Harvey telah berlatih bersama Sasha lebih dari satu jam. Dadanya naik turun hebat karena dia menarik napas kuat-kuat. Suara terengah-engahnya terdengar jelas di dalam lapangan basket yang kosong dan luas.Keringat mengucur deras dari kepalanya seperti banjir bandang. Rambut hitamnya yang basah meredam wajahnya, membuat ekspresinya tampak lebih lembut dari biasanya.Harvey seperti habis diguyur hujan lebat. Keringat mengalir deras di pipinya, dan menetes tanpa henti.Jaket luar dan rompi wolnya sudah dia lepaskan. Kini kaus olahraga berwarna biru tua yang dia kenakan pun telah basah kuyup, warnanya makin gelap karena keringat.Harvey sedikit membungkuk. Dia bisa bertahan untuk berdiri, semua karena sisa-sisa tekadnya. Kedua kakinya terasa berat seperti tenggelam dalam semen yang mengeras. Bahkan untuk sekadar mengangkat kakinya pun, dia tidak sanggup.Saat itu, Sasha melompat turun dari tiang kayu. Dia masih mengenakan kostum pertunjukan, wajahnya kemerahan, rambutnya berantakan dan me
Latihan baru dimulai belum sampai setengah menit."Ugh!" keluh Harvey,Harvey ditendang oleh Sasha hingga terhuyung mundur satu langkah. Dia berdehem pelan, dadanya terasa remuk seolah-olah tulang rusuknya hampir patah.Setiap otot beserta sarafnya terasa sakit. Harvey merasa bau darah melonjak dari tenggorokannya dan dia terbatuk hebat.Sasha berdiri di atas tiang kayu dan bertanya dengan cemas, "Om Harvey, kamu nggak apa-apa, 'kan?"Harvey memegangi dadanya dengan tangan. Dia tidak menyangka, satu tendangan dari Sasha bisa membuatnya nyaris tidak bisa berdiri tegak.Sebelum dia sempat menjawab, terdengar suara pria dari kejauhan."Om Harvey, kamu kuat nggak sih?" ucap Andre.Harvey refleks menoleh. Dia melihat di sisi lapangan, Andre tengah duduk santai di samping Wanda, menyandar pada dinding sambil menyilangkan kaki. Ekspresinya penuh ejekan saat menatap Harvey.Andre melengkungkan bibirnya, senyumannya terlihat jahat.Semua orang tahu alasan mengapa Harvey tiba-tiba muncul dan men
Yang bertugas memukul drum adalah Fabian. Dia tidak mengenakan atasan, kulit eksotisnya dilapisi keringat dan berkilau memancarkan warna seperti logam di bawah cahaya lampu putih.Lengan Fabian yang menggenggam stik drum tampak kekar, otot-ototnya bertumpuk. Saat bisepnya menegang, bentuknya seperti bongkahan baja.Andre menyipitkan mata, lalu bertanya, "Fabian mau tampil bersama Sasha?"Wanda mengangguk pelan, lalu menjawab, "Mereka juga akan menampilkan aksi bela diri. Pertunjukan yang disiapkan Sasha memang perlu dibawakan bersama kakakku."Andre mendengus ringan dari hidung. Kali ini Fabian lagi-lagi banyak membantu Sasha.Andre lalu bercanda, "Fabian pasti akan mendapat banyak penggemar cilik setelah tampil nanti."Wanda tersenyum kecil. Saat itu, Fabian berbalik dan berhadapan langsung dengan si singa kecil yang berdiri di atas pijakan kayu.Sasha menapakkan kedua kakinya di dada Fabian, kemudian Fabian mengulurkan tangan untuk mengangkat tubuhnya dan meletakkannya kembali ke ata
Wanda dan Irfan turun tangga bersama Sasha.Irfan berkata, "Aku jadi bingung sekarang, apa Harvey ingin merebut kembali hak asuh Sasha atau dia sebenarnya menyesal sudah menceraikanmu?"Wanda menjawab dengan tenang, "Aku nggak peduli dia mikir apa. Setelah meninggalkannya dan keluarga Ferdian, hidupku jauh lebih bebas."Irfan mengutarakan kekhawatirannya. Dia berujar, "Aku takutnya Harvey akan jadi seperti plester, terus nempel dan ganggu kamu."Wanda mengernyit. Dia juga sempat terpikirkan soal itu.Irfan menyarankan, "Bagaimana kalau kamu minta perlindungan ke polisi? Biar dia dilarang muncul di sekitarmu."Wanda berkata, "Dia belum pernah bersikap kasar ke aku, jadi aku nggak bisa dapat surat perlindungan. Lagi pula, Harvey itu suka nekat. Kalau dia dibatasi, dia malah makin liar."Wanda masih merasa ngeri mengingat kejadian Harvey pernah menculiknya.Wanda menyimpulkan, "Untuk menghadapi Harvey, lebih baik dibiarkan ketimbang dicegah. Kalau dia mau muncul di hadapanku, biarkan saja
Suara Sasha terdengar polos dan lugu. Para guru yang berdiri di belakang Harvey langsung tampak seperti penonton yang sedang menonton drama seru.Harvey terpaku. Dia hanya bisa memberikan penjelasan yang lemah, "Bukan begitu ...."Dia mendongak menatap Wanda. Perasaan kesal langsung menyeruak dari dada Harvey."Ayah sama sekali nggak pernah tidur bareng Nadya! Nggak pernah sekali pun!"Kalimat itu seperti sengaja dia ucapkan untuk Wanda, jelas dia memperhatikan reaksi Wanda.Namun, penjelasan Harvey tetap tak bisa mengubah logika yang sudah tertanam di kepala Sasha."Tapi, Tante itu sahabat Om, sedangkan Irfan sahabat Ibu. Bukannya sama saja?""Beda!"Harvey membantah dengan tegas. Sasha menggembungkan pipinya, sorot matanya menunjukkan ketidakpuasan.Sasha malah balik menasihati Harvey. Sasha berujar, "Om Harvey, Om jangan cuma toleran ke diri sendiri dan cuma menyalahkan orang lain. Itu namanya nggak adil!"Harvey langsung mati kutu. Soal kehidupan pribadi orang dewasa seperti ini, H
Demi menonjolkan perannya sebagai ayah dan ingin putrinya merasakan kebanggaan punya ayah seperti dirinya, Harvey tak akan menyerah."Ayah bisa bantu hubungi tim Gala Pentas Tahun Baru. Kalau kamu mau tampil menari, Ayah akan carikan penari top dari dalam dan luar negeri. Sasha, kamu tetap anak Ayah. Ayah harap kamu bisa mengandalkan Ayah sepenuhnya!"Sasha tampak tertegun. Dalam ingatannya, Harvey tak pernah sepeduli ini padanya.Perhatian mendadak dari Harvey membuat Sasha justru merasa canggung dan bingung.Dia mendengar Harvey berkata, "Sasha, Ayah harap kamu bisa coba bergantung pada Ayah. Dulu, Ayah memang mengabaikanmu, tapi kamu baru lima tahun. Ayah berharap belum terlambat untuk menebus semuanya."Sasha tidak bisa membedakan apakah ucapan Harvey itu jujur atau hanya kepura-puraan. Dia juga tak bisa menebak motif pria itu.Sasha hanya bisa menjawab berdasarkan perasaan dan nalurinya terhadap pria ini."Asal Om Harvey nggak buat masalah buat aku dan Ibu, itu sudah cukup."Harve