Share

Bab 8

Aksa dan Karina berada disebuah kafe, dihadapannya seorang pria duduk dengan tenang memandang mereka. Kedua pria itu tanpa sepengetahuan Karina saling berpandangan, sesaat terjadi perang dingin diantara mereka. Sedangkan sedari tadi, Karina tatapannya tidak lepas dari Aksa yang tidak menghiraukannya. Namun tangannya terpaut erat. Seakan tidak ingin melepaskan tangan gadis itu.

Di dalam benaknya, Karina sedang berpikir. Sebenarnya apa yang diinginkan pria ini? menciumnya didepan semua orang, bahkan di hadapan suami sahnya di mata negara.

“Aku tidak ingin mengatakan hal ini, tapi aku ingin kamu bercerai dengannya.”

Perkataan yang dilontarkan Aksa, membuat Karina membulatkan kedua matanya terkejut. Pria yang berada di hadapan mereka hanya tersenyum simpul, ia merasa lucu dengan keadaan ini.

“Kenapa aku harus melakukannya? Apa hakmu menyuruhku menceraikan istriku?”

Aksa mengangkat tangannya yang menggenggam erat tangan Karina.

“Karena kami saling mencintai dan sudah menikah di hadapan tuhan,” ujarnya berbohong, membuat Karina terperangah. Pria ini benar-benar gila, sebenarnya apa yang direncanakan olehnya. Ia tidak pernah habis pikir, ada pria senekat ini.

“Aksa...” bentak Karina dengan nada tertahan, ia benar-benar tidak sanggup lagi menghadapi pria ini yang begitu seenaknya. Mengatakan kebohongan yang ia tidak mengerti kenapa pria itu mengatakannya. Menikah, kapan mereka menikah di hadapan tuhan. Ini sungguh menggelikan. Karina hendak melepaskan tangannya, namun pria itu bersikeras menggenggamnya dengan erat.

“Saling mencintai,” pria itu yang tidak lain adalah Ferro, hanya bisa tertawa menanggapinya. “Sejak kapan kalian saling mencintai, dan walaupun kamu sudah menikah dengannya di hadapan tuhan. Tapi yang diakui negara sebagai suaminya yang sah adalah aku. Tuan Aksa...” ujar Ferro dengan nada penuh kemenangan. Karina memegangi kepalanya yang terasa pusing, ia seperti sebuah barang antik yang sedang diperebutkan.

Aksa terdiam sejenak seakan merasa terpojok, namun ia tersenyum membuat Ferro memandangnya curiga.

“Kamu tidak mencintainya kan? Gadis ini, aku tahu kamu tidak memiliki perasaan apapun pada gadis yang kamu anggap istrimu,” kata Aksa dengan sangat yakin, membuat Ferro merapatkan bibirnya. “Kalau kamu mencintainya, kamu sudah mati-matian mencarinya.”

Karina menghembuskan napas kasar. Ia tidak tahu harus berbuat apa sekarang, ia ingin mengakhiri pernikahan semunya dengan Ferro. Tapi, ia tidak ingin terjebak dengan pria yang kini berada di sampingnya. Di tatapnya lekat Aksa yang duduk di sampingnya.  Pria ini masih mencintai mantannya, kalau ia terjebak dengannya. Entah apa yang akan terjadi padanya. Jatuh cinta disatu pihak itu sangat menyakitkan. Sangat, sangat menyakitkan.

“Kamu benar. Aku sama sekali tidak memiliki perasaan padanya.” Ucapan dari Ferro itu tidak membuat Aksa terkejut mendengarnya. Karena ia tahu, arti dari perjodohan yang dipaksa. “Tapi, aku tidak akan memberikannya padamu. Dia adalah istriku yang sah, aku tidak akan melepaskannya begitu saja.”

Aksa mengembuskan nafas pelan sambil menyunggingkan senyumnya. “Kalau begitu kamu egois,” kata Aksa. “Harusnya kamu bertanya pada istrimu, apa dia menyukaimu? Apa dia ingin menikah denganmu dan menjadi istrimu?”

Ferro terdiam, ia menatap ke arah Karina yang sedari  tadi hanya memandangi Aksa tanpa henti. Aksa menoleh ke arahnya. “Kamu ingin menjadi istrinya atau kamu ingin menjadi istriku?” tanya Aksa dengan sikap santai. Ditanya hal seperti itu membuat Karina terpaku. Ia benar-benar bingung dengan semuai ini. Apa yang di inginkan pria disampingnya? Apa ini semacam balas dendam karena telah mengganggu ketenangan pria ini.

Karina beranjak dari tempat duduknya, dengan perasaan kesal. “Apa yang sebenarnya kalian inginkan. Apakah kalian menganggapku benda mati? Hingga kalian bisa melakukan sesuka hati kalian...”

“Kalau aku bersikap sesuka hatiku padamu. Aku tidak akan meminta keputusanmu.” Ucap Aksa dengan santai menanggapi kekesalan gadis di sampingnya. Itu membuat Karina semakin marah.

“Aku mengerti, lakukan saja sesukamu...” Ia berjalan keluar dari kafe meninggalkan kedua pria itu.

Di luar kafe Karina berdecak sebal. “Benar-benar keterlaluan, sebenarnya apa yang diinginkan pria itu. Dia benar-benar gila.” Karina menghentakkan kakinya dengan perasaan marah. Ia mengingat kembali perkataan Aksa padanya. Saat pria itu tiba-tiba mengajaknya menikah, mengaku telah menikahinya pada suami sahnya di depan hukum dan negara. Juga meminta dirinya memilih ingin menjadi istrinya atau istri Ferro.

