Share

Bab 7

Di hotel mewah. Tepatnya di Aula lantai bawah Candy’s Hotel. Tengah diadakan acara pertunangan, di mana para tamu undangan yang menghadari acara itu sebagian besar dihadiri artis dan aktor ternama, juga beberapa tamu penting lainnya yang menghadiri acara besar itu. Seorang gadis yang mengenakan gaun panjang berwarna crem keemasan, dengan rambut di sanggul kecil. Punggung putih dan mulusnya terekpose. Riasan wajahnya juga cukup baik, tampak sangat cantik untuk seorang model terkenal. Ia menyapa semua tamu dengan tersenyum ramah. Ini adalah acara pertunangannya sebelum melangkah ke pelaminan bulan depan. Hanya beberapa tamu yang diundang, tidak terlalu banyak. Wartawan juga tidak banyak yang diundang hanya beberapa. Tunangannya juga menyapa beberapa teman lama, musik slow mengalun memenuhi ruangan. Acara pun dimulai, setelah panyambutan, tukar cincin, menuangkan minuman pada gelas-gelas yang disusun rapi diatas meja. Para tamu bisa menikmati makanan yang tersaji.

“Amanda...” panggil seseorang yang membuat gadis yang sedang berbincang dengan beberapa temannya menoleh ke belakang. Seorang wanita yang umurnya lebih tua tiga tahun darinya dengan gaun hitam panjang tersenyum menyapa. Amanda merasakan tubuhnya kaku. Ia berusaha untuk tersenyum dan bersikap biasa.

“Kak Renita, lama tidak bertemu...” sapanya kaku, wanita yang tidak lain adalah Renita yang merupakan kakak Aksa hanya tersenyum singkat. Ia berjalan mendekati Amanda. Gadis yang menghancurkan hati adiknya.

“Iya, lama tidak bertemu. Aku cukup terkejut saat mendengar beritamu. Kamu kembali ke Indonesia dan membawa berita mengenai pernikahanmu,” kata Renita basa basi. Ia sedikitnya ada rasa kesal pada gadis yang berdiri dihadapanya. Bagaimana mungkin saat akan bertunangan dengan Aksa, dia memutuskan untuk membatalkannya demi alasan ingin meniti karier di Perancis. Lalu sekarang apa, dia kembali ke Indonesia setelah dua tahun dan akan menikah dengan pria lain. Kalau adiknya tahu, itu akan semakin melukai hatinya.

“Oh iya, apa kakak datang sendirian?” tanya Amanda yang tidak melihat siapapun di dekat Renita. Renita hanya tersenyum dingin.

“Aku datang dengan seseorang, tapi aku tidak tahu di mana dia sekarang.” ia melihat wajah Amanda yang pucat. Renita memandangnya. “Aku tidak datang dengan anak bodoh itu,” Renita sedikit tertawa kecil karena melihat wajah pucat  Amanda.  Ia tidak bisa membayangkan kalau mereka bertemu. Apa yang akan dilakukan adiknya? Amanda tergelak, ia tersenyum kaku. Setelah pergi meninggalkan Aksa dan mengakhiri hubungannya. Ia tidak pernah sekalipun menghubungi Aksa.

“Apa dia baik-baik saja?” tanyanya dengan hati-hati membuat Renita terdiam, ia mencoba tersenyum dengan wajah biasa saja. Walaupun sebenarnya ia ingin memaki wanita yang telah menghancurkan perasaan adiknya.

“Tentu saja, bahkan dia akan bertunangan dan sebentar lagi akan menikah,” jawab Renita, Amanda mengangguk merasa lega.

“Oh benarkah, ini melegakan...” gumamnya. Renita menatap dingin Amanda yang tersenyum penuh kelegaan. Ia tidak habis pikir, kenapa ada wanita yang bisa setega itu pada adiknya. Melegakan, wanita ini gila. Setelah menghancurkan hati seseorang, apa tidak ada rasa penyesal dihatinya.

