa tanpa henti. Aksa menoleh ke arahnya. “Kamu ingin menjadi istrinya atau kamu ingin menjadi istriku?” tanya Aksa dengan sikap santai. Ditanya hal seperti itu membuat Karina terpaku. Ia benar-benar bingung dengan semuai ini. Apa yang di inginkan pria disampingnya? Apa ini semacam balas dendam karena telah mengganggu ketenangan pria ini.
Karina beranjak dari tempat duduknya, dengan perasaan kesal. “Apa yang sebenarnya kalian inginkan. Apakah kalian menganggapku benda mati? Hingga kalian bisa melakukan sesuka hati kalian...”
“Kalau aku bersikap sesuka hatiku padamu. Aku tidak akan meminta keputusanmu.” Ucap Aksa dengan santai menanggapi kekesalan gadis di sampingnya. Itu membuat Karina semakin marah.
“Aku mengerti, lakukan saja sesukamu...” Ia berjalan keluar dari kafe meninggalkan kedua pria itu.
Di luar kafe Karina berdecak sebal. “Benar-benar keterlaluan, sebenarnya apa yang diinginkan pria itu. Dia benar-benar gila.” Karina menghentakkan kakinya dengan perasaan marah. Ia mengingat kembali perkataan Aksa padanya. Saat pria itu tiba-tiba mengajaknya menikah, mengaku telah menikahinya pada suami sahnya di depan hukum dan negara. Juga meminta dirinya memilih ingin menjadi istrinya atau istri Ferro.
Dengan perasaan kesal ia berjalan meninggalkan kafe pergi ke tempat yang tenang. Otaknya butuh ketenangan. Sementar di dalam kafe, kedua pria yang membuat kepala Karina hampir meledak hanya duduk dengan santai sambil menyesap coffe pesanan mereka.
“Apa yang sebenarnya kamu inginkan?” tanya Ferro menatap gelagak aneh yang ditunjukkan pria itu. “Kamu tahu dengan menikahinya, keluarganya akan semakin membenci keluargamu?”
“Jadi, kamu sudah tahu mengenai pertikaian keluargaku dan juga keluarganya?”
“Tentu saja, Tn. Rama begitu marah saat mengetahui putrinya dibawa lari oleh anak dari musuhnya sendiri,” ucap Ferro, Aksa hanya tersenyum datar menanggapinya.
“Maka dari itu, dia menyebarkan berita pernikahan putrinya yang gagal untuk membuat Karina menyerah dan pulang ke rumahnya tanpa paksaan?”
Ferro meletakkan gelas diatas meja setelah menyesap sedikit coffe latte-nya. “Iya, tapi sepertinya rencana itu tidak berjalan dengan baik.”
Aksa menatap lekat cangkir coffe dihadapannya dan termenung sejenak. Setelah mendapatkan telphone dari kakaknya, ia baru tahu kalau gadis yang sedang bersamanya adalah gadis dari keluarga yang sangat membenci keluarganya.
“Jadi, apa yang kamu inginkan dengan melakukan semua ini. Aku tahu, kamu tidak menyukainya?”
“Siapa yang mengatakan itu padamu, apa yang kamu tahu tentang perasaanku.? Aku akan memberitahukan padamu,” kata Aksa, ia mencondongkan tubuhnya ke arah Ferro dan berbisik. “Aku sangat menyukainya, makanya aku menikah dengannya.” Aksa beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke luar dari kafe meninggalkan begitu saja Ferro yang hanya diam tidak percaya mendengar semua ini. Bagaimana kalau ayah Karina tahu mengenai hal ini. Apa yang akan dilakukannya?
***
Di sebuah apartemen mewah, seorang gadis tengah duduk termenung di tempat tidur. Ia memegangi kepalanya pusing. Seseorang masuk ke dalam kamarnya, membuat ia terperanjat seketika menatap orang yang memandangnya khawatir.
