Share

Bab 5

Marissa fokus menatap bulan purnama yang tampak sempurna di langit malam. Malam ini berbeda dari malam-malam sebelumnya. Fadira sama sekali tidak menampakkan dirinya. Marissa sudah menunggu dari senja sampai malam tiba. Namun Farissa tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Marissa menatap jalanan dari balik jendela kamarnya, berharap melihat Farissa. Namun nihil, Farissa tetap tidak terlihat. Marissa meletakkan kepalanya di atas meja. Wajahnya murung.

Marissa membuka ponselnya, melihat beberapa foto dirinya dan Farissa. Tak terasa air matanya menetes.

"Nona, Bibi bawakan susu hangat." Suara Bibi Ambar membangkitkan Marissa.

Marissa cepat-cepat menghapus air matanya dan tersenyum ketika Bibi Ambar memasuki kamar.

"Tugasnya banyak, ya, Non? Mau Bibi bantu?" tawar Bibi Ambar seraya menaruh segelas susu hangat di atas meja.

"Tidak usah, Bi. Ini sudah mau selesai, kok."

"Ya sudah. Bibi tinggal dulu, ya, Non," ucap Bibi Ambar yang diangguki Marissa.

Marissa menarik nafas panjang untuk menguatkan dirinya. Kemudian ia mengambil segelas susu hangat dan meneguknya. Dia harus segera menyelesaikan tugasnya membuat kerajinan.

Ia membuat sebuah topi pantai dari kain bekas. Sentuhan terakhir, Marissa menempelkan sebuah bunga hiasan dari manik-manik. Marissa tersenyum melihat hasil karyanya.

Ia pun melanjutkan minum susu hangat lalu ia memutuskan untuk tidur.

•••

Keesokan paginya, Marissa sudah selesai bersiap-siap. Ia pun keluar kamar dan turun ke lantai bawah dengan menenteng kantong besar berisi hasil karyanya.

Saat menuruni tangga, Marissa melihat Roy sedang duduk di kursi ruang makan bersama orangtuanya.

"Princess ku sudah datang," ucap Roy yang dibalas senyum malu-malu oleh Marissa.

Marissa pun ikut bergabung di ruang makan. Mereka makan tanpa bicara karena Abraham tidak suka berbicara saat makan.

Setelah selesai makan, Marissa pun berpamitan kepada orang tuanya. Marissa dan Roy pun keluar rumah dengan bergandengan tangan.

"Lihat dong hasil karya kamu, sayang," ujar Roy.

Marissa pun mengeluarkan hasil karya dari dalam kantong dan menunjukkannya kepada Roy.

"Bagus banget, kamu memang kreatif sekali." Roy memberikan jempolnya kepada Marissa.

Marissa tersenyum malu-malu. Walau sudah beribu kali Roy menggombal kepadanya, Marissa tetap selalu salah tingkah saat dipuji atau diberikan gombalan.

"Ayo naik!" Marissa pun naik ke motor ninja Roy dan melingkarkan tangannya di perut Roy.

"Siap? Let's go!"

Marissa tertawa saat Roy membawa motor dengan kebut-kebutan di jalan. Walaupun rasanya nyawanya seperti ingin melayang, itu justru menambah keseruan saat berkendara.

Beberapa menit kemudian, mereka pun sampai di sekolah. Mereka berdua lagi-lagi bergandengan tangan saat berjalan menuju kelas. Saat memasuki kelas, Marissa langsung disambut oleh Nia.

"Akhirnya kamu datang juga. Aku penasaran sama hasil karya kamu. Kamu buat apa?" celetuk Nia.

"Ada, deh. Kamu jangan kepo," sahut Marissa seraya mendudukkan dirinya di kursi.

"Ih, Marissa! Kasih tau, dong."

Marissa memutar bola matanya malas. Ia pun mengeluarkan hasil karyanya dari kantong dan menunjukkannya kepada Nia.

"Ih, banget! Gak kayak punyaku yang jelek."

"Memangnya kamu buat apa?"

"Aku buat tas dari cangkang kerang."

"Ih, itu bagus banget tahu!"

"Iyakah?"

"Iya!"

"Aku gak siap mau pameran."

Mereka berdua pun terus mengobrol hingga bel masuk berdering.

•••

Marissa pulang sekolah dengan wajah sumringah. Topi buatannya laku seharga satu juta.yang dibeli oleh seorang kolektor. Sama halnya dengan Marissa, karya seni Nia dan Roy juga habis terjual.

