Share

Tiga

Author: Rini S
last update Last Updated: 2021-09-25 20:40:58

"Lalu siapa kira-kira yang menghamili Dara Vin?" sesalnya dengan derai air mata.

"Bu, sebaiknya kita tunggu keadaan mereda tuk mengetahui siapa bapak dari bayinya Dara. Sekarang ..., Vina mikirin hari besok yang pasti akan berat bagi keluarga kita," ucap Vina dengan wajah lelah.

"Kamu benar Vin. Namun, ibu masih tak habis pikir kenapa ibu bisa kecolongan seperti ini oleh Dara."

"Jika Ibu mau mengingat sembilan bulan kebelakang ... mungkin akan banyak ucapan orang atau kejadian sebagai petunjuk tentang ini Bu, tapi kurasa karena rasa percaya ibu pada Dara, membutakan mata dan hati Ibu tuk menerima. Malah Ibu selalu saja mengurusiku yang tak selalu sesuai inginnya Ibu," tutur Vina penuh penyesalan.

Seketika mata Marni membulat mendengar ucapan Vina. Namun, Marni pun merasa ucapan putrinya kali ini benar. Apakah ini hukuman karena ia selalu suudzon pada Vina?

Marni menarik napas kasar lalu membuangnya. Dara masih pulas dalam tidurnya. Masih belum menyangka anaknya itu baru saja melahirkan. Mas Danu belum datang juga membawa Mak Eem paraji kampung ini.

"Vin, lebih baik kamu tidur dulu biar gantian, sementara Ibu menunggu Bapak sambil menunggui bayi di ruang depan," perintahnya pada Vina. 

Vina mengiyakan dan berbaring di samping adiknya, Marni pun keluar menemani bayi Dara yang terlihat menangis tenang sesekali dalam gerakannya. 

Saat hendak duduk di samping bayi tersebut, tiba-tiba seseorang terdengar mengetuk pintu

Tok...tok...tok..."Asallamualaikum ... Marni!"

Saat Marni membuka pintu, ternyata ada Teh Sari kakak iparnya. Marni panik. Namun, berusaha setenang mungkin.

"Teteh ada apa malam-malam kesini, Teh? Ayo masuk," sambutnya berbasa-basi. Marni rasa Teh Sari mendengar suara tangisan bayi, mengingat rumah keduanya yang bersebelahan.

"Mar, tadi teteh mendengar suara bayi menangis, lalu Mas Danu yang pergi mengendarai motornya malam-malam. Ada apa?" tanyanya heran. Marni pikir tak mungkin menutupi lagi kejadian memalukan ini dan mempersilahkan teh Sari tuk masuk kedalam rumah, lalu menceritakan apa yang terjadi.

Setelah menutup kembali pintu, Marni mengikuti langkah teh Sari yang menghampiri bayi Dara dengan tangannya menutupi mulut, matanya membeliak menoleh Marni.

"Teh, Dara, teh ...." ucapnya tak mampu meneruskan kalimat itu, lalu menghambur kepelukan Teh Sari.

"Ayo duduk, Marni, teteh beberapa kali bilang sama kamu hati-hati dengan anak gadismu yang cara berpakaiannya berbeda. Teteh curiga! Namun, kamu selalu bilang sudah tak peduli karena anaknya memang menyebalkan iya 'kan?" 

Seketika Marni ingat akan Teh Sari yang beberapa kali memamg mengucapkan kalimat itu. Namun, saat itu fokusnya pada Vina yang memang berpenampilan kurang sopan dan selalu menggunakan pakaian kurang bahan. Tak sedikitpun terlintas bahwa maksud Teh Sari adalah Dara. Dan kini Marni sadar akan ucapannya ... Dara memang selalu memakai baju longgar dengan jaket tebal yang selalu ia gunakan akhir-akhir ini. Ya Allah, ia merasa zholim sekali pada Vina, dan tak menyadari akan kebusukan Dara. Ingin rasanya menyeret Dara yang tengah terlelap dan memakinya namun tenaganya sudah hampir habis memikirkan ini semua.

Tak lama suaminya datang membawa Mak Eem.

"Marni, mana si Dara na ayeuna?" (Marni mana si Dara nya sekarang) tanya Mak Eem tanpa basa-basi dahulu saat memasuki rumah.

Dia menatap Marni tajam dengan kacamata yang melorot di batang hidungnya.

"Si Jawa geus nyarita bieu, si Dara ngajuru! Emak mah ges apal sabenernamah pas sababaraha kali pangih, suganteh can pibulanenna Marni," (Si Jawa sudah cerita barusan, si Dara melahirkan! Emak mah sudah tahu sebenarnya pas beberapa kali bertemu, kirain belum bulannya Marni,) ucapnya lagi, seraya mendekati bayi yang tergeletak di atas tikar.

Mak Eem memang orang yang cukup energik di usia senjanya dan selalu berbicara ceplas ceplos, dia juga sering diantar Mas Danu suaminya dan selalu memanggilnya 'si Jawa' karena memang suaminya seorang pengembara dari daerah jawa dan menetap mengikuti Marni setelah menikah di tanah Sunda ini.

