"Angela!" panggil Angelo. Angelo terlihat panik, melihat Angela berlari sangat kencang.
"Ya ampun, bagaimana ini! Pasti Mommy marah padaku! Anak itu, apa sih yang dia lakukan!" gerutunya sambil mempercepat langkah kaki kala melihat Angela berbelok ke kanan tiba-tiba. Dia tak melihat apa yang telah terjadi barusan karena sibuk melayani pembeli.Sementara itu di toko pakaian, Pedro sedang sibuk melerai dua wanita pengunjung pakaian yang terlibat adu mulut. Sehingga sejak tadi perhatiannya teralihkan dan tak menyadari bila Angelo dan Angela tidak berada di dalam booth.Begitupula dengan Diana dan Martha. Karena matahari semakin meninggi, para pengunjung toko semakin padat merayap. Sampai-sampai kedua wanita itu kewalahan dan tak menyadari pula si kembar tidak berada di sekitar."Hei, belhenti!"Angela masih mengejar Cordelia dan Ursula sambil memegangi mahkota bunga di atas kepala. Bocah itu tak mau uang hasil kerja kerasnya terbuang begitu saja.Cordelia dan Ursula pun tak berniat menghentikan gerakan. Sambil berlari Cordelia sesekali melirik ke arah Ursula."Ayo, cepat! Aku malas meladeni anak itu! Anak seperti itu tidak akan kapok! Sekali-sekali kita beri dia pelajaran, haha!" Dengan napas terengah-engah Cordelia masih sempat tertawa."Begitu sampai mobil kita langsung masuk ke dalam dan pergi ke perusahaan," lanjut Cordelia kembali.Ursula mengangguk cepat."Nona! Belhenti!" Angela tak patah arang semakin mempercepat langkah kaki dan mengabaikan teriakan Angelo yang terdengar di belakang. Hingga tiba-tiba gerakannya terhenti di belakang mobil yang baru saja dimasuki Cordelia dan Ursula."Fiuh!" Angela mengatur pernapasannya yang tak beraturan sambil memegang kap mobil belakang."Angela, apa yang kau lakukan? Apa kau sudah gila?" Angelo menepuk pelan pundak Angela sambil menahan kesal."Abang ayo kita masuk!" Bukannya membalas perkataan Angelo, Angela tampak panik karena mobil mulai menyala. Dengan cepat dia membuka bagasi mobil.Netra cokelat Angelo langsung melebar, tampak terkejut. "Apa maksudmu?!""Sudah jangan banyak bicala, ikuti saja Angela, Bang. Wanita tadi tidak mau membayar minuman yang dia beli, bukankah itu termasuk penjahat." Tanpa mendengarkan komentar Angelo, Angela masuk ke dalam bagasi mobil.Angelo semakin panik. Mau tak mau ikut masuk ke dalam bagasi."Angela, Mommy akan marah besar pada kita nanti," kata Angelo saat telah berbaring di samping Angela."Shfft, diamlah, Bang. Tidak akan, Angela akan membuat Mommy senyum nanti. Sekarang kita harus minta hak kita sebagai penjual. Wanita itu melendahkan Angela juga tadi." Angela mengerutu sesaat sambil mengedarkan mata di dalam bagasi mobil.Angelo membuang napas kasar. "Lalu bagaimana nanti kita pulang? Kita tidak tahu kemana wanita ini pergi?""Tenanglah, kita pulang pakai taksi nanti, Angela punya uang kok hehe. Yang penting Abang ingat jalan toko pakaian Aunty Maltha."Angelo tak mengubris perkataan adiknya itu, walaupun dia hafal dengan jalan toko pakaian Martha. Namun, entah mengapa perasaannya tak nyaman sekarang.Cordelia tak menyadari bocah menyebalkan itu telah masuk ke dalam mobil dan pergi bersamanya ke perusahaan baru Martin."Ayo, cepat jalan! Kita pergi ke perusahaan suamiku!" titah Cordelia kemudian sambil membuka kancing dress bagian atas karena benar-benar panas sekarang.Keringat di kening Cordelia mengalir dengan deras dari tubuhnya sedari tadi."Baik, Nona." Supir hotel langsung menjalankan kendaraan ke tempat tujuan.Tak lama kemudian, Cordelia dan Ursula langsung turun dari mobil lalu pergi ke lantai lima belas, yaitu kantor pribadi Martin, sesuai petunjuk Lopez tadi pagi.Saat merasa mobil tak bergerak Angelo dan Angela keluar dari membuka bagasi mobil perlahan-lahan."Panasnya!" celetuk Angela saat sudah berada di luar mobil. Kedua mata mungilnya itu berkeliling sejenak, melihat orang lalu-lalang di pelataran gedung. "Wow, ramai sekali.""Angela, ayo fokus dengan tujuan awal kita, mana wanita yang kau