Share

BAB 1 29 Desember 2019

Harum kopi Espresso menguar berbaur aroma hutan hujan berselimut lelumut kabut. Seringai cahaya pekat mentari pagi pecah membuncah sehingga gegurit partikel cahayanya berhasil susuri celah bencah jendela vila yang terbuka tak sempurna. Seringai temaram kelabu berhawa dingin tusuki ari kulit sesakkan seisi ruangan.

Setelah beberapa hari akhirnya Margareta berhasil yakinkan suaminya yang sudah kewalahan. Dengan segala keterbatasan keuangan Rudi dipaksa bersedia menyewa tempat khusus untuk terapi putri semata wayangnya.

Tetapi sewa vila peninggalan Belanda di tengah hutan ini sangat mahal! Itulah kata hati tersirat yang tak mungkin terucap kepada istri yang sudah menemani hidupnya selama puluhan tahun.

Semahal apapun bagi Margareta yang penting alasan medisnya jelas. Terapi ingatan putri