“Iya, dia sangat bahagia sekarang. Dengan wanita yang tidak akan pernah meninggalkannya demi karier.” Renita berucap dengan penuh penekanan, ia pamit untuk mencari temannya yang datang bersama dengannya ke pesta ini. walaupun sebenarnya ia tidak ingin pergi, tapi ia ingin melihat wajah wanita yang meninggalkan adiknya setelah hari itu. Dia masih seperti dulu, wajah yang tidak merasa bersalah sedikitpun.

Amanda memandang punggung Renita yang sudah berbaur dan menghilang diantara para tamu yang datang memenuhi aula. Seorang pria berjalan mendekat padanya.

“Amanda, aku ingin memperkenalkanmu pada sahabat lamaku,” kata tunangannya, Randi Sanjaya. Amanda menoleh melihat dua pria yang berdiri berdampingan sambil menorehkan senyum ke arahnya.

Pria itu tersenyum menyapa, Amanda ikut tersenyum. “Dia sahabatku, Ferro. Pria ini, dia sudah menikah tapi tidak mengundang kita,” kesal Randi. Ferro tersenyum kaku.

“Pernikahanku dilakukan mendadak, tidak banyak yang hadir di pesta pernikahanku,” Ferro tertawa, menertawakan kebodohannya mengikuti permainan ayahnya dan ayah gadis itu. mendaftarkan pernikahnya secara legal walaupun mereka tidak menikah. Memberitahukan semua orang melalui televisi kalau statusnya sekarang sudah memiliki istri. Ini benar-benar konyol, hidupnya selalu diatur ayahnya. Ferro menghela napas.

“Hey, kudengar kamu ditinggalkan istrimu karena dia marah padamu. Apa kamu sudah berbaikkan dengannnya?” tanya Randi sambil menyenggol lengan Ferro dengan sedikit menggoda pria itu.

“Iya, dia sudah kembali. Kami sudah berbaikkan,” jawabnya dengan berbohong.

“Lalu, dimana istrimu sekarang? kamu tidak membawanya bersamamu?” tanya Randi begitu antusias ingin melihat istri dari sahabatnya itu. Amanda terdiam, ia tidak berminat untuk ikut berbicang bersama kedua pria itu. yang ada dipikirannya sekarang adalah Aksa. Tiba-tiba saja ia mengingat Aksa.

“Amanda, kamu tidak apa-apa??” tegur Ferro membuat Amanda terperanjat. Kedua pria itu memandangnya. Amanda terlihat salah tingkah, apalagi melihat tatapan Randi.

“Wajahmu pucat sayang, apa kamu lelah?...” ujar Randi cemas.

“Iya, aku baik-baik saja...” sahutnya sambil tersenyum.

Randi mengangguk. Ia melirik Ferro. “Nikmati pestanya, aku akan menyapa tamu lain!” Randi meraih tangan Amanda dan membawanya pergi. Ferro menghembuskan napas kasar. Bagaimana bisa hidupnya diatur seperti ini. Sangat menggelikan. Ia berbaur dengan tamu-tamu undangan yang lain untuk menikmati pestanya.

***

            Aksa berdiri di tepi pantai, tatapannya tertuju ke arah laut. Ia kembali teringat wajah wanita yang telah meninggalkannya dan sekarang wanita itu kembali hadir namun dengan membawa kembali luka itu bersama dengannya. Aksa tersenyum miris. Wanita itu saat meninggalkannya mengatakan tidak ingin terikat dan lebih mementingkan kariernya dibandingkan dia. Tapi sekarang, apa yang dia lakukan? kembali datang ke Indonesia hanya ingin menorehkan luka yang lebih dengan menikahi pria lain.

            “Pembohong...” gumam Aksa, ia mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Ada perasaan marah dan juga sakit. Wanita itu juga harus merasakan itu. kalau ia muncul dan membuatnya kembali teringat pada luka itu. ia juga bisa menghancurkan hidupnya. Bagaimana rasanya dicampakan dan ditinggalkan?? Saat Aksa termenenung. Dering ponselnya membuat pandangannya teralihkan, ia merogoh saku celananya dan menerima telphone itu.

            “Hallo...” sapanya.

            “Aksa, kamu di mana??” tanya seseorang disebrang sana, Aksa hanya menghela napas.