maksud?" Angelo memperingati Angela seketika.Angela tersenyum kikuk. Lantas menoleh ke sana kemarin, menelisik keberadaan Cordelia."Itu Bang! Ayo cepat kejar dia!" Angela menunjuk punggung Cordelia sedang berjalan cepat di depan sana.Tanpa pikir panjang Angelo mengandeng tangan Angela dan berlari bersama-sama hendak menghampiri Cordelia. Akan tetapi, mereka kehilangan Cordelia. Cordelia telah berhasil masuk ke dalam lift. Sambil melihat angka 15 di atas lift, menunjukkan pergi kemana Cordelia. Angelo dan Angela sedang memutar otak bagaimana caranya sampai ke atas."Bagaimana kalau kita minta bantuan Satpam, bilang saja ada orang tua kita di atas." Angelo langsung memberi saran.Angela tersenyum sumringah, menyetujui rencana Angelo. "Oke."Angelo dan Angela hendak memutar tumit ke belakang. Namun, belum sempat membalikkan badan, Angela dan Angelo menabrak tubuh seorang pria yang mereka tidak tahu wajahnya. Sehingga menyebabkan mereka terjatuh bersamaan dan bunga di atas kepala Angela tergeletak di atas lantai."Awh! Sakit ...." Angela mengusap pelan kepalanya. Sepatu pantofel berwarna hitam menjadi pemandangan pertamanya. Angela baru sadar bunganya diinjak pria di depan.Sementara Angelo sedang berusaha bangkit berdiri.Sepasang mata berwarna cokelat memperhatikan Angelo dan Angela dengan tatapan datar, siapa lagi kalau bukan Martin. Dia belum melihat wajah Angelo dan Angela saat ini."Bunga Angela, bunga Angela ...." Angela memukul-mukul sepatu pantofel tersebut. Dalam sepersekian detik, sepatu bergeser. Dengan serempak Angelo dan Angela berdiri lalu mendongak ke atas."Ya ampun, apa ini anak Mister Martinez?""Lucu sekali, aku tak menyangka bila Mister sudah memiliki anak."Dua karyawan yang berdiri di samping Martin memberi komentar karena wajah Angelo sangat mirip dengan Martin.Martin memandang Angelo dan Angela dengan kening berkerut kuat."Bang, kenapa wajah Uncle ini milip Abang ya?" Angela memutus kontak mata lalu melirik-lirik Angelo dan Martin secara bergantian.Angelo tak mengubris, dengan mata tak berkedip-kedip malah menatap seksama wajah Martin."Angelo, aku mencintaimu, kembalilah padaku!" Kalimat yang dikeluarkan Claudia barusan. Membuat rahang Angelo semakin mengetat. Kini wajah wanita itu terlihat kumal dan kusam. Pakaian tahanan melekat dengan sempurna di tubuhnya saat ini. Claudia memandang Angelo dengan tatapan memuja. Angelo menebak bila Claudia melarikan diri dari penjara. Dia menahan kesal mengapa Claudia bisa meloloskan diri. Namun, mengingat ayah Claudia juga memiliki latar belakang di kemiliteran. Hal itu bukanlah hal yang sulit untuk Claudia bisa melarikan diri. Terlebih, saat ini ia dapat melihat sedikit bercak darah di pakaian Claudia. "Apa kau sudah gila! Aku sudah menikah!" seru Angelo dengan mata berkilat. Mendengar hal itu, mata Claudia yang semula berseri-seri langsung menyala bak kobaran api. Dengan napas mulai memburu ia pun berteriak,"Iya aku sudah gila, dan itu semua karena ulahmu! Aku tidak peduli, kau harus menjadi milikku!"Sesudah menanggapi, terdengarlah suara tawa keras di sekitar. Claudia t
Kening Jane lantas mengernyit. "Ada apa?" tanyanya. Amat penasaran ia, mengapa mimik muka Angelo mulai berubah menjadi lebih dingin sekarang, seolah-olah tengah marah pada seseorang. Angelo tak membalas, sejak tadi mendengar dengan seksama penjelasan Eliot. Di mana Adam, papa Claudia merupakan salah satu tersangka yang terlibat di dalam penculikan Jane."Pantas saja kita kesulitan mencari letak lokasi tempat penyekapan Jane, ternyata lelaki bedebah itu yang menutupinya, mama tiri Jane benar-benar gila! Seandainya saja kalau dia masih bernapas aku akan membakarnya hidup-hidup." Di ujung sana Eliot memberi pendapat. Tarikan napas berat pun terdengar bersamaan. Ia begitu kesal karena orang dipercayainya telah berkhianat dan membuat proses penyelamatan sempat terhambat kemarin. Angelo enggan menanggapi, namun dari sorot matanya berkabut kekecewaan mendalam pada Adam.Eliot menarik napas panjang kemudian, memahami Angelo yang masih diam di balik ponsel. "Dan satu lagi, pasti ini akan m