"Mak, sudah nanti saja kita berbincang, tolong urus dulu bayi ini kasihan, Mak," ucap teh Sari dengan segera. 

"Eh heeuh! Tapi teu nanaon isuk-isuk we di mandianna ayeuan mah bajuan hela karunya tiriseun. Sok menta Sari ka budak maneh pan tereh ngajuru oge pasti geus boga baju orok! Menta hiji wae mah," (Eh iya! Tapi gak apa- apa besok pagi saja di mandiinnya sekarang pakein baju saja dulu kasihan kedinginan. Gih minta sama anakmu 'kan sebentar lagi mau melahirkan juga pasti sudah punya baju bayi! Minta satu saja,) titah Mak Eem pada Teh Sari. Yang kebetulan anaknya Tari memang tengah hamil tua juga. Namun kehamilannya jelas dan ada suaminya. Tak seperti Dara ....   

Setelah itu Mak Eem menghampiri Dara yang ternyata telah terbangun dan tengah memegangi perutnya.

"Bu perutku mulas Bu," ucap dara menatap ibunya sedikit menunduk.

"Ya Allah Mak ... Aku lupa ari- arinya belum keluar tadi, Dara ayo buka celanamu dan pakai kain jarik saja biar Mak Eem bantu keluarin ari-arinya. Pantaslah perutmu ini kembali mulas," ucapnya panik.

"Laillahaillalloh ... Marni maneh kot belegug," ( Laillahaillallah ... Marni, kamu bodoh,) pekik Mak Eem memandanginya tajam.

Segera Marni ambilkan kain jarik dari lemari dan memakaikannya pada Dara. Sementara Vina yang juga sudah terbangun menunggui bayi dengan teh Sari beserta bapaknya.

"Ayo berbaring Dara!" titahnya pada Dara yang terlihat sudah tenang tak memegangi lagi perutnya. 

Mak Eem mulai meraba perut Dara. Namun seketika dia menatap Marni heran dengan kerutan dahi tuanya yang makin berlipat.

"Kenapa, Mak?" tanya Marni tak kalah heran.

"Keheula" (Sebentar) ucapnya, lalu memasukkan tangannya kedalam ke*aluan Dara.

"Marni ... balina geus euweh! Si dara mah kur mules ku kaluarna getih nu ngagarebleg kie" (Marni ... ari-arinya sudah tidak ada! Si Dara cuma mules oleh keluarnya sisa darah yang menggumpal gini) ucapnya seraya menunjukan darah yang nenggumpal-gumpal layaknya orang setelah lahiran.

"Ya Allah, lalu di mana ari-arinya, Mak?"

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Melahirkan Setelah Dilamar   Empat Belas

    WARNING bab ini mengandung bacaan dewasa. Ada beberapa dialog vulgarnya. Mohon tidak dibaca anak di bawah umur.Saat tiba di rumah, ternyata Vina belum pulang, hanya ada Damar yang tengah menantinya.Sejek kejadian itu Dara merasa kemaluannya perih dan terasa sakit tuk beberapa hari. Ingin sekali bicara pada ibunya dan Vina sang kaka. Namun, ancaman Jaya selalu bergema di kepala membuatnya takut dan mencoba melupakannya saja.Untuk sekian lama Dara takut jika berjalan sendirian, ia merasa hidupnya kini dalam ancaman. Ia menyesal telah terlibat dengan putra penguasa yang membuatnya tak berdaya.Hingga tiba suatu saat, Dara bertemu pemuda bernama Jajang di pasar, membuat hari-harinya yang suram perlahan berganti cerah lagi oleh pria berkulit hitam manis tersebut. Dia dan ibunya selalu memesan sarapan pada ibunya Dara, dan ibunya menyuruh Dara tiap pagi tuk menghantar pesanannya Jajang.Makin lama Dara makin dekat dengan Jajang. Jajang bai

  • Melahirkan Setelah Dilamar   Tiga Belas

    Dara, Dara, Dara, Dara.Namanya tengah menjadi buah bibir satu kampung saat ini, jadi bahan gibahan tetangga. Mereka menghakiminya yang melahirkan tepat seletah lamaran. Dan statusnya yang tentu masih gadis, pastinya menggemparkan.Mereka tak tahu penderitaan gadis itu yang awalnya terjerat dalam lingkaran kekuasan Juragan Heri, yang seolah membungkamnya tuk tak bersuara hingga sekarang.**"Nak, bapak terlanjur ada penumpang ini, gimana? Apa kamu mau tunggu sebentar? Atau naik ojek lain saja?" ujar bapaknya, yang mangkal di bawah gedung pasar suatu hari saat Dara hendak pulang seperti biasa. Selepas dzuhur Dara pulang duluan dari pasar setelah dari pagi buta ia membantu ibunya memasak dan berjualan. Dan Dara selalu diantar bapaknya saat pulang kerumah."Jarak kerumah saya hampir satu jam loh, Mang," ujar penumpangnya Danu ."Ya, sudah, Pak, aku naik angkot saja tak apa," kata gadis itu dan berlalu. Dara takut j

