Share

Bab 6 - Bangkit Dari Kuburan

"Hai, Uncle siapa ya?"

Angela mencoba bertanya. Karena dia sangat penasaran. Namun, Martin malah memberi kode pada kedua karyawannya untuk pergi sekarang. Mereka mengangguk cepat kemudian berlalu pergi, meninggalkan Martin sedang memicingkan mata, mengamati wajah yang mirip dengannya itu.

Martin terlihat enggan menyahut. Namun, entah mengapa kedua bocah itu menarik perhatiannya sekarang.

Dengan sabar Angela menanti jawaban dan pada akhirnya baru sadar akan tujuan awalnya datang kemari. "Astaga, wanita penjahat itu belum membayal!" celetuknya tiba-tiba.

Secepat kilat Angela memutar kepala ke samping, melihat Angelo masih bergeming dengan kepala mendongak ke atas.

"Abang, ayo kita minta bantuan olang ini untuk naik ke atas?" kata Angela sambil menepuk kuat pundak Angelo.

Angelo tersentak, dengan cepat menoleh ke samping kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Angela. "Kau benar, tapi sebaiknya jangan minta bantuan orang ini, lihatlah dia terlihat menyeramkan," sahutnya sambil melirik-lirik Martin.

Angela pun ikut berbisik.

"Belalti Abang bilang dili sendili kalau Abang menyelamkan, soalnya wajah Uncle ini milip dengan Abang, apa jangan-jangan, plia ini, Daddy ya" Angela membekap mulutnya seketika lalu melirik Martin sekilas. "Tapi tidak mungkin, masa Daddy bangkit dali kubulan."

Mendengar penuturan Angela, mata Angelo mendelik tajam sejenak. "Jangan gila, wajah bisa saja mirip."

Sementara Martin menghela napas kasar. Meskipun Angelo dan Angela berbisik satu sama lain, dia dapat mendengar dengan jelas celotehan keduanya.

"Kalian mau ke atas?" Martin angkat bicara ketika melihat Lopez baru saja tiba.

Dahi Lopez berkerut kuat, melihat kedua bocah itu. Matanya langsung melirik-lirik Angelo dan Angela yang begitu mirip dengan atasannya. Ingin bertanya pada Martin. Namun, dia urungkan.

Angela reflek mengangguk. "Iya, Uncle. Kami mau ke atas."

Dengan alis mata sebelah kiri terangkat sedikit, Martin membuka suara lagi. "Hm, tapi di mana orang tua kalian dan ada keperluan apa kalian di sini?"

Saat mendapat sebuah pertanyaan Angelo dan Angela melempar pandangan satu sama lain.

Angelo hendak menggerakkan bibir. Namun, gerakan bibirnya kalah cepat dari Angela.

"Sebenalnya, kami mau bertemu wanita yang tidak membayal dagangan kami, Uncle! Jadi bisakah Uncle menekan tombol lima belas, kami mau membuat pelajalan dengannya!" seru Angela menahan kesal kala teringat kejadian tadi.

Angelo terperangah karena Angela terlalu jujur.

"Baiklah, ayo kita ke atas!" Martin maju beberapa langkah kemudian menekan angka lima belas, di mana kantor pribadinya berada.

Angela tersenyum sumringah, lantas menarik cepat tangan Angelo untuk masuk ke dalam lift.

Sementara Martin tengah memberikan bahasa isyarat kepada Lopez, yang hanya diketahui mereka. Martin memberi perintah pada Lopez untuk membawa Angelo dan Angela ke dalam kantornya sekarang bagaimanapun caranya. Entah mengapa, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres saat ini. Martin hendak memastikan sendiri nanti begitu sampai di dalam kantor.

Tak berselang lama, Angelo dan Angela telah sampai di lantai lima belas.

"Bagaimana ciri-ciri wanita yang kalian cari?" tanya Lopez saat Angelo dan Angela berada di luar lift.

"Jelek, lambutnya panjang, gaunnya belwalna melah dan sangat kuno!" seru Angela dengan wajah menahan kesal hingga kedua pipinya mengembung.

Lopez tersenyum kecut lantas mengangguk pelan.

"Oh, sepertinya saya tahu siapa wanita jelek itu, Nona kecil," kilah Lopez, padahal dia tidak tahu sama sekali. Tapi, titah Martin harus segera dilaksanakan.

Mata bulat Angela langsung berseri-seri. "Benalkah? Oh bagus itu, ayo cepat antal kami ke sana!"

Angelo menahan tangan Angela seketika. "Angela, kau jangan percaya, bisa saja mereka berbohong."

