"Aku langsung mendapat tawaran pekerjaan yang bagus begitu lulus kuliah. Lalu aku bekerja keras dan mengumpulkan uang sebanyak mungkin agar bisa menikahi Anara," ujar Abi yang masih melanjutkan ceritanya. Lyan masih setia mendengarkan. Ekspresinya berubah. Tak ada lagi rasa benci yang tersirat di wajahnya. Ia mulai bersimpati pada kisah Abi dan Anara semasa muda.
"Jadi aku memutuskan untuk menemui orang tua Anara untuk melamarnya. Saat itu Anara terlihat sangat bahagia. Kami sudah merencanakan banyak hal untuk masa depan kami. Jadi saat itu aku cukup percaya diri kalau kami pasti bisa mendapatkan restu. Tapi ternyata hari itu adalah hari terburuk bagiku di dunia. Dan selamanya, aku tidak akan pernah melupakannya..."
Abi memejamkan matanya sesaat demi mengingat kembali momen menyakitkan saat itu. Momen ketika ia berbicara langsung dengan keluarga Aryasena untuk melamar Anara.
"Nak Abi, kamu pasti tahu fungsinya cermin, bukan?" tanya Tuan Wisnu Aryasena, ayah Anar
Anara memandang pemandangan di luar jendela kamarnya dengan tatapan hampa. Ia mendesah. Lelah. Sampai kapan dia harus terus hidup seperti ini. Seorang wanita cantik yang terkurung di istana yang antik. Dan ia kembali mengingat sepotong percakapannya dengan Abi di masa lampau."Abi, bagimu, aku ini seperti apa?" tanya Anara dengan nada manja sambil menyandarkan kepalanya di dada Abi.Abi membelai lembut rambut Anara sambil menjawab, "hmm...kamu itu pelita."Anara langsung menengadah. "Pelita?"Abi mengangguk sambil tersenyum manis. "Ya, kamu seperti cahaya yang menerangi kehidupanku yang gelap. Aku selalu bersyukur bisa bertemu denganmu, Nara,"Anara terpana mendengarnya. Ia tak lagi sempat menyusun kata-kata untuk membalas ucapan manis Abi. Melainkan ia langsung membalasnya dengan memberi kecupan manis di bibir Abi.Anara memejamkan matanya. Mengingat kembali
Abi tersentak ketika menyadari bahwa apa yang sedang ia lakukan kini bukanlah mimpi. Tubuh yang ia rengkuh. Kulit mulus yang ia sentuh. Semuanya nyata!Abi langsung bangkit dan mengerjap tidak percaya melihat sosok di hadapannya."Na....Nara...." desisnya tidak percaya."Sayang...." wanita itu, Anara, mendesah memanggilnya ketika secara tiba-tiba Abi menghentikan kemesraan mereka. Tatapan cantiknya masih penuh damba. Menginginkan Abi kembali ke pelukannya.Abi menatap tidak percaya terhadap apa yang sudah ia lakukan. Bekas gigitan cintanya di beberapa bagian atas tubuh Anara membuatnya terbata-bata, tak mampu berkata-kata.Abi segera memalingkan wajahnya. Ia sangat malu. Malu terhadap apa yang sudah ia lakukan pada wanita yang kini telah resmi berstatus sebagai istri orang.Abi segera meraih pakaian yang terjatuh di lantai dan melemparnya pelan ke arah
Ini semua belum berakhir, Lyan. Kebahagianmu, dan juga kebahagiaanku... ' Kata-kata Dirga terus terngiang-ngiang di benak Lyan. Entah kenapa selalu membuat Lyan memikirkannya. Kebahagiaan? Bukankah selama ini toh dia baik-baik saja? Lyan tidak tahu apa itu kehidupan sempurna, namun setidaknya dia menyukai kehidupannya selama ini, dan itu sudah cukup. Tapi, semua terasa begitu sebelum Abi datang. Pria itu seperti domino yang jatuh. Kedatangannya terus memicu masalah lain yang timbul dalam kehidupan Lyan yang biasanya tenang. Dan salah satu masalah itu termasuk kehadiran Dirga. Lalu bagaimana bisa salah satu pembawa masalah itu kini menawarkan kebahagiaan padanya...? Lyan menarik napas sesaat. Sebetulnya Lyan tidak berencana untuk bisa akrab dengan Dirga. Cowok itu sangat populer dan jelas Lyan tidak ingin berada dalam
Raut kecewa di wajah Anara terus terbayang-bayang di benak Abi. Ada rasa tidak tega, namun dia harus tetap pada logika.Entah bagaimanapun kehidupan wanita itu saat ini, dia sudah berstatus sebagai istri orang. Dan setahu Abi, suami Anara itu, Pram Sanjaya, bukanlah pria sembarangan.Meskipun cukup mengejutkan ketika akhirnya Anara memilih untuk menikahi kakak iparnya sendiri. Tapi, siapa juga yang bisa menolak pesona seorang Pram? Meskipun saat itu berstatus duda, kualifikasinya jelas melebihi pria lajang biasa. Dan saat itu Abi jelas tidak ada apa-apanya.Ya, Anara telah memilih untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama pria itu ketimbang pergi bersama Abi ke luar negeri. Jadi kalau sekarang wanita itu masih merengek bahwa dia tidak bahagia, itu bukanlah urusan Abi.Memang, darah Aryasena semuanya sama saja.Abi mencibir. Kini, dia harus tetap fokus
