"Yeiii … tim kami menang, Nindi," pekik Clara, begitu senang karena akhirnya tim 02 berhasil memenangkan permainan basket. Clara tidak menyangkan dan sempat panik akan kalah saat berhadapan dengan tim 07, di mana isi tim tersebut adalah tiang semua dan mereka juga jago semua. Sedangkan di tim-nya ada dia yang benar-benar beban, kalang kabut karena dikelilingi oleh tiang berjalan. Namun, ternyata mereka menang. Dia sepertinya lupa jika suami sahabatnya–si pangeran es itu, adalah mantan pemain basket terbaik saat high school dulu. Ditambah ada brondongnya, Kaze, yang juga ternyata sangat jago. Oliver dan Leonard juga bermain dengan baik. Hanya saja, untuk permainan ini, Clara tak hentinya memuji kemampuan si pangeran es dan brondongnya. Clara baru sadar jika Nindi dikelilingi oleh pria yang jago bermain basket, semua pemain terbaik. Zeeshan, Kaze dan Danish, ketiga orang itu pemain basket terbaik. Sayangnya, Danish ada di tim yang salah, hanya dia yang pandai bermain basket dan sisa
"Terus terang saja, Pick Me, kamu suka yah sama suami aku?!" Gluk' Ekspresi Adrea seketika tegang dan gugup, terlebih teman-temannya mendadak diam saat Nindi mengatakan hal tersebut. "A-aku tidak mungkin suka pada sepupuku sendiri. Nindi, kamu tidak boleh cemburuan begitu. Sikapmu yang seperti ini membuat orang-orang tidak nyaman." Bug' Dug' Seseorang tiba-tiba melempar bola basket secara kuat ke arah Adrea, mengenai kepala perempuan itu. Hal tersebut membuat Adrea berakhir tersungkur di lantai. "Auuu …." Adrea langsung menjerit sakit, memegang kepalanya yang terasa ngilu dan pusing. "Ahk." Adrea terus mengiris. Dia tidak bohong, kepalanya sungguh sakit dan dia merasa sangat pusing. Dia mencoba menenangkan diri, setelah itu mendongak untuk melihat siapa yang melemparnya dengan bola. "Siapa sih yang melempar bol--" Ucapan Adrea seketika berhenti saat melihat tak ada seorang pun di lapangan. Mereka semua meminggir dan hanya ada Zeeshan, terlihat mengambil bola basket. Adrea
"Sekali lagi kamu datang, kamu bakalan Tante cium. Rauuuu …," canda Clara, menangkap tubuh kecil Malik lalu mencium pipi anak itu. Membuat seseorang pria di kejahuan menjadi muram. Awalnya pria itu senang karena melihat Zeeshan kebakaran jenggot sendiri, akan tetapi kenapa sekarang malah dia yang kegerahan sendiri? Seolah ada yang memanas-manasi serta memancing emosinya. Tapi apa? "Kata Aunty sekali lagi, kenapa Malik sudah dicium?" tanya Malik, menyentuh pipinya yang dicium oleh teman aunty cantiknya. "Karena kamu gemesin," seru Clara sambil tertawa kecil. "Nah." Sedangkan Nindi, setelah selesai mengupas jeruk Malik yang kesekian kalinya, dia menyerahkan jeruk tersebut pada Malik. "Sebagai ucapan terima kasih, boleh tidak Malik mencium Aunty?" tanya Malik dengan nada pelan yang terkesan malu-malu. "Ouh, bole, Sayang," ucap Nindi senang, segera mencondongkan tubuhnya ke arah Malik yang berdiri di sebelahnya. Dia mendekatkan pipi kanan untuk Malik cium. Anak itu memonyongka
"Pergi!" ucap Clara, di mana saat ini dia sudah di apartemennya dan Leonard juga ikut kembali ke sini. "Pak, tolong lah. Kamu pergi dari sini. Tidak baik perempuan dan laki-laki yang tak punya hubungan tinggal satu atap. Dosa," ucap Clara kemudian, kembali mencoba mengusir Leonard supaya pergi dari apartemennya. Awalnya Clara pikir jika dia berbelanja, pria ini akan pulang. Kenyataannya, Leonard malah menyusulnya ke swalayan. Dia juga ikut pulang dengan Clara dan sekarang duduk santai di sofa. "Kalau begitu kau harus menikah denganku," jawab pria itu tenang, bangkit dari sofa lalu berjalan santai menuju kamar Clara. "Hah?" Clara cengang mendengar perkataan Leonard. What? Dia harus menikah dengan pria ini? "Semakin gila ajah nih laki!" gumam Clara, menatap Leonard yang tengah masuk ke kamarnya. Clara menyusul, berniat kembali mengomeli Leonard karena seenaknya masuk ke kamarnya. Namun, baru saja Clara ingin mengomel, dia langsung bungkam melihat Leonard yang sedang melepas kemej
"Heh!" Clara menatap horor bercampur syok pada sosok pria yang saat ini berjalan masuk ke dalam apartemennya, "kamu ngapain ke sini?" ucapnya, mengamati pria itu dari atas hingga bawah. Alih-alih menjawab, pria itu tiba-tiba memeluknya lalu mengacak surai di pucuk kepalanya. "Argkkk!" Clara menjerit tertahan, mendorong Leonard supaya menjauh darinya, "bajingan!" pekiknya, protes karena dia tak terima dipeluk oleh pria itu. Sedangkan Leonard, tiba-tiba melayangkan tatapan tajam dan membunuh ke arah Clara. "Sekali lagi kau memanggilku bajingan, kuhamili kau," ancam pria itu, melepas tuxedo yang ia kenakan kemudian meletakkannya di atas kepala Clara. "Iiiiih!" kesal Clara, mengambil tuxedo dari atas kepalanya lalu berniat membantingnya ke lantai. Akan tetapi merasa tuxedo tersebut sepertinya mahal, Clara mengurungkan niat untuk membantingnya. Takut lecet lalu pria ini menyuruhnya ganti rugi. "Makanya jangan asal peluk anak orang. Situ siapa memangnya!" marah Clara kemudi
"Nindi, Daddy," ucap Zeeshan. Deg deg deg' Kina seketika berhenti menangis setelah mendengar ucapan putranya tersebut, menatap Zeeshan dengan tampang muka tegang bercampur tak percaya. "I-ini punya Nindi?" gugup Kina, mengangkat tespek lalu menunjukkannya pada Zeeshan. "Ya, Mom." Zeeshan menganggukkan kepala, "aku datang ke sini untuk menanyakan nama benda itu pada Mommy," ucap Zeeshan, berjalan ke arah sofa lalu kembali duduk di sana. Di sisi lain, Zayyan menghampiri istrinya, menatap benda di tangan istrinya kemudian beralih menatap ke arah putranya. "Kau tidak berbohong jika ini punya Nindi?" "Tidak, Dad." Zeeshan menjawab cepat. Pada akhirnya, Zeeshan menceritakan alasan kenapa dia datang ke tempat ini. Mulai dari dia menemukan benda tersebut di wastafel, lalu mengira itu alat kecantikan istrinya jadi dia menyembunyikannya untuk menjahili Nindi. Nindi mencari benda itu, dan sepertinya benda itu memang penting. Setelah mendapatkan apa yang dia mau sebagai imbalan, Zeesh