"Untuk apa anak buahku berbohong, kalian tidak lihat wanita bergaun merah berdiri di depan ruang itu!" Bukan Angela yang menanggapi, melainkan Martin.

Martin baru saja melihat pakaian yang dikenakan Cordelia, berwarna merah dan memang terlihat sangat kuno.

Saat ini, Cordelia bersama Ursula di depan pintu ruangannya dan tidak menyadari keberadaan mereka.

Angelo dan Angela serempak memutar kepala. Keempat pasang mata mungil itu langsung melebar.

"Wah, tuh kan benal, ayo kita beli pelajalan!" seru Angela, berapi-api.

Tanpa meminta persetujuan dari Angelo, Angela berlari kecil ke arah Cordelia. Sedangkan Angelo tampak panik dan mengejar Angela pula. Sementara Martin mengekori mereka dari belakang bersama Lopez.

"Hei, Aunty, cepat bayal daganganku!" teriak Angela dengan napas terengah-engah.

Cordelia dan Ursula terperanjat kaget. Melihat bocah tadi berada di perusahaan Martin. Dengan wajah menahan malu, Cordelia melirik Martin.

"Cordelia, apa yang kau lakukan tadi sehingga mereka bisa datang ke sini?" tanya Martin seketika dengan raut wajah datar.

Cordelia mendekat lalu bergelayut manja di lengan Martin. "Oh Baby, maafkan aku, tadi aku lupa membawa uang."

Martin enggan membalas, malah memasukkan kedua tangannya ke saku celana lalu melirik Angelo dan Angela secara bergantian.

Dengan muka kesal, Angela menatap tajam Cordelia. "Cih, alasan, cepat bayal sekalang!"

Cordelia melototkan mata, sebisa mungkin tidak melontarkan kasar di hadapan Martin.

"Aku yang akan membayar, akan aku gandakan menjadi dua kali lipat, ayo ikutlah aku ke dalam dulu!" Martin menurunkan cepat tangan Cordelia. Kemudian berjalan, melewati Cordelia.

Cordelia menahan kesal. Tanpa banyak kata berlari kecil, menghampiri Martin.

Lopez tersenyum penuh kemenangan kala rencananya untuk membawa Angelo dan Angela ke dalam ruangan berjalan mulus.

Tanpa menaruh rasa curiga, Angela mengikuti langkah kaki Martin. Sedangkan Angelo mulai resah, entah karena apa, sebab Angela melakukan sesuatu di luar kendalinya. Dia pun terpaksa masuk bersama Angela ke dalam ruangan besar.

"Keluarlah, Cordelia, aku ada urusan sebentar," kata Martin setelah duduk di atas sofa yang berhadapan dengan Angelo dan Angela.

'Sialan, dua bocah ini!' gerutu Cordelia di dalam hati sambil melempar senyum tipis kepada Martin.

"Oke Baby, kalau begitu aku keluar dulu." Cordelia melirik Ursula yang sejak tadi berada di dekatnya. "Ayo, Ursula kita keluar."

Ursula mengangguk patuh.

Sebelum keluar, Cordelia menatap dingin Angela. Angela pun membalas balik.

Sesampainya di luar, Cordelia menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. "Sialan, apa yang mereka bicarakan di dalam sih! Kenapa Martin malah berurusan dengan dua bocah itu!"

"Hm, Nona, maaf kalau menyela, apa Nona tidak merasa kalau wajah kedua bocah itu sangatlah mirip dengan Mister Martin." Ursula memberikan pendapat seketika.

"Apa maksudmu?!"

Dengan takut-takut, Ursula menyampaikan prasangkanya. "Maksud saya, bisa jadi itu anak Mister Martin."

"Apa kau sudah gila! Aku istrinya, tidak mungkin Martin tidur dengan wanita lain!" pekik Cordelia hingga karyawan yang lalu-lalang memusatkan perhatian ke arahnya sekilas.

Ursula memilih diam dan menundukkan kepala, tak berani menyanggah lagi, takut bila Cordelia semakin meradang.

Cordelia tampak gelisah, baru menyadari wajah kedua anak kecil mirip dengan Martin. Lantas mondar-mandir di depan pintu ruangan.

"Tidak, tidak mungkin itu anak Diana ...."

Sementara itu, di dalam sana, keheningan tercipta di antara Martin, Angelo dan Angela sedari tadi. Mereka saling memandang satu sama lain dengan jarak beberapa meter.

"Siapa nama Mommy kalian?" tanya Martin kemudian tanpa mengalihkan pandangan dari keduanya sejak tadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status