Marissa fokus menatap bulan purnama yang tampak sempurna di langit malam. Malam ini berbeda dari malam-malam sebelumnya. Fadira sama sekali tidak menampakkan dirinya. Marissa sudah menunggu dari senja sampai malam tiba. Namun Farissa tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Marissa menatap jalanan dari balik jendela kamarnya, berharap melihat Farissa. Namun nihil, Farissa tetap tidak terlihat. Marissa meletakkan kepalanya di atas meja. Wajahnya murung.Marissa membuka ponselnya, melihat beberapa foto dirinya dan Farissa. Tak terasa air matanya menetes."Nona, Bibi bawakan susu hangat." Suara Bibi Ambar membangkitkan Marissa.Marissa cepat-cepat menghapus air matanya dan tersenyum ketika Bibi Ambar memasuki kamar."Tugasnya banyak, ya, Non? Mau Bibi bantu?" tawar Bibi Ambar seraya menaruh segelas susu hangat di atas meja."Tidak usah, Bi. Ini sudah mau selesai, kok.""Ya sudah. Bibi tinggal dulu, ya, Non," ucap Bibi Ambar yang diangguki Marissa.Marissa menarik nafas panjang untuk menguatkan dirinya. Kemudian ia mengambil segelas susu hangat dan meneguknya. Dia harus segera menyelesaikan tugasnya membuat kerajinan.Ia membuat sebuah topi pantai dari kain bekas. Sentuhan terakhir, Marissa menempelkan sebuah bunga hiasan dari manik-manik. Marissa tersenyum melihat hasil karyanya.Ia pun melanjutkan minum susu hangat lalu ia memutuskan untuk tidur.•••Keesokan paginya, Marissa sudah selesai bersiap-siap. Ia pun keluar kamar dan turun ke lantai bawah dengan menenteng kantong besar berisi hasil karyanya.Saat menuruni tangga, Marissa melihat Roy sedang duduk di kursi ruang makan bersama orangtuanya."Princess ku sudah datang," ucap Roy yang dibalas senyum malu-malu oleh Marissa.Marissa pun ikut bergabung di ruang makan. Mereka makan tanpa bicara karena Abraham tidak suka berbicara saat makan.Setelah selesai makan, Marissa pun berpamitan kepada orang tuanya. Marissa dan Roy pun keluar rumah dengan bergandengan tangan."Lihat dong hasil karya kamu, sayang," ujar Roy.Marissa pun mengeluarkan hasil karya dari dalam kantong dan menunjukkannya kepada Roy."Bagus banget, kamu memang kreatif sekali." Roy memberikan jempolnya kepada Marissa.Marissa tersenyum malu-malu. Walau sudah beribu kali Roy menggombal kepadanya, Marissa tetap selalu salah tingkah saat dipuji atau diberikan gombalan."Ayo naik!" Marissa pun naik ke motor ninja Roy dan melingkarkan tangannya di perut Roy."Siap? Let's go!"Marissa tertawa saat Roy membawa motor dengan kebut-kebutan di jalan. Walaupun rasanya nyawanya seperti ingin melayang, itu justru menambah keseruan saat berkendara.Beberapa menit kemudian, mereka pun sampai di sekolah. Mereka berdua lagi-lagi bergandengan tangan saat berjalan menuju kelas. Saat memasuki kelas, Marissa langsung disambut oleh Nia."Akhirnya kamu datang juga. Aku penasaran sama hasil karya kamu. Kamu buat apa?" celetuk Nia."Ada, deh. Kamu jangan kepo," sahut Marissa seraya mendudukkan dirinya di kursi."Ih, Marissa! Kasih tau, dong."Marissa memutar bola matanya malas. Ia pun mengeluarkan hasil karyanya dari kantong dan menunjukkannya kepada Nia."Ih, banget! Gak kayak punyaku yang jelek.""Memangnya kamu buat apa?""Aku buat tas dari cangkang kerang.""Ih, itu bagus banget tahu!""Iyakah?""Iya!""Aku gak siap mau pameran."Mereka berdua pun terus mengobrol hingga bel masuk berdering.