"Naya, apa yang kamu lakukan sama, Meira?" tanya Mas Bram dengan suara meninggi.
Seketika Meira bangkit dan memegang pergelangan tangan Mas Bram.
"Mas, aku takut, Mas. Naya bilang aku tidak boleh nginap di sini, dan dekat-dekat sama Mas Bram," ucapnya sambil terisak. Waw pintar sekali aktingnya padahal aku sama sekali tidak berucap demikian.
"Naya, keterlaluan kamu!" ucap Mas Bram geram. "Meira ini tamu kita, harusnya kamu bersikap baik padanya!"
"Mas, a-aku cuma ...."
"Sudahlah, Nay! Alasan apa lagi yang akan kamu katakan semuanya sudah jelas. Mas lihat sendiri kamu yang membuat, Meira terjatuh."
"Tapi, Mas, Meira yang duluan," jawabku tak mau kalah.
"Mas aku takut, Mas," Meira semangkin mencengkaram tangan Mas Bram, berpura-pura ketakutan.
"Hentikan, Meira! Apa yang kamu lakukan tidak perlu bersandiwara!" Bentakku geram melihat tingkahnya yang membuatku naik darah, aku pun menarik tangannya agar melepaskan Mas Bram.
"N
"Mita?" ucap Mama panik.Mendengar teriakan Mita dari arah pintu depan membuat, Mama gegas melangkah menghampiri anak perempuan kesayangannya tersebut untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Mas Bram dan Meira pun ikut ke depan. Aku pun tak tinggal diam ingin menyaksikan tamu yang telah menyita perhatian isi rumah ini."Ca-cari siapa?" tanya Mita terbata pada sosok lelaki yang berdiri di depan pintu. Namun, yang ditanya hanya diam.Mataku membulat tidak percaya, melihat pemandangan itu. Lho itukan, Dewa kenapa dia yang datang kesini ada perlu apa? Mana Oma?"Omay god, itu beneran oppa-oppa korea?" Meira pun tak kalah takjub melihat Dewa yang tampannya menurutku malah lebih terlihat ke arab-araban tersebut.Terlihat Mas Bram menyikut tangan Meira, menyadarkannya dari rasa takjub. Lalu, Meira pun kembali bersikap biasa-biasa saja sambil senyam-senyum.Ya siapa yang tidak tertarik akan ketampanan seorang lelaki yang kini tengah berdiri di de
"Nay, tolong jangan tinggalin, Mas. Mas janji akan memperbaiki semuanya," ucap Mas Bram dengan wajah penuh penyesalan. Aku yang mendengar teriakan Mas Bram menghentikan langkah."Oma, tunggu sebentar sepertinya aku harus bicara sama, Mas Bram," pintaku, terlihat Oma keberatan namun akhirnya mengangguk.Aku pun berbalik menatap lekat wajah sendu, Mas Bram, sembari melangkah mendekat ke arahnya dengan wajah pura-pura sedih."Nay, kamu mau, 'kan maafin, Mas?" tanya Mas Bram tersenyum getir berusaha memegang jari jemariku dengan mata berkaca-kaca, sebenarnya aku tidak sudi menerima sentuhan mantan suamiku tersebut, namun demi membuatnya sedikit patah aku harus berpura-pura.Melihatnya sikap Mas Bram seperti itu, rasanya bukan membuat simpati malah ingin tertawa geli. Lelaki yang biasanya terlihat angkuh itu, kini menangis tak berdaya. Di samping kanannya berdiri Mama dan Mita, sementara di samping kananya Meira yang terlihat mencebik, melihat drama yang
"Hallo, Papa," Begitu sambungan video call terhubung Rania langsung menyapa Mas Bram. Aku duduk di samping Rania. Namun, sengaja belum menampakkan diri."Rania, anak Papa," ucap Mas Bram dengan binar bahagia.Aku pun segera memberi kode ke Rania untuk memberikan ponselnya, padaku Rania pun menurut."Hallo mantan!" sapaku sembari tersenyum lebar menampakkan baris gigiku yang putih.Glek, terlihat Mas Bram menelan saliva."I-itu ka-kamu, Naya istri, Mas?" tanya Mas Bram terbata. Tiba-tiba, rasanya mual mendengar kata istri yang terucap dari bibirnya. "Ca-cantik sekali," lanjutnya dengan mata tak berkedip."Perempuan itu akan terlihat cantik kalau dimodalin, Mas," jawabku sembari terus mengulas senyu.Terlihat Mama ikut menyempilkan wajahnya ke dekat Mas Bram, berebut ingin melihatku."Ma-mantu Mama cantik sekali," pujinya.Aku hanya tersenyum geli melihat kelakuan mantan suami dan mertuaku tersebut. Mereka baru memuji-muji
Aku terlonjak kaget mendengar suara Bass yang tiba-tiba mengusik pendengaranku. Aku beralih menatap ke sumber suara, ternyata Dewa."Mau tau aja urusan orang," celetukku lalu pergi meninggalkannya menuju dapur.Sekilas kulihat Dewa beralih menatap ke jendela mungkin rasa penasarannya tidak bisa ditahan. 'Dasar kepo' gumamku sambil terus melangkah.Tiba di dapur aku segera menaruh barang-barang yang tadi kubeli ke atas meja."Eh, Non Naya," ucap Bi Jum yang biasa mengurus bagian dapur.Aku tersenyum membalas sapaan dari Bi Jum sembari tanganku bergerak lincah mengeluarkan barang-barang dari kantong plastik."Itu mau ngapain, Non?""Saya mau masak cake spesial buat, Oma, Bi," jawabku sembari tersenyum lebar."Aduh sebaiknya, Bibi aja yang masak, Non. Saya takut Nyo ...."Belum sempat Bi Jum menyelesaikan kalimatnya aku sudah memotongnya. "Udah Bibi tenang saja, saya biasa mengerjakan pekerjaan rumah apa lagi yang ber
