"Kondisimu sudah semakin membaik. Sebentar lagi kau mungkin bisa pulang."Tania menyengir. Menampilkan deretan giginya yang putih bersih. "Aku kasihan melihatnya. Dia menangis saat aku sakit. Jadi aku harus cepat sembuh supaya dia tidak menangis lagi," ucapnya sembari melirik Xander yang berdiri didekat ranjang dengan tangan bersidekap.Xander mendengus. Sementara Tania dan dokter yang tengah memeriksanya tertawa. Tania langsung menghentikan tawanya, karena jahitan di punggungnya. Sementara sang dokter, karena Xander memberikan tatapan tajam padanya."Aku keluar dulu ya. Kau bisa memanggilku jika membutuhkan sesuatu."Tania mengangguk. Lalu mengucapkan terima kasih sebelum dokter itu keluar dari ruangannya."Kau menghancurkan reputasiku, kau tahu?" Xander berkata kesal. Ia memberikan pelototan kecil sebelum mengambil perban di atas nakas.Tania mengernyit, sebelum kemudian terkekeh kecil. "Kau malu ya, Daddy?" godanya. Xander yang terkenal tegas dan garang, menangis. Xander menggeram
"Mommy, di mana Xander?" Tania bertanya pada Angeline yang tengah menyuapinya. Xander tidak berkata akan pergi atau apa padanya. Tapi dia tidak terlihat sejak dua jam lalu. "Xander sedang bersama Lio," jawab Angeline, yang tentu saja berbohong. Lio sedang tidur di ruangan lain. Dijaga oleh babysitter. Sementara Xander pergi keluar. Menemui Abraham di kantor polisi.Angeline mengetuk Abraham yang berani-beraninya mencelakai anaknya sendiri. Lelaki itu memang tidak memiliki perasaan sama sekali. Tapi tidakkah dia sedikit saja merasa kasihan pada darah dagingnya? Dia memang lelaki jahat.Angeline berharap Tanai tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Karena dia pasti akan menyesal nantinya. Menyesal memiliki darah yang sama dengan orang yang berniat membunuhnya. Angeline tidak ingin putrinya tahu."Mommy, sudah." Tania menolak ketika Angeline kembali ingin menyuapkan bubur ke mulutnya."Ya sudah. Ini minumnya." Angeline meletakkan mangkuk berisi bubur yang tinggal beberapa suapan. Lalu
Butuh waktu kurang lebih satu bulan untuk Tania benar-benar pulih dari luka tembak yang dialaminya. Dan selama itu, hanya saat inilah yang paling ditunggu Tania. Bertemu dengan ayah kandungnya.Xander selalu beralasan akan membawanya menemuinya jika kondisinya sudah pulih. Dan baru sekarang dia melakukannya. Tania sempat marah karena Xander dan orang tuanya yang menyembunyikan ini darinya. Meski Tania sendiri yang berkata tidak ingin mengetahui siapa ayah kandungnya. Tapi jika dia memang sudah sangat dekatnya, tapi tetap ingin bertemu."Kau yakin ingin bertemu dengannya?" tanya Xander sembari menggenggam jemari Tania. Berjalan bersama ke tempat di mana Abraham ditahan.Tania mengangguk yakin. "Kau tahu apa yang dia lakukan padamu bukan? Kenapa masih saja ingin bertemu dengannya?" Tania hanya tersenyum menanggapinya."Maaf, tapi Tuan Abraham tidak ingin dikunjungi oleh siapapun." Penjaga tahanan menyampaikan ucapan dari Abraham ketika dia memberitahu ada yang ingin menemuinya.Raut w
"Mau mu apa sebenarnya?" ucap Xander dengan nada lelah pada istrinya–Sera."Aku ingin kau menikah lagi." Hanya itu cara agar mereka bisa mendapatkan seorang anak. Keluarganya memiliki harapan besar jika Sera akan segera memberikan mereka cucu. Tapi apa yang mau diberikan jika dirinya saja sudah tidak bisa hamil?"Berapa kali aku bilang padamu jika aku tidak mau?" Xander mulai kesal. Tidakkah Sera mengerti jika ia sangat mencintainya? Dan dia malah memintanya menikah lagi. Xander bahkan tidak pernah memikirkan keinginan keluarganya."Xander, aku mohon...," ujar Sera dengan raut putus asanya.Menggeleng, Xander meraih tangan Sera untuk digenggamnya. "Kalau kau mau anak, kita bisa mengadopsi seorang anak."Sera menatap Xander ragu. "Jika kita mengangkat seorang anak, dan mengatakan itu adalah keturunanmu, tidakkah kita mempermainkan perasaan mereka?" jelasnya. "Keluargamu ingin cucu kandung, Xander.""Kenapa hanya keluargaku yang terus kau pikirkan?" kata Xander sambil melepaskan pegang