Jane terlonjak kaget kala Claudia berhasil membuatnya terhuyung-huyung ke belakang dan hampir saja terjatuh. Beruntung dirinya dapat menahan diri meski kakinya sekarang terkena pecahan kaca. "Mati kau!" pekik Claudia lagi. "Kau yang mati!" Cukup sudah, Jane habis kesabaran. Dengan sekuat tenaga ia mendorong dada Claudia hingga wanita tersebut terpental jauh, di mana punggung dan kepala bagian belakangnya membentur dinding. Claudia pun langsung pingsan di tempat. "Ck, menyusahkan sekali!" kata Jane sembari menarik napas lega. "Jane!"Perhatian Jane teralihkan kala mendengar suara Angelo di sekitar. Ia alihkan matanya ke arah pintu utama apartment, di mana Angelo berdiri dengan mimik muka terkejut dan panik."Baby!" Dengan hati-hati Angelo mendekat lalu menuntun Jane ke sisi yang aman. Usai itu, tanpa mengucapkan satu patah kata lelaki tersebut memeluk dan mencium kening Jane berkali
Jane mencoba untuk tetap tenang. Sebab sosok di hadapannya auranya tak seperti dahulu. Terakhkir kali bertemu, wajahnya nampak teduh. Namun, sekarang terasa dingin dan hitam pekat. Ada sesuatu yang tidak dapat Jane jelaskan sendiri."Apa maumu, Clau?" tanya Jane sembari memundurkan langkah kaki perlahan-lahan hendak mengambil pisau di dapur. Pasalnya saat ini Claudia tengah memegang pisau. Bukannya menjawab, wanita berambut panjang tersebut malah melangkah maju, sambil melayangkan tatapan mengintimidasi. Namun, Jane sama sekali tidak takut. Mungkin karena latar belakangnya dari keluarga mafia. Menjadikan dia tak gentar sama sekali.Jane tersenyum mengejek setelahnya. "Apa kau belum bisa menerima kalau Angelo memilih aku daripada kau?" ujarnya, sengaja memancing emosi Claudia.Kalimat yang dilontarkan Jane barusan membuat napas Claudia menderu cepat dan matanya pun langsung melotot tajam."Kalau kau sudah tah
"Astaga, kita melupakan Jane, oh ya selamat Jane, semoga kau tahan dengan sikap Angelo. Kami senang ingatanmu sudah pulih sekarang," ucap Eros seketika. Keasikan mengobrol membuat mereka melupakan wanita mungil di samping Angelo. Yang sejak tadi tersenyum kecil, mendengarkan mereka berbincang-bincang. Jane mengulum senyum. "Terima kasih, tenanglah aku sudah terbiasa dengan sikapnya, katanya seraya melirik Angelo sekilas. Angelo balas dengan mengulas senyum kecil."Oh ya, nanti malam jangan terlalu cepat kasihan anak orang," kelakar Ronald membuat semburat merah di kedua pipi Jane langsung muncul. "Ya, pelan-pelan Angelo, aku tahu ini pertama kalinya bagimu," timpal Eros sembari tertawa pelan. Sontak Angelo dan Jane saling lempar pandangan. Seandainya saja teman-temannya tahu bila mereka sudah bercinta kemarin. Maka dapat dipastikan akan dijadikan bahan olok-olokkan oleh ketiga pria jahil di depan."Hei, sepertinya tawa kita membuat orang risih." Eros melirik ke segala arah kala
Martin nampak syok ketika melihat Angelo berdiri dalam keadaan dada terbuka. Dapat dipastikan anak sulungnya tersebut baru saja selesai berhubungan badan. Jane pun berbaring di atas kasur sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Gurat kepanikan tergambar jelas di wajahnya sekarang.Dengan muka tak berdosa, Angelo melirik Jane sekilas, memberinya kode untuk tetap diam di tempat dan jangan bergerak. Jane mengerti, membalas melalui gerakan mata. Mengatakan takut pula pada Angelo. Namun, Angelo memberi bahasa isyarat untuk jangan takut. "Biadap!" murka Georgio, lantas mendekat kemudian melayangkan tamparan kuat pada pipi kanan Angelo. Kepala Angelo bergerak ke kanan seketika. Pipinya pun langsung memerah. Sambil memegang pipi, Angelo menoleh ke depan."Apa kau sudah gila hah?!" jerit Georgio."Maafkan aku Tuan Georgio, aku memang sudah gila. Kalau aku tidak melakukan ini. Kau pasti tidak akan merestui hubungan kami! Jadi, lebih baik aku hamili anakmu dulu!" seru Angelo tegas, hin