Dengan perasaan kesal ia berjalan meninggalkan kafe pergi ke tempat yang tenang. Otaknya butuh ketenangan. Sementar di dalam kafe, kedua pria yang membuat kepala Karina hampir meledak hanya duduk dengan santai sambil menyesap coffe pesanan mereka.

“Apa yang sebenarnya kamu inginkan?” tanya Ferro menatap gelagak aneh yang ditunjukkan pria itu. “Kamu tahu dengan menikahinya, keluarganya akan semakin membenci keluargamu?”

“Jadi, kamu sudah tahu mengenai pertikaian keluargaku dan juga keluarganya?”

“Tentu saja, Tn. Rama begitu marah saat mengetahui putrinya dibawa lari oleh anak dari musuhnya sendiri,” ucap Ferro, Aksa hanya tersenyum datar menanggapinya.

“Maka dari itu, dia menyebarkan berita pernikahan putrinya yang gagal untuk membuat Karina menyerah dan pulang ke rumahnya tanpa paksaan?”

Ferro meletakkan gelas diatas meja setelah menyesap sedikit coffe latte-nya. “Iya, tapi sepertinya rencana itu tidak berjalan dengan baik.”

Aksa menatap lekat cangkir coffe dihadapannya dan termenung sejenak. Setelah mendapatkan telphone dari kakaknya, ia baru tahu kalau gadis yang sedang bersamanya adalah gadis dari keluarga yang sangat membenci keluarganya.

“Jadi, apa yang kamu inginkan  dengan melakukan semua ini. Aku tahu, kamu tidak menyukainya?”

“Siapa yang mengatakan itu padamu, apa yang kamu tahu tentang perasaanku.? Aku akan memberitahukan padamu,” kata Aksa, ia mencondongkan tubuhnya ke arah Ferro dan berbisik. “Aku sangat menyukainya, makanya aku menikah dengannya.” Aksa beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke luar dari kafe meninggalkan begitu saja Ferro yang hanya diam tidak percaya mendengar semua ini. Bagaimana kalau ayah Karina tahu mengenai hal ini. Apa yang akan dilakukannya?

***

            Di sebuah apartemen mewah, seorang gadis tengah duduk termenung di tempat tidur. Ia memegangi kepalanya pusing. Seseorang masuk ke dalam kamarnya, membuat ia terperanjat seketika menatap orang yang memandangnya khawatir.

            “Ada apa denganmu? Setelah acara pertunangan itu, kamu terus melamun...” ucap seorang wanita yang umurnya lebih tua tiga tahun darinya.

            “Tidak. Hanya saja, perasaanku tidak enak...” sahutnya, ia mencoba menarik senyum dibibir tipisnya. Namun tak sanggup menyembunyikan semua kekhawatiran yang ia rasakan saat ini.

            “Apa kamu sedang memikirkan pria yang kamu campakan itu?” pertanyaan dari wanita yang kini duduk di sebelahnya membuat gadis itu terperanjat. Ia tampak gugup, walaupun berusaha untuk disembunyikan. Wanita yang tidak lain adalah kakak sepupunya itu akan tahu cepat atau lambat, karena ia tidak bisa menyembunyikan apapun padanya.

            “Kalau itu yang membuatmu dari kemarin melamun, kenapa kamu tidak menemuinya?”

            “Kak, bagaimana bisa aku menemuinya?”

            “Kenapa tidak?”

            Gadis yang tidak lain adalah Amanda menundukkan kepala sambil menarik napas dalam-dalam. “Dia pasti sangat membenciku.”

            “Lalu, kamu mengkhawatirkan hal itu?”

            “Aku tidak sanggup kalau harus bertemu dengannya nanti.”

            Wanita itu menepuk pundak Amanda mencoba memberikan kekuatan untuk gadis itu terus berjalan ke depan tanpa menoleh ke belakang. Pada masa lalunya dengan pria yang telah ia campakkan.

            “Aku tahu perasaanmu, tapi kamu jangan terlalu memikirkannya. Yang harus kamu pikirkan sekarang adalah hari pernikahanmu yang tinggal satu bulan lagi. kamu harus menyiapkan semuanya,” kata kakak-nya menasehati. Amanda hanya mengangguk lemah, kembali ia teringat perkataan Renita di pesta pertunanganya. Kalau Aksa baik-baik saja, bahkan dia juga akan segera menikah. Berita ini membuatnya lega, sekaligus sedih. Entah kenapa ia sedih mendengar berita itu.

            “Kakak akan menyiapkan makan siang, kamu beristirahatlah. Nanti malam ada pemotretan bukan. Kamu harus menjaga kesehatan agar tetap fit sebelum menjelang hari pernikahanmu.”

            Wanita itu keluar dari kamar Amanda setelah mendapatkan anggukan darinya, Amanda kembali menghembuskan nafas kasar. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan ia katakan saat dirinya bertemu kembali dengan Aksa.

            Di tengah keheningan, suara dering ponselnya membuat lamunannya buyar. Ia meraih ponsel yang tergeletak di sampingnya.

            “Hallo...”

            Suara seseorang di sebrang sana membuat Amanda membulatkan kedua matanya, seketika tangannya terkepal kuat menahan perasaannya. Suara yang sudah lama tidak ia dengar.

.

.

.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status