"Andai, Mas Bram tidak memberiku talak tiga tentu saja aku mau, Ma," jawabku memelankan suara. Aku yakin dengan begitu bertambahlah rasa penyesalan Mas Bram, juga Mama.Suasana sejenak hening."Jangankan cuma membantu, Naya di perusahaan, bahkan jika anak Ibu adalah suami yang bertanggup jawab dan menyanyangi cucu saya, tentu saja aku sendiri yang akan menjadikannya direktur di salah satu perusahaan saya," ucap, Oma seperti orang yang tengah menyesal. Aku tidak tau, apa yang dikatakan Oma benar adanya atau hanya ingin membuat keluarga Mas Bram semakin bertambah menyesal, karena kehilangan kesempatan.Mata Mama terbelalak mendengar ucapan, Oma. Sementara Mas Bram kulihat menelan saliva seperti orang yang sedang ngiler sesuatu."Di-direktur?" tanya Mas Bram terbata."Betul," jawab Oma singkat."Bu saya mohon, batalkan perceraian ini. Aku yakin Naya sama Bram masih saling mencintai, kita jangan jadi orang tua yang egois," ucap Mama terisak semb
Dewa dan Mas Bram sejenak saling tatap seperti film india yang sebentar lagi akan menari dan menyanyi. Namun, Dewa yang memang tidak suka basa-basi, kembali cuek dengan ciri khasnya dan mengajak kami untuk segera pulang."Ayo, Oma kita pulang!" ajak Dewa tanpa menghiraukanku. "Hei, kamu kenapa masih diam disitu apa mau tinggal di sini?" ketusnya."Samsul," panggil Oma saat Pak Samsul tengah menuju parkiran.Pak Samsul pun mendekat. "Terima kasih untuk kerja samanya," ucap, Oma sembari menyambut tangan Pak Samsul."Sama-sama, Bu. Senang bisa membantu," balas Pak Samsul."Terima kasih, Pak!" Aku pun ikut mengucapkan rasa terima kasih karena telah membantu sidang perceraian ini."Sama-sama, Mbak Naya. Kalau begitu saya pamit dulu, karena masih ada urusan yang harus saya selesaikan," pamit Pak Samsul. "Mari, Bu, Mbak!"Pak Samsul pun pergi menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari mobil Dewa. Sementara Mas Bram masih berdiri di tempa
Usai meeting aku kembali ke ruanganku, dan duduk dikursi kebesaran. Setelah bercerai dengan Mas Bram, Oma benar-benar menyerahkan perusahaan untuk kukelola. Namun, Oma tidak lepas tangan begitu saja ia tetap memantau perkembangan perusahaan.Dengan masukan-masukan petinggi-petinggi perusahaan aku mulai paham dan mengerti apa yang mesti kulakukan sebagai pemimpin demi kemajuan perusahaan, seperti hari ini meeting berjalan dengan lancar dan memenangkan tender. Meski begitu tak lantas membuatku merasa puas karena masih banyak yang harus kupelajari. Untuk pertama kali, Dewa juga merasa bangga akan usahaku.Aku mengambil gelas di atas meja yang sudah terisi dengan air, lalu meneguknya dengan pelan, tiba-tiba aku teringat Mas Bram. Sejak kami bercerai hampir tiap hari ia datang ke rumah dengan alasan ingin bertemu Rania, di saat jam istirahat. Tak jarang ia juga datang di saat jam pulang kantor. Namun, sudah beberapa hari ini, Mas Bram tidak datang ke rumah baik siang atau p
Meira terlihat nampak syok mendapati tas dan bajunya basah, pelayan lelaki itu pun nampak panik dan ketakutan. Ia segera mengambil tisu untuk mengelap baju dan tas Meira."Eh, eh mau ngapain kamu?" cegah Meira bangkit sembari membersihkan sisa air di atas tasnya."Lo tau gak berapa mahalnya tas yang gue pakai, gaji Lo setahun aja gak bakalan bisa beli," bentak Meira dengan kesal.Eh, tunggu dulu itukan tas yang waktu itu? Dih belagu banget, Meira tas diskonan gitu aja dia bilang mahal pake buanget, terus pake ngerendahin orang lagi, bener-bener bikin geleng kepala itu orang."Ma-maf, Mbak," ucap pelayan itu dengan gemetar."Panggil bos, Lo biar Lo dipecat sekalian,""Jangan, Mbak. Saya tidak mau di pecat, saya sangat membutuhkan pekerjaan ini," jawab pelayan itu memelas."Kalau, Lo gak mau di pecat sekarang juga berlutut di kaki gue, minta maaf!" tegas Meira, sambil menyentakkan high heelnya di atas mar-mar. Seketika membuat pel