•••Marissa pulang sekolah dengan wajah sumringah. Topi buatannya laku seharga satu juta.yang dibeli oleh seorang kolektor. Sama halnya dengan Marissa, karya seni Nia dan Roy juga habis terjual.Seperti hari-hari biasanya, Marissa diantar pulang oleh Roy. Setelah melakukan perjalanan selama beberapa menit, mereka pun sampai di rumah Marissa."Besok jangan lupa kita ke bioskop." Roy berkata."Iya-iya.""Aku pergi dulu, ya. Bye, cantikku.""Bye juga sayangku."Roy pun tersenyum dan melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Marissa."Ehem, sayang-sayangan," celetuk Aurin seraya menyirami tanaman."Eh, Mama," ucap Marissa kaget."Sana masuk terus mandi. Atau mau mandi sekarang juga." Aurin menggerakkan penyiram tanaman yang ia pegang seolah ingin menyiram Marissa."Eh, jangan dong, Ma. Aku mau jogging dulu.""Yaudah cepetan!""Iya-iya, marah-marah terus nanti kayak nenek-nenek." Bertepatan dengan itu, Marissa kelabakan karena tubuhnya disiram oleh Aurin."Mama! Aku jadi harus mandi sekarang juga 'kan!""Hahahaha." Tawa Aurin meledak.•••Selesai mandi, Marissa bersiap-siap untuk berjogging. Ia duduk di depan meja rias nya sambil mengeringkan rambutnya yang basah.Setelah selesai mengeringkan rambut, Marissa duduk bersandar pada headboard. Ia mengambil kitab anak iblis di dalam laci dan membukanya.Kitab tersebut berisi dua puluh halaman. Sepuluh halaman depan atau halaman satu sampai sepuluh berisi sepuluh mantra dan sepuluh halaman lainnya berisi sepuluh mantra untuk mengobati atau menghilangkan sesuatu yang disebabkan mantra pada halaman satu sampai sepuluh.Marissa menyalin semua mantra penyembuh di halamans sebelas sampai dua puluh di sebuah kertas. Lalu ia melipat kertas tersebut menjadi kecil dan memasukkannya ke dalam saku celananya.Setelah memasang earphone di telinganya, Marissa pun mulai berjogging keliling perumahan. Sesekali ia tersenyum dan menyapa para tetangganya. Lalu hal yang sejak tadi ditunggu-tunggu Marissa pun tiba, yaitu rumah bercat putih dan bertingkat dua tempat Marissa bertemu dengan Farissa kemarin.Ia berjalan di jalan samping rumah itu. Ternyata terdapat pintu belakang di rumah tersebut. Dan ia melihat Farissa berdiri menyender di pintu belakang."Farissa!" Marissa memanggil."Eh, Marissa?""Sini," ucap Marissa sambil melambaikan tangan.Farissa pun bergegas menghampiri Marissa. Tanpa diduga-duga, Marissa memanjat pagar untuk masuk ke dalam.Setelah berhasil memasuki pekarangan rumah, Marissa berbisik, "Aku punya rencana.""Apa?""Ayo bertukar kehidupan."Farissa melongo, mencoba mencerna ucapan Marissa. "Bertukar kehidupan?""Iya, kamu jadi aku dan aku jadi kamu.""Bagaimana caranya?"Marissa pun membisikkan sesuatu ke telinga Farissa.Beberapa menit kemudian, Marissa dan Farissa sudah bertukar pakaian. "Siap?" ucap Madissa."Siap!"Farissa pun keluar pagar dan mulai berjogging seakan-akan ia adalah Marissa. Sedangkan Marissa duduk di teras depan dengan menggunakan baju lusuh milik Farissa.Beberapa menit kemudian, sebuah mobil putih yang terlihat sangat mahal dan mewah memasuki rumah. Rupanya itu adalah pria yang sama dengan pria yang Marissa lihat menyeret Farissa dulu.Marissa berdiri lalu berkata, "Hai, Paman.""Masuk!" Pria yang dipanggil paman tersebut berucap ketus setelah terdiam menatap Marissa beberapa saat.Marissa mengangguk. Mengikuti perintah Azalah.Farissa takjub ketika jarinya menyentuh layar handphone milik Marissa. Ia kagum dan bertanya-tanya kenapa layar tersebut bisa bergerak dan berubah-ubah setelah tangannya menyentuh layar handphone tersebut.Ia sampai tidak memperhatikan jalan dan mendapat klakson dari banyak pengendara karena ia tidak fokus dan berjalan ke tengah-tengah jalan. Farissa pun segera menepi dan memasukkan handphone ke dalam saku celananya. Ia menikmati alunan lagu dari earphone yang terpasang di telinganya.Beberapa menit kemudian, ia pun sampai di rumah besar milik Marissa. Di ia pun masuk lewat gerbang dan terlihatlah Aurin yang sedang merawat tanaman di depan rumah. Farissa sudah diberitahu tentang Aurin oleh Marissa. Ia diberitahu Marissa bahwa Marissa memanggil Aurin dengan sebutan 'Mama'."Mama," sapa Farissa sambil mencopot earphone dari telinganya."Eh, kok pulangnya cepat sekali?""Iya, karena aku sudah capek," sahut Farissa."Ya sudah masuk sana! Atau mau temani Mama di sini?""Aku mau temani Mam
