"Siapa itu?" Greta takut ketika terdengar suara langkah kaki seseorang masuk ke dalam ruangan. "Siapa kau?" tanyanya sekali lagi.
Merasa dirinya dalam bahaya, Greta mengambil ponselnya di tas dan menghubungi Jerico. Sementara Jerico tak berniat pergi dari kantor, perasaannya mendadak tidak enak. Dia justru khawatir dengan Greta di dalam sana."Hallo, Ko." Greta berbicara dengan nada bergetar. Dia sangat takut sekarang. "Tolong aku."Ponsel Greta terlempar ke lantai saat seseorang yang tidak tahu batang hidungnya itu mendekatinya. Greta bisa memastikan jika seseorang itu adalah seorang lelaki. Greta pun berlari menjauh ke manapun dia bisa."Siapapun tolong aku," teriak Greta. Percuma saja, keadaan kantor sudah sepi. Harapan satu-satunya adalah Jerico dapat membantunya.Lelaki itu tertawa. "Tidak ada yang bisa menolongmu, Ta."Suara itu, Greta mengenalnya. Itu suara Nino. "Nino? Apa yang kau lakukan?"Silaunya mentari menembus jendela menyilaukan kedua mata Greta. Dia terbangun dan menyadari bahwa kepalanya seperti ada yang mengganjal. Perlahan dia menghadapkan tubuhnya ke kanan, mendapati Jerico tertidur lelap tanpa mengenakan baju.Greta panik. Dia langsung mengecek lalu bernapas lega, pakaiannya masih utuh. "Aku takut sekali," gumamnya.Greta menghadap kembali ke kanan lantas memperhatikan satu per satu bagian wajah Jerico. Kalau diperhatikan dari dekat, Jerico bisa dibilang tipe-tipe idaman para perempuan di luar sana.Jerico lelaki yang tampan, tubuhnya perfect terlihat dia rajin berolahraga, tinggi, dan pewaris dari Louise Group. Siapa yang tidak tergila-gila dan jatuh cinta padanya? Semalam Greta telah menyatakan perasaannya dengan jujur pada lelaki itu. Dia tak menyangka reaksi Jerico sesenang itu."Kenapa kau melihatku seperti itu?" Suara Jerico terdengar berat. Hal itu memicu keterkejutan Greta.Greta salah ting
Seperti biasa pagi ini Greta harus kembali bekerja. Tak peduli seberapa bengkak pipinya sekarang sebab dia tak bisa membayangkan lagi pekerjaannya akan menumpuk setinggi apa."Kau pergi bekerja?" tegur Jerico saat lelaki itu baru saja keluar dari kamar dengan kaos dan celana pendek."Ya, aku tak enak dengan yang lain bila tidak masuk lagi hari ini. Mereka membutuhkanku." Greta telah selesai memasang sepatunya lantas berdiri dari sofa."Pipimu masih bengkak. Kau yakin baik-baik saja?" Jerico sangat khawatir jika di kantor nanti menjadi lebih parah."Tak apa. Aku pergi dulu, ya." Langkah Greta berhenti ketika lelaki itu menahannya."Kau tidak sarapan dulu?""Flo sudah menyiapkan bekal untukku." Greta tersenyum seraya menyematkan kecupan hangat di pipi Jerico. "Aku pergi duluan, daaah." Kali ini lelaki itu membiarkan Greta pergi.Apa yang dilakukan Greta justru membuat Jerico diam mematung di tempat. Aliran darahnya berdesir hebat tak karuan. Bahkan rona merah di pipi Jerico tak bisa dih
Greta berjalan di sepanjang jalan dengan malas. Tak menengok kanan dan kiri, justru dia membungkukkan kepala. Tiba-tiba seseorang menarik lengannya hingga menubruk tubuh orang itu."Heyy, kau!" Baru saja Greta ingin memarahinya, dia kemudian menghela napas lalu memukul dada orang itu. "Kenapa kau mengagetkanku, Ko.""Kau tidak sadar ingin tertabrak sepeda? Dasar ceroboh." Jerico mengacak-acak rambut Greta. "Ada apa? Wajahmu tidak enak sekali dipandang.""Aku baru saja bertemu dengan Calvin. Dia menceritakan banyak hal sampai-sampai aku dibuat emosi olehnya," adu Greta. "Omong-omong, kenapa kau bisa ada di sini? Bukankah kau sibuk meeting?""Meetingku sudah selesai dan berniat mengajakmu makan siang bersama. Tapi aku melihatmu keluar dari kantor dengan terburu-buru. Jadi aku memutuskan mengikutimu," ujar Jerico panjang lebar."Berarti kau mendengar semua pembicaraanku dengan Calvin?" cetus Greta.Jerico mengangguk lantas tersenyum. "Aku senang kau membelaku sebegitunya di depan sahabat
"Bagaimana bisa terjadi?" Greta langsung mencecar Marko dengan pertanyaan ketika baru tiba. "Di mana dia sekarang?""Entah, aku juga tidak tahu. Aku tidak bersamanya saat kejadian." Marko menyesal karena menuruti perintah Jerico untuk menyetir mobil sendiri. "Tenanglah, dokter sedang menanganinya.""Bagaimana bisa aku tenang," Greta semakin panik karena dokter belum juga keluar dari ruangan.Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan dengan jas putihnya. Greta dan Marko mendekatinya."Keadaan pasien baik-baik saja. Hanya luka sedikit di bagian kepalanya saja," kata dokter. "Kalian bisa langaung menjenguk pasien."Tanpa basa-basi lagi, Greta langsung masuk ke dalam ruangan. Begitu melihat Jerico terbaring di ranjang, Greta memeluk lelaki itu dengan erat."Aku mencemaskanmu karena belum pulang." Greta memarahi Jerico karena lelaki itu sukses membuatnya sekhawatir itu.Jerico memberi kode pada Marko untuk memberi ruang pada mereka berdua. Mengerti hal itu, Marko meninggalkan ruangan da