Seperti hari-hari biasanya, Marissa diantar pulang oleh Roy. Setelah melakukan perjalanan selama beberapa menit, mereka pun sampai di rumah Marissa.

"Besok jangan lupa kita ke bioskop." Roy berkata.

"Iya-iya."

"Aku pergi dulu, ya. Bye, cantikku."

"Bye juga sayangku."

Roy pun tersenyum dan melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Marissa.

"Ehem, sayang-sayangan," celetuk Aurin seraya menyirami tanaman.

"Eh, Mama," ucap Marissa kaget.

"Sana masuk terus mandi. Atau mau mandi sekarang juga." Aurin menggerakkan penyiram tanaman yang ia pegang seolah ingin menyiram Marissa.

"Eh, jangan dong, Ma. Aku mau jogging dulu."

"Yaudah cepetan!"

"Iya-iya, marah-marah terus nanti kayak nenek-nenek." Bertepatan dengan itu, Marissa kelabakan karena tubuhnya disiram oleh Aurin.

"Mama! Aku jadi harus mandi sekarang juga 'kan!"

"Hahahaha." Tawa Aurin meledak.

•••

Selesai mandi, Marissa bersiap-siap untuk berjogging. Ia duduk di depan meja rias nya sambil mengeringkan rambutnya yang basah.

Setelah selesai mengeringkan rambut, Marissa duduk bersandar pada headboard. Ia mengambil kitab anak iblis di dalam laci dan membukanya.

Kitab tersebut berisi dua puluh halaman. Sepuluh halaman depan atau halaman satu sampai sepuluh berisi sepuluh mantra dan sepuluh halaman lainnya berisi sepuluh mantra untuk mengobati atau menghilangkan sesuatu yang disebabkan mantra pada halaman satu sampai sepuluh.

Marissa menyalin semua mantra penyembuh di halamans sebelas sampai dua puluh di sebuah kertas. Lalu ia melipat kertas tersebut menjadi kecil dan memasukkannya ke dalam saku celananya.

Setelah memasang earphone di telinganya, Marissa pun mulai berjogging keliling perumahan. Sesekali ia tersenyum dan menyapa para tetangganya. Lalu hal yang sejak tadi ditunggu-tunggu Marissa pun tiba, yaitu rumah bercat putih dan bertingkat dua tempat Marissa bertemu dengan Farissa kemarin.

Ia berjalan di jalan samping rumah itu. Ternyata terdapat pintu belakang di rumah tersebut. Dan ia melihat Farissa berdiri menyender di pintu belakang.

"Farissa!" Marissa memanggil.

"Eh, Marissa?"

"Sini," ucap Marissa sambil melambaikan tangan.

Farissa pun bergegas menghampiri Marissa. Tanpa diduga-duga, Marissa memanjat pagar untuk masuk ke dalam.

Setelah berhasil memasuki pekarangan rumah, Marissa berbisik, "Aku punya rencana."

"Apa?"

"Ayo bertukar kehidupan."

Farissa melongo, mencoba mencerna ucapan Marissa. "Bertukar kehidupan?"

"Iya, kamu jadi aku dan aku jadi kamu."

"Bagaimana caranya?"

Marissa pun membisikkan sesuatu ke telinga Farissa.

Beberapa menit kemudian, Marissa dan Farissa sudah bertukar pakaian. 

"Siap?" ucap Madissa.

"Siap!"

Farissa pun keluar pagar dan mulai berjogging seakan-akan ia adalah Marissa. Sedangkan Marissa duduk di teras depan dengan menggunakan baju lusuh milik Farissa.

Beberapa menit kemudian, sebuah mobil putih yang terlihat sangat mahal dan mewah memasuki rumah. Rupanya itu adalah pria yang sama dengan pria yang Marissa lihat menyeret Farissa dulu.

Marissa berdiri lalu berkata, "Hai, Paman."

"Masuk!" Pria yang dipanggil paman tersebut berucap ketus setelah terdiam menatap Marissa beberapa saat.

Marissa mengangguk. Mengikuti perintah Azalah.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rosyanti Ibrahim
ceritanya bagus bnget tp pusing juga setiap masuk bab selanjutnya harus menggunakan koin sedang kan koin aku tdk ada bgmn melanjutkannya... pusing bingun..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status