Terik matahari menyilaukan mata Farissa yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah matanya terbuka sempurna, ia melihat Aurin sedang mengikat gorden."Bangun, Nak. Sudah pagi," ucap Aurin.Farissa meregangkan otot-ototnya yang kaku. Ia menguap lalu mendudukkan dirinya."Mandi lalu sarapan. Tadi Roy sudah telfon Mama, dia bilang kalau bakal jemput kamu jam sembilan. Tadi Roy udah nelfon kamu tapi tidak diangkat. Gimana mau ngangkat kalau kamunya aja masih tidur," ujar Aurin.Mandi? Itu adalah kegiatan yang dilakukan Farissa sebulan yang lalu. Iya, dia sudah tidak mandi selama sebulanan lebih.Farissa hanya terdiam sambil memperhatikan Aurin yang keluar kamar. Farissa bengong, tadi malam adalah pertama kalinya ia tertidur nyenyak setelah sekian lama.Farissa beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju lemari besar milik Marissa. Ia membuka lemari itu dan tampaklah ratusan pakaian milik Marissa. Farissa tercengang melihatnya.Itu sangat berbanding
Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya Roy dan Farissa sampai di mall. Farissa turun dari motor dengan hati-hati. Ia lalu hanya terdiam melihat Roy turun dari motor dan membuka helm.Roy mengernyit melihat Farissa hanya diam seperti patung. "Kenapa gak dicopot helmnya?" tanyanya.Farissa menggeleng. "Gak bisa."Roy tambah bingung dengan pengakuan Farissa. "Kamu pasti cuma alasan aja 'kan biar aku bukain? Biasanya juga nyopot helm sendiri."Farissa hanya diam dan menunduk karena tak tahu harus menjawab apa. Roy hanya geleng-geleng kepala lalu menautkan jarinya dengan jari Farissa. Roy pun melangkah memasuki mall diikuti Farissa.Lagi dan lagi, rasa tersebut muncul kembali. Jantung Farissa pun berdegup kencang ketika Roy menggenggam tangannya. Perasaan apa ini?Mereka berjalan memasuki area bioskop. Mereka memesan popcorn dan soda terlebih dahulu. Farissa memandang popcorn yang ada di tangannya dengan bingung. Lalu ia mengambil satu biji popcorn dan mencobanya. Matanya berbinar, te
Farissa nampak bingung dengan makanan di depannya. Ia terus memandanginya tanpa memakannya."Kenapa gak dimakan?" Roy bertanya."Aku… gak tahu cara makannya," ungkap Farissa.Roy mengernyit bingung. "Bukannya kamu suka makan sushi?"Farissa meremas tangannya. Ia lupa bahwa kini ia sedang berperan sebagai Marissa. Farissa akui bahwa dirinya memang sangat polos dan rada bodoh."Eh, iya. Cuma aku pusing aja jadi gak nafsu makan," ujar Farissa."Kamu pusing? Kenapa gak bilang dari tadi?""Aku kira tadi pusingnya bakal hilang tapi ternyata enggak.""Ya itu dimakan walau sesuap aja. Nanti aku habisin.""Oh, oke."Farissa pun mengambil sepotong sushi dan melahapnya. Raut wajah Farissa menampilkan raut wajah tak suka. Ternyata sushi tidak cocok dengan lidahnya. Namun ia tetap menelan sushi yang telah ia kunyah.Ia mengambil dua potong sushi lagi dan langsung melahapnya. Lalu ia mendorong piring sushinya kedepan sambil berucap, "Aku sudah.""Oke." Roy mengambil sepiring sushi milik Farissa dan