"A-apa?" Tania tidak salah dengar bukan? Ia tentu saja terkejut."Kau hanya perlu memberikan anak untukku. Setelah anak itu lahir, dia akan menjadi milikku. Dan kau bisa pergi ke manapun yang kau inginkan," jelas Xander. Memang inilah tujuannya membeli wanita itu. Saat melihat Tania di club, hal pertama yang terpikirkan olehnya adalah perkataan Sera tentang ibu pengganti. Xander mungkin bisa memanfaatkannya. Jadi ia tidak berpikir dua kali untuk langsung membelinya."Itu...tidak mungkin. Aku tidak bisa." Tania akan sama saja seperti menyerahkan kehormatannya jika melakukan itu, dan ia tidak mau."Kau sendiri yang berkata akan melakukan apapun permintaanku bukan?""Cobalah mengerti...." Tania tidak bisa melakukan ini. Dan bukankah Xander juga sudah memiliki seorang istri? Kenapa harus meminta anak padanya?"Aku sudah membelimu. Jadi kau tidak bisa menolak.""Aku akan mengembalikan uangmu–"Decihan langsung lolos dari bibir Xander. Lelaki itu tersenyum mengejek. "Satu juta dollar. Kemb
Tania menatap pantulan dirinya di cermin. Sebuah dress putih dengan pita di bagian pinggang melekat di tubuhnya. Wanita itu tersenyum. Kemudian melangkahkan kakinya keluar mansion. Tania berdiri di teras mansion. Merentangkan tangan sembari menarik napas dalam. Biasanya hanya bau alkohol yang dihirup olehnya. Sekarang ia bisa merasakan udara segar.Melihat seorang wanita berseragam hitam putih sedang menyiram tanaman di samping rumah, Tania menghampirinya. Kakinya menuruni undakan teras. "Biarkan aku membantumu," ucap Tania sambil mengulurkan tangannya. Meminta selang yang digunakan untuk menyiram tanaman.Pelayan itu cukup terkejut dengan kehadiran Tania. "Tidak perlu, Nona. Ini pekerjaan saya. Nona kembali masuk saja ke dalam.""Tidak apa-apa. Biarkan aku membantu." Tania mengambil selang dari tangan pelayan itu dan menggantikannya untuk menyirami tanaman.Tania terbiasa melakukan pekerjaan seperti ini. Bangun sangat pagi untuk membersihkan club. Memasak dan juga mencuci pakaian m
Sera menghela napas setelah masuk ke ruang kerja Xander. Ia melihat suaminya itu tidur di kursi dengan laptop di meja yang masih menyala.Sebelumnya Sera ke kamar Tania dan tidak mendapati Xander di sana. Ternyata suaminya ada di sini.Sera mendekat. Mengusap rambut Xander yang perlahan membuat lelaki itu membuka matanya. "Kenapa kau tidur di sini?" Sera menyisir rambut Xander dengan jemarinya. Merapikannya. "Cepatlah mandi. Kau ada meeting jam tujuh bukan?"Xander menatap wajah Sera. Mengusap pipinya sejenak, lalu bangkit dari kursi untuk kembali ke kamarnya. Bersiap-siap untuk ke kantor.Sera ikut pergi ke kamar saat pintu kamar yang ditempati Tania terbuka. Melihat Sera, wanita itu langsung menghampirinya."Aku sudah menunggu Tuan Xander tadi malam. Tapi dia tidak datang-datang. Jadi aku ketiduran. Maaf," ucap Tania dengan kepala menunduk. Wanita itu memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum Sera marah, karena ia yang tidak menjalankan tugasnya. Meski sebenarnya ada rasa lega,
Sera melepaskan mantel berbulunya yang langsung diambil alih oleh pelayan yang berjaga di depan pintu. Masuk ke dalam sembari menggosok telapak tangannya. Cuaca sedang sangat dingin sekarang.Sera berhenti ketika melihat Xander berjalan menuruni tangga. "Kau sudah pulang?" Xander berjalan menghampiri istrinya. Berdiri tepat di depannya. Tangannya terulur mengusap pipi Sera dengan tatapan penuh arti.Sera tersenyum. Tapi matanya tidak bisa berbohong ada kesedihan di sana. Ia tidak rela membagi suaminya dengan wanita lain. Tapi demi seorang anak, ia harus melakukannya. Sera langsung memeluk Xander. Sangat erat. Xander balas memeluknya tak kalah erat. Tangannya mengusap rambut belakang Sera."Bagaimana harimu tanpaku?" tanya Sera dengan alis terangkat setelah pelukan mereka terlepas."Aku rasanya sudah ingin menjemputmu tadi malam. Baru tanpamu sebentar saja aku sudah sangat merindukanmu."Sera terkekeh geli. Suaminya ini pintar sekali bermanis lidah. Tawanya perlahan terhenti saat mel