“Ada apa denganmu? Setelah acara pertunangan itu, kamu terus melamun...” ucap seorang wanita yang umurnya lebih tua tiga tahun darinya.
“Tidak. Hanya saja, perasaanku tidak enak...” sahutnya, ia mencoba menarik senyum dibibir tipisnya. Namun tak sanggup menyembunyikan semua kekhawatiran yang ia rasakan saat ini.
“Apa kamu sedang memikirkan pria yang kamu campakan itu?” pertanyaan dari wanita yang kini duduk di sebelahnya membuat gadis itu terperanjat. Ia tampak gugup, walaupun berusaha untuk disembunyikan. Wanita yang tidak lain adalah kakak sepupunya itu akan tahu cepat atau lambat, karena ia tidak bisa menyembunyikan apapun padanya.
“Kalau itu yang membuatmu dari kemarin melamun, kenapa kamu tidak menemuinya?”
“Kak, bagaimana bisa aku menemuinya?”
“Kenapa tidak?”
Gadis yang tidak lain adalah Amanda menundukkan kepala sambil menarik napas dalam-dalam. “Dia pasti sangat membenciku.”
“Lalu, kamu mengkhawatirkan hal itu?”
“Aku tidak sanggup kalau harus bertemu dengannya nanti.”
Wanita itu menepuk pundak Amanda mencoba memberikan kekuatan untuk gadis itu terus berjalan ke depan tanpa menoleh ke belakang. Pada masa lalunya dengan pria yang telah ia campakkan.
“Aku tahu perasaanmu, tapi kamu jangan terlalu memikirkannya. Yang harus kamu pikirkan sekarang adalah hari pernikahanmu yang tinggal satu bulan lagi. kamu harus menyiapkan semuanya,” kata kakak-nya menasehati. Amanda hanya mengangguk lemah, kembali ia teringat perkataan Renita di pesta pertunanganya. Kalau Aksa baik-baik saja, bahkan dia juga akan segera menikah. Berita ini membuatnya lega, sekaligus sedih. Entah kenapa ia sedih mendengar berita itu.
“Kakak akan menyiapkan makan siang, kamu beristirahatlah. Nanti malam ada pemotretan bukan. Kamu harus menjaga kesehatan agar tetap fit sebelum menjelang hari pernikahanmu.”
Wanita itu keluar dari kamar Amanda setelah mendapatkan anggukan darinya, Amanda kembali menghembuskan nafas kasar. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan ia katakan saat dirinya bertemu kembali dengan Aksa.
Di tengah keheningan, suara dering ponselnya membuat lamunannya buyar. Ia meraih ponsel yang tergeletak di sampingnya.
“Hallo...”
Suara seseorang di sebrang sana membuat Amanda membulatkan kedua matanya, seketika tangannya terkepal kuat menahan perasaannya. Suara yang sudah lama tidak ia dengar.
.
.
.