            “Kenapa?”

            “Pulanglah... kakak sangat mengkhawatirkanmu. Apa kamu baik-baik saja??” pertanyaan dari wanita yang tidak lain adalah kakaknya membuat Aksa mendesah kasar, apalagi kakak-nya itu terlalu berlebihan mengkhawatirkannya. Sepertinya ia sudah melihat berita itu. Aksa tersenyum singkat.

            “Aku baik-baik saja, kakak tidak perlu khawatir. Aku tidak akan bunuh diri hanya karena wanita itu,” ujar Aksa membuat Renita bernapas lega, setidaknya untuk saat ini. ia berhasil menghubungi adiknya setelah lama ia tidak bisa menghubunginya.

            “Sekarang kamu ada dimana, kakak akan menjemputmu..”

            “Kak, kamu sudah bertemu dengannya?”

            Renita terdiam tanpa mengatakan apapun. Hening sejenak. Aksa masih menunggu jawabannya.

            “Iya, wanita itu sama sekali tidak berubah...”

            Aksa terkekeh mendengarnya membuat Renita di sebrang sana mengerutkan kening heran.

            “Kenapa, apa ada yang lucu? Kenapa kamu tertawa??”

            “Tidak. Hanya saja, aku juga penasaran ingin bertemu dengannya.”

            “Aksa...”

            “Aku akan segera pulang, jadi kakak tidak perlu mengkhawatirkanku lagi.”

            “Baiklah, aku akan menunggumu di rumah. Ayah dan ibu juga sudah sangat merindukanmu.”

            “Iya aku tahu, maaf sudah merepotkan kalian semua.”

Saat Aksa akan menutup telphonenya, Renita mencegah. “Tunggu... Aksa, apa kamu sekarang bersama dengan gadis bernama Karina?”

Aksa mengerutkan kening tidak mengerti kenapa kakaknya tahu kalau dia bersama gadis yang bernama Karina itu.

“Kamu benar-benar bersamanya sekarang??”

“Iya, kenapa kakak bisa tahu kalau aku bersama dengan gadis itu?”

Renita terdiam, ia tidak lantas menjawab pertanyaan Aksa.

“Kak...” panggil Aksa, Renita masih belum bersuara. Hanya terdengar keheningan di sebrang sana. Membuat Aksa bingung. Kenapa kakaknya itu bisa tahu kalau ia sekarang bersama dengan Karina. Apa itu hanya sebuah tebakan ataukah kakaknya itu memang sudah mengetahuinya dari awal. Apakah kakaknya itu mengenal Karina??

***

            “Aksa, sakit...” protes Karina, saat pria itu sampai dirumah Handi. Yang pertama kali dilakukannya adalah menarik Karina keluar tanpa meminta ijin padanya. Beberapa kali Karina protes, tapi pria itu sama sekali tidak mendengarkan. Bahkan tangannya memerah akibat tarikan kuat dari pria yang sekarang hanya diam sambil menarik tangannya. Entah mau di bawa ke mana dia.

            “Bisakah kamu tidak menarik tanganku, orang-orang melihat kita...” Karina memperhatikan semua orang yang menatapnya dengan tatapan heran. ia sempat risih. “Kamu akan membawaku ke mana?...” Seketika Karina menghentikan langkahnya dan menarik tangannya dengan kasar. Ia sedikit meringis kesakitan, tangannya memerah. Karina mengelus pergelangan tangannya.

            Aksa berbalik dan menatap Karina yang memandangnya kesal, apa yang sebenarnya pria ini pikirkan saat menarik tangannya dan membawanya keluar. Karina tersentak, saat Aksa melangkahkan kaki mendekat padanya. Tatapannya begitu menakutkan, ia sontak memundurkan langkah dengan pandangan waspada.

            “A...Ada apa, kamu membuatku takut...” ujar Karina menundukkan kepala sambil memegangi tangannya yang memerah.

            “Karina...”

            Karina mendongakkan kepala menatap ke arah Aksa yang memanggil namanya. Mata sendu milik Aksa membuatnya terpaku.

            “Maukah kamu menikah denganku??”