"Mau apa waria itu kesini?" Tanya Pram pada Anara yang masih sibuk membereskan kumpulan katalog properti yang berserakan di atas meja di hadapannya."Namanya Sisca. Dia itu temanku!" sahut Anara cuek."Wah, selera pertemananmu cukup unik."Anara masih sibuk membereskan katalognya dan tidak berminat membalas perkataan Pram. Sementara itu, Pram mulai memperhatikan katalog yang sedang dibereskan Anara."Apa kau berniat cari tempat pelarian baru? Mau kurekomendasikan?"Anara mendengus kesal sambil menatap Pram sebal. "Bukan urusanmu!" Ia langsung bangkit, namun ketika melalui Pram, tiba-tiba pria itu menarik tangannya lembut."Apalagi??" Bentak Anara. Pram hanya tersenyum sambil mengusap lembut kepala Anara. "Ada kotoran di kepalamu. Lain kali, keramaslah lebih bersih."Anara melongo tak percaya. Kemudian ia reflek iku
9 tahun yang lalu...Pram berdecak kesal mengutuk kemacetan panjang yang sudah sekitar satu jam melanda. Ia melirik arlojinya. Seharusnya dia sudah tiba di tempat pertemuan setengah jam yang lalu. Namun kemacetan yang tak terduga ini justru membuatnya akan terlambat!Klien yang akan ditemuinya sangat penting, dan bagaimana bisa Pram memberikan kesan buruk dengan datang terlambat pada pertemuan pertama mereka?!Sekretaris Pram, Ammar, Wiguna, menelepon klien tersebut dan memberitahu mengenai perihal keterlambatan mereka. Dan beruntungnya, ternyata sang klien juga sedang terjebak kemacetan panjang di ruas jalan yang berbeda. Keduanya pun memutuskan untuk mengundur waktu pertemuan mereka.Pram menarik napas lega. Ia meminta dokumen yang akan mereka bahas nantinya pada Ammar. Ia ingin mempelajarinya sekali lagi sebelum bertemu dengan sang klien.Tiba-tib
Dua bulan sudah berlalu sejak acara peresmian itu. Dan sudah dua bulan ini pula sesuatu telah berubah dari Pram. Ia selalu tampak kurang bersemangat. Memang ia tetap mengerjakan segalanya dengan baik, namun setelah itu ia lebih sering menyendiri dan terlihat merenung menikmati kesendiriannya.Ammar menjadi khawatir melihat keadaan tuannya. Tentu ia tahu apa penyebabnya.Gadis itu. Anara Aryasena...Perusahaan Sanjaya memang masih mengikutsertakan organisasi Himpunan Pemuda Peduli Negeri dalam setiap kegiatan bakti sosial mereka. Hanya saja Pram-lah yang tidak lagi langsung berpartisipasi. Dia hanya menyerahkan segala urusan pada staffnya saja.Ammar tahu pasti. Pram pasti berat hati untuk bertemu Anara lagi...Ammar tersenyum. Tuannya ini benar-benar sosok yang baik hati. Meskipun cakap dalam berbisnis, namun kalau urusan hati, tuannya ini polos sekali.Anara masih muda. Dan hubungannya dengan pemuda itu m
Pram menyambut kaku uluran tangan dari seorang wanita cantik yang sedang tersenyum di hadapannya. Tangan yang lembut dari seorang wanita berparas jelita dengan rambut panjang bergelombangnya yang dibiarkan tergerai indah. Gaun panjang putih gading bertabur kristal Swarovski dan berpotongan sabrina di atasnya semakin menambah keeleganan wanita ini.Namun sayangnya, tak satupun dari semua keindahan ini mampu membuat Pram berdebar-debar. Sederhana saja, karena wanita di hadapannya bukanlah Anara Aryasena. Melainkan sosok lain bernama Amira Aryasena."Amira ini baru saja pulang dari Korea Selatan. Dia diundang secara khusus oleh Seona Kim untuk berkolaborasi dengannya di acara resital piano miliknya di sana. Ini sungguh suatu kehormatan untuk puteri kami," Ujar Jeanita memperkenalkan puterinya dengan penuh kebanggaan. Amira tersenyum malu sambil curi-curi pandang ke arah Pram di depannya meskipun saat ini raut wajah pria itu justru berubah datar."