Bersambung
Ciuman mereka masih berlanjut, Aksa tidak melepaskan ciumannya dan membawa Karina ke kamar mereka. Aksa juga mengangkat tubuh Karina dan mendudukkannya di buffet yang tidak terlalu tinggi agar dia bisa dengan leluasa mencium Karina. Tangan Karina memeluk leher Aksa, jari-jari tangannya meremas rambut Aksa. Menahan gejolak gairah yang di dapatkan dari ciuman panas nan basah dengan bercampurnya air liur mereka. Tangan Aksa yang tadinya mengelus punggung Karina, berpindah mengelus paha Karina yang terekpos merasakan sentuhan yang membuat tubuhnya menggelinjang sampai membuat perutnya geli. Karina refleks menjauhkan kepalanya membuat ciuman mereka terlepas. Keduanya saling mengambil napas dengan terengah. Mata keduanya bertemu. Aksa masih mengelus paha Karina, sentuhannya semakin masuk kedalam kimono yang di kenakan Karina. Handuk Kimono itu terbuka memperlihatkan belahan dada Karina walaupun tidak sepenuhnya terbuka. Karina merasakan tubuhnya berkeringat dan kepanasan. Aksa yang melihat
Malam itu, di rumah keluarga Karina. Tn. Rama tersenyum saat mendengar berita bahkan Karina mengunjungi Ferro di kantornya siang tadi. Bahkan berita itu juga sudah masuk berita televisi. Salah seorang pelayannya memberitahukan kedatangan seseorang yang telah di tunggunya. Siapa lagi kalau bukan menantu kesayangannya. Walaupun Karina tidak pernah serumah dengan pria yang tidak lain adalah Ferro. “Aku harus menyambut menantu kesayanganku,” gumamnya setelah diberitahukan kedatangan Ferro atas panggilannya untuk mampir ke rumah. Ny. Arta yang duduk disana hanya diam, melihat wajah suaminya yang begitu semuringah bahagia. Dia merasa kasihan dengan putrinya dan juga suaminya yang terlalu mementingkan egonya. Ferro memasuki ruang keluarga. Dia tersenyum dan menyalami keduanya. Mereka duduk bertiga, sampai Nando datang dan mereka menjadi berempat di ruangan itu. Nando juga sudah mendengar berita itu, kalau Karina tiba-tiba datang ke kantor Ferro.
Karina diam di dalam mobil Ferro. Ferro beberapa kali melirik ke arah Karina saat sedang menyetir, bahkan saat mereka berada di lampu merah. Karina tetap diam, melihat kediaman Karina. Ferro menyadari mungkin karena kejadian tadi. Mood Karina menjadi tidak baik. Saat akan membuka suara, Karina lebih dulu berucap, “aku turun disini.” “Oh kamu sudah sampai rumahmu ya?” tanya Ferro. Karina tidak menjawab, Ferro menepikan mobilnya. Mobil telah berhenti dan Karina keluar begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Dari dalam mobil Ferro hanya bisa melihat punggung Karina yang perlahan menghilang di belokan jalan. Karina berjalan sendiri menuju taman yang ada di dekat sana. Dia duduk di salah satu kursi yang ada disan
Aksa yang berada di kantor sedang bekerja dengan laptopnya merasakan sesuatu yang tidak mengenakan, perasaannya gelisah. Saat melihat wajah Karina sebelum berangkat kerja setelah mereka di kunjungi sahabatnya itu. Wajah Karina berubah dingin kembali, dia bahkan tidak berbicara lagi dengannya. Membuat Aksa semakin khawatir, dia berusaha menghubungi Karina. Namun panggilannya tidak pernah di angkat, dia tahu Karina pasti kecewa padanya. Terlebih saat memergoki dirinya keluar dari apartemen Amanda. Istrinya itu tidak ingin mendengarkan penjelasan darinya. Seseorang mengetuk pintu dari luar ruangannya, setelah di ijinkan masuk. Orang yang tidak lain Dewi. Sekertaris sekaligus asistennya itu datang membawa beberapa berkas untuk di periksa Aksa. Aksa menerima berkas itu, m
Ferro berada di kantornya, dia tidak fokus untuk bekerja. Masalah pernikahannya yang batal, karena mempelai wanita kabur ditambah setelahnya, orang tua wanita itu memintanya mendaftarkan pernikahan di catatan sipil lalu mempublikasikannya. Sampai teman-temannya bertanya ada apa sebenarnya. Padahal waktu itu pernikahan di batalkan. Kalau tidak karena paksaan keluarganya, dia tidak akan mau melakukan semua ini. Ferro menutup berkasnya dan meregangkan tangan. Ferro mengingat Karina, wanita itu menikah dengan pria lain dan tidak di restui keluarganya. Pembicaraannya dengan Aksa suami dari Karina. Ferro tersadar. Kalau dirinya tidak memiliki keberanian seperti mereka, dia tetap menjadi anak yang penurut kepada orang tuanya. Seseorang masuk ke dalam ruangannya membawa beberapa berkas lagi, membuat Ferro menghela napas. Pekerjaannya sang
Aksa telah masuk ke dalam apartemen Amanda. Amanda membuatkan coffe untuk Aksa, Coffe Latte dengan Cream kesukaannya. Aksa melihat coffe itu dan terdiam, suasana kembali hening. Amanda meremas jari-jarinya. Karena dia tidak pernah menyangka berita batalnya pernikahaan Amanda dan Randi sudah tersebar luas. "Kenapa kamu diam? Aku bertanya padamu, apa berita yang aku dengar itu benar. Kamu membatalkan pernikahanmu?" Aksa bertanya sambil menatap lekat ke arah Amanda yang masih meremas jarinya, Amanda berusaha untuk tidak menatap mata Aksa dan memalingkan wajahnya dari Aksa “Dari mana kamu mendengar berita itu?” Amanda balik bertanya. “Apa berita yang aku dengar itu benar?”