            Pertanyaan bodoh yang pernah didengar Karina yang membuatnya melongo tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

            “A... Apa...?” tanya Karina dengan tergagap. Ini baru pertama kalinya ada pria yang mengatakan hal itu. waktu akan menikah dengan Ferro dulu, pria itu sama sekali tidak mengatakan apapun. Bahkan saat pertemuan pertama mereka setelah tahu dijodohkan, tidak sepatah katapun yang keluar dari bibir pria itu. Apa lagi kata-kata yang mengajaknya menikah. Karina mengerjap-ngerjapkan kedua matanya mencoba menemukan kesadaran.

            Aksa memajukan wajahnya membuat Karina terkesiap, mata keduanya bertemu pandang. “Aku bertanya padamu satu kali lagi, apa kamu mau menikah denganku?” tanya Aksa membuat Karina menelan ludahnya. Gadis itu memalingkan wajahnya ke arah lain, kalau ia terus menatap Aksa. Entah apa yang akan terjadi padanya. Ini baru pertama kalinya wajah mereka begitu dekat. Bahkan napas dari pria itu bisa ia rasakan.

            “Ke... kenapa kamu tiba-tiba mengajakku menikah?” tanyanya tanpa memandang ke arah Aksa. Aksa tersenyum, ia melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap gadis yang tampak sangat gugup itu, dengan wajah memerah.

            “Karena aku ingin,” jawabnya membuat Karina mendelik kesal padanya. Ia menggigit bibir bawahnya sambil menahan amarah.

            “Aku tidak ingin menikah denganmu,” Karina membalikkan badan dan hendak pergi.

            “Aku telah menelphone suamimu, Ferro...” kata Aksa membuat Karina menghentikan langkahnya yang baru dua langkah dari tempat Aksa berdiri. Ia kembali berbalik. Aksa menyunggingkan senyumnya.

            “Kenapa kamu menelphonenya??” teriak Karina emosi.

            “Kenapa? Kamu bertanya kenapa? Bukankah kamu istrinya,” sahut Aksa dengan nada acuh. Karina memandangnya marah. “Dia berhak tahu, di mana istrinya berada sekarang.”

            “Aku bukan istrinya,” teriak Karina membuat beberapa orang yang melewati jalan itu menatap kearah mereka berdua sambil berbisik. “Berapa kali aku harus menjelaskan padamu, kalau aku bukan istrinya.”

            “Kenapa kamu harus menjelaskannya padaku?”

            “Apa?” Karina menatapnya terkejut.

            “Kenapa kamu ingin menjelaskan itu padaku? Aku tidak peduli kamu sudah menikah atau belum. Kamu tidak perlu menjelaskan apapun padaku.”

            Karina merapatkan bibirnya, merasa bodoh tentu saja. Kenapa juga ia harus menjelaskan hal itu pada pria yang baru saja dikenalnya. Karina hendak berbalik, namun Aksa meraih tengkuknya secara tiba-tiba. Wajah mereka begitu dekat, Karina bahkan tidak bisa bernafas saat melihat tatapan sendu dari mata  pria yang berada dihadapannya kini.

            “Tapi, kamu bisa membuktikannya...” ucap Aksa membuat Karina menatapnya lekat dengan penuh tanda tanya. “Kalau kamu benar-benar bukan istrinya, dihadapan pria itu.” Aksa menyunggingkan senyum dibibirnya, membuat Karina terkesiap. Seketika, matanya membulat sempurna karena merasa sesuatu yang mengunci bibirnya. Aksa menciumnya secara tiba-tiba, awalnya hanya kecupan. Namun tidak lama, ciumanya berubah menjadi lumatan. Membuat Karina merapatkan kedua matanya. Ia kemudian tersadar dan mencoba melepaskan ciuman Aksa. Tapi pria itu tidak mudah melepaskannya. Ia malah meraih pinggang Karina. Hingga membuat tubuhnya merapat begitu dekat dan terus mencium bibir Karina sepuasnya. Aksa melirik kearah belakang, dimana seseorang melihat apa yang dilakukannya. Tanpa menghentikan aktivitasnya.

.

.

.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status