"Ini buatmu," Jerico menyodorkan air putih di hadapan Greta."Terima kasih." Greta meminumnya. "Jadi, bagaimana ceritanya? Jangan bilang kau ingin menghindar dan tak ingin bercerita?" Dia mengalihkan perhatiannya dari isi pesan di ponsel Jerico tadi."Bukan begitu, kau tidak sabar sekali." Jerico mencubit pipi Greta karena gemas. "Sekarang aku akan bercerita. Jadi, waktu papa datang ke kantor dia ingin aku segera menikah.""Lalu kau menjawab apa?" Greta berpikir sejenak kemudian tak membiarkan Jerico menjawabnya lebih dulu. "Aku tahu pasti kau menjawabnya, maaf Pa aku belum memikirkan soal pernikahan. Aku ingin fokus dengan perusahaan dulu." Greta menirukan gaya seperti Jerico.Jerico tertawa lepas. "Kau benar sekali.""Setelah itu, papamu mengatakan apa lagi?" Greta bertanya lagi sambil mengunyah mie di mulutnya.Jerico menatap Greta lekat. Dia khawatir jika menceritakan perjodohannya hubungannya dengan Greta akan merenggang."Ko? Kenapa melamun?" Greta melayangkan sebelah tangannya
Tiba di lobi mansion milik kedua orang tuanya, Jerico bergegas masuk ke dalam. Dia tidak peduli dengan para pelayan yang menyambutnya. Yang dia inginkan segera menyelesaikan keperluannya dan pergi dari sana."Langsung saja, apa yang ingin Papa katakan?" tanya Jerico langsung. Saat itu kedua orang tuanya sedang sarapan di meja makan."Kau ini, datang-datang bukannya basa-basi tanya kabar Papa bagaimana tapi justru sebaliknya." Pak David meletakan rotinya di piring kala Jerico datang dengan sikap tidak sopan."Aku harus ke kantor. Tidak ada waktu untuk berbasa-basi," ujar Jerico dingin.Semenjak Papanya menginginkan perjodohan itu sikap Jerico langsung berubah drastis pada orang tuanya."Kau tidak sarapan dulu, Nak? Ayo, duduk dulu." Mama Helena adalah ibu sambung Jerico. Sementara ibu kandung Jerico telah tiada sejak melahirkannya."Tante tidak usah sok peduli denganku," ucap Jerico dengan ketus.Hubungan Jerico dengan Mama Helena memang tidak baik. Jerico berpikir papanya tidak akan p
Sudah dua hari ini, Jerico pulang terlambat dari kantor. Hal itu membuat Greta khawatir dengan kondisi lelaki itu, mengingat kemarin malam mengalami kecelakaan.Berkali-kali Greta menghubungi Jerico namun ponsel lelaki itu tidak aktif juga. Saat menghubungi Marko pun, dia juga tidak tahu keberadaan Jerico. Marko mengatakan jika Jerico sudah pulang dari kantor. Lantas kemana perginya lelaki itu?"Nona ingin dimasakin apa untuk makan malam?" tegur Flo hingga lamunan Greta buyar seketika."Malam ini kau tak perlu masak. Aku ada janji makan malam di luar bersama temanku," ujar Greta lalu beranjak dari duduknya. "Aku akan bersiap-siap sekarang.""Mau kubantu?" Flo mengajukan diri."Ah, tidak perlu. Aku bisa sendiri." Greta mengulas senyumnya kemudian menuju kamar.Sepulang dari kantor tadi, Mega berniat mengajak Greta makan malam bersama. Perempuan itu bilang, kali ini dialah yang traktir hitung-hitung untuk menghibur Greta. Greta pun menyetujuinya, kapan lagi ditraktir dan makan gratis da
Mobil yang dikendarai Marko akhirnya tiba di restauran mewah pilihan orang tua Jerico. Jerico turun dari mobil lebih dulu, sementara Marko mencari lahan parkir. Tentu saja dia tak membiarkan Marko terlantar begitu saja, maka dari itu lelaki itu memerintahkan sahabatnya masuk ke dalam restauran namun di meja yang berbeda."Maaf, aku terlambat," ucap Jerico mengambil tempat duduk yang masih kosong.Kedua orang tua Jerico sengaja memilih ruang VIP supaya lebih fokus membicarakan perjodohan tanpa adanya gangguan. Padahal bagi Jerico pertemuan makan malam tersebut tidak berarti apa-apa."Engga papa kok, Jer. Kami mengerti kalau kau sibuk sekarang," ucap seorang perempuan di sebelah Jerico."Putraku memang gila pekerjaan, sampai-sampai dia lupa kalau sudah waktunya mencari pendamping," ujar Papa David."Tidak masalah. Bukankah itu bagus? Itu artinya, dia pekerja keras dan bertanggung jawab," timpal Pak Steven, rekan bisnis Papa David."Sudah-sudah berhubung Jerico sudah datang, bagaimana ka