  • Melahirkan Setelah Dilamar   Dua belas

    "Dara cantik sekali Bu Marni," ucap Bu Ratna yang tengah merias wajah Dara.Marni mendampinginya dengan Syifa di gendongan. Ia mentatap wajah sendu sang putri dengan seksama. Kasihan dia, terjerumus dalam nista dosa terdalam, melakukan zina dalam waktu lama dan yang Marni sesali adalah ia sebagai ibu yang tak peka. Andai Marni mampu mencegahnya, sudah pasti Dara mau mengerti. Andai setiap omongan Vina juga ia telaah dengan benar pada saat itu. Mungkin hari ini adalah hari paling bahagia bagi semua. Tapi kini, ada sedikit getir di hatinya melihat gadis yang ia lahirkan enam belas tahun lalu itu hendak melepas lajang."Sudahlah, Bu," bisik Vina, seraya mengusap-usap punggung ibunya. Sepertinya Vina faham betul dengan apa yang tengah dirasakan oleh sang ibu, kesedihan dan kekecewaan itu tergambar jelas meski kini harusnya menjadi hari bahagia."Bu, sebaiknya Syifa titip di rumah Wa Sari agar tak repot, dan terdengar menangis saat tamu dari keluarga Ivan

  • Melahirkan Setelah Dilamar   Sebelas

    Hari ini ternyata jualannya masih banyak yang membeli, benarlah kata pepatah. Masalah bukan untuk diratapi. Namun, harus dihadapi.Sudah jam tiga sore, dan pasar mulai sepi dari para penjual juga pengunjung, Marni memberekan etalase dan membersihkan alat-alat jualan dan merapihkannya, lalu pulang dijemput suaminya."Bu, Juragan mengirim satu ekor kambing barusan kerumah, kata Vina, untuk akikahnya bayi Dara katanya," ungkap Danu saat di jalan."Kok aku jadi curiga sama Juragan! Rasanya berlebihan menanggapi dan memberi perhatian atas lahirnya bayi dari Dara ini, Bu," lanjutnya."Tadi Juragan juga menghampiriku di pasar Pak. Dan aku baru tahu jika ternyata Ivan masih kerabatnya! Mungkin itu alasannya." Marni tak mau curiga pada Juragan Heri, karena rasanya tak mungkin dan tak masuk akal. Namun, setelah ia timbang kembali, ucapan suaminya ada benarnya juga."Tapi ada benarnya juga pak. Kurasa kita harus menyecar Dara d

  • Melahirkan Setelah Dilamar   Sepuluh

    Ini hari kedua yang dilewati keluarga Marni dengan kenyataan pahit di depan mata. Dan Marni bersyukur, tadi malam masih mampu terlelap dengan nikmat."Dara kasih ponselmu pada ibu sekarang, emari!" gertak Marni seraya mengulurkan tangan.Tak melawan, Dara memberikannya. Marni pun segera bangkit dari hadapannya tak ingin banyak bertatap. Entahlah ..., hatinya selalu perih saat dekat dan berhadapan dengan putrinya."Vin, kamu sekolah hari ini?" tanya Marni pada Vina yang baru saja selesai sholat shubuh."Sekolah, Bu, aku takut ketinggalan banyak pelajaran." "Yasudah, ibu juga mau berjualan. Kamu bilangin adikmu tuk menjaga anaknya sendiri, nanti wa Sari juga pasti menemani," perintah Marni.Vina menatapnya heran, seraya berjalan menuju dapur. Dan Marni mengikutinya."Bu lebih baik jangan dulu berjualanlah, Kasihan Adek. Lagian Ibu memangnya sudah siap menghadapi dunia luar?" tanyanya."Siap gak si

  • Melahirkan Setelah Dilamar   Sembilan

    Meski sudah membela diri sebisanya. Mereka tetap memarahi dan menuduhnya."Putri ibu dan bapak kan ada dua, Buk, bisa saja Dara yang mereka maksud," ucapnya membela diri."Dara itu gadis baik-baik, pendiam dan gak aneh-aneh. Kesehariannya hanya di pasar membantu ibu, lalu pulang merapihkan rumah dan malamnya terkadang menemani nenekmu. Itu saja! Mana mungkin dia keluyuran tidak jelas, Vina?"Vina menyerah dan pasrah. Ia kembalikan semua pada sang waktu, biar Dia yang menjawabnya. Mata dan hati kedua orang tuanya telah benar-benar tertutup oleh keluguan yang semu. Biarlah, bagaimanapun di sini Vina lah yang harus kuat menjalani.Hinga suatu hari, Vina membuka lemari baju Dara yang bersebelahan dengan lemarinya tanpa sengaja. Pembalut yang selalu ibu mereka belikan tiap bulan tersusun rapih ada lima bungkus di sana."Dek sini!" teriaknya pada Dara yang hendak be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status