Tn. Rama memandang ke arah anak buahnya, dengan tatapannya dia ingin menanyakan kebenaran dari info yang di bawa anak buahnya itu. “Jadi, dulu putranya Anggara pernah batal menikah. Siapa wanita yang menjadi mantannya putra Anggara?” Anak buahnya memberikan amplop coklat. Tn. Rama segera membuat isi amplop coklat itu dan melihat beberapa foto yang berhasil di dapatkan. Tn. Rama dengan seksama melihat wanita yang berada di dalam foto itu. “Dia, bukankah wanita ini adalah model yang banyak diberitakan karena akan segera menikah dengan aktor terkenal?” tanya Tn. Rama, kepalanya mendongak kearah anak buahnya yang berdiri didepan meja kerjanya. “Iya tuan, walaupun merek
Karina terbangun dari tidurnya yang panjang, terdengar suara alarm dari ponselnya berdering keras memekakkan telinganya. Karina perlahan membuka matanya, dia meraba-raba meja nakas dekat tempat tidur di mana ponselnya di letakkan. Setelah mendapatkan ponselnya, Karina mematikan alarm. Dia melihat jam di ponsel menunjukkan pukul 7 pagi. Cahaya matahari sudah masuk kedalam kamar dari celah gorden. Karina menggerakkan badannya, namun tertahan sesuatu. Dia melihat tangan melingkar memeluk perutnya. Karina menoleh kesamping, di sana Aksa masih tertidur dengan pulas sambil memeluknya. Karina membalikkan badan yang tadinya berbaring membelakangi Aksa kini menghadap kearahnya. Karina menatap wajah Aksa yang tertidur, setelah mengatakan rahasia yang tidak ingin dia bicarakan lagi membuatnya menangis semalam kemarin. Aksa dengan setia mendengarkan membuatnya merasa lebih baik. Karina tersenyum. K
Sena berada di dalam kamarnya, dia baru saja mendengarkan voice mail dari Karina. Sena menghela nafas. Dia masih tidak mau menerima telphone dari sahabatnya itu, karena dia masih kesal dengan Karina. Sena keluar dari kamarnya. Dia melihat bibinya sedang menyiapkan makan malam, Sena berjalan menuju sofa di ruang tengah. Sena memang tinggal dengan bibinya, kedua orang tuanya sudah meninggal saat Sena masih kecil. Melihat wajah Sena yang selalu murung, bibinya berjalan menghampiri setelah selesai menyiapkan makan malam. “Masih marahan dengan Karina?” tanya bibinya yang bernama Winda. Sena melihat ke arah bibinya itu. Sena kembali menghela nafas. “Iya bi, aku masih kesal padanya. Aku yang dibawa-bawa dalam masalahnya itu, hubunganku dengan Nando juga kena imbasnya,” kata Sena dengan