Marissa melihat-lihat galeri ponselnya. Terdapat beberapa foto Farissa. Marissa tertawa, ternyata Farissa pandai ber-selfie."Farissa… siapa kamu sebenarnya?" gumam Marissa.Marissa merasa bosan bermain ponsel. Ia menaruh ponselnya di atas nakas. Lalu ia merebahkan dirinya sambil menatap langit-langit kamar.Tiba-tiba, rasa penasarannya kepada buku diary milik Aurin kembali mencuat. Ia mengambil buku diary tersebut dari dalam laci. Marissa pun duduk bersandar sambil membaca buku diary tersebut.Kemarin, ia sudah membaca buku diary tersebut sampai halaman dua. Ia pun membuka halaman tiga untuk ia baca. Isi halaman tersebut adalah:7 September 2005Hari ini, tepatnya malam bulan purnamaAkhirnya apa yang kami nanti-nanti telah tibaHadir dua malaikat kecil di dalam perutkuAku tidak rela berpisah dengan merekaSemoga ada jalan keluarMarissa terpaku. Dua malaikat kecil? Itu artinya dulu Aurin hamil anak kembar. Marissa termenung. Benarkah orang tuanya membuat perjanjian dengan Azalah?Ma
Berjam-jam Marissa dan Farissa habiskan untuk perawatan. Kini, mereka melakukan perawatan yang terakhir yaitu manicure pedicure.Farissa menatap takjub kepada kukunya yang sudah diwarnai. Ia merasa seluruh badannya sangat segar. Semua keluhannya hilang semua, mulai dari rasa gerah, rambut gatal, kulit gatal, kuku yang panjang hingga menusuk kulit dan menimbulkan sakit. Marissa yang duduk di sebelah Farissa tersenyum puas. "Gimana? Udah enakan 'kan?""Iya, aku merasa sangat nyaman dengan tubuhku yang sekarang," jawab Farissa."Setelah ini, aku ajak kamu ke mall," ujar Marissa."Mall?" Tiba-tiba pikiran Farissa menerawang ke masa lalu dimana ia pergi ke mall bersama Roy.Pikiran Farissa tidak bisa berhenti. Ia terus kepikiran tentang Roy saat membawanya ke mall seperti kaset lama yang terputar. Farissa baru tersadar ketika Marissa menepuk bahunya."Malah bengong." Marissa mengomel. "Udah ayo kita pergi dari sini!"•••Farissa mengernyit bingung ketika Marissa memberhentikan mobilnya di
Marissa menatap pantulan dirinya di cermin. Tubuhnya yang body goals itu terbalut celana jeans dan sweater oversize. Rambutnya yang diwarnai coklat tersebut tergulung dengan rapi dan aesthetic. Dan wajah cantiknya dibubuhi make up tipis yang kelihatan natural.Marissa berinisiatif melakukan mirror selfie. Ia pun mengambil ponselnya di tas selempang lalu mulai memotret dirinya dengan berbagai macam gaya.Setelah selesai, ia mengirimkan beberapa fotonya kepada Roy sekalian pamit ingin pergi konser. Sembari menunggu jawaban dari Roy, ia melihat-lihat fotonya.Dirinya terpaku ketika melihat bayangan hitam yang menyerupai sesosok manusia berdiri di belakangnya. Tiba-tiba bulu kuduknya berdiri. Marissa menunduk, tak berani menatap pantulan cermin apa lagi menghadap ke belakang.Marissa merasa ada sesuatu yang sedang mengawasinya. Marissa pun terus menunduk dan berjalan keluar kamar. Marissa menarik nafas lega ketika berhasil keluar kamar.Ia pun bergegas menuruni tangga. Di lantai bawah, sud
Setelah bersih-bersih diri, Marissa duduk di kursi belajarnya sambil membuka paper bag yang diberikan Roy. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sebuah dress selutut berwarna putih di dalam paper bag tersebut. Itu adalah dress yang diincar Marissa selama beberapa hari terakhir.Ia pun beranjak dan berdiri di depan cermin. Ia menempelkan dress tersebut ke badannya sambil bercermin. Betapa bahagianya ia melihat dress tersebut sangat pas dan cocok di tubuhnya.Namun kebahagiaannya harus sirna tergantikan rasa terkejut ketika mendengar suara pecahan kaca. Marissa refleks menoleh ke asal suara. Rupanya suara pecahan kaca tersebut berasal dari jendela kamarnya.Marissa memundurkan langkahnya. Tapi ia malah terpeleset karena kakinya tidak sengaja menginjak sebuah batu. Marissa meringis ketika merasakan pinggangnya sangat sakit karena menghantam lantai.Ia mengambil batu tersebut yang ternyata terbungkus sebuah kertas. Marissa pun membuka kertas tersebut. Ternyata ada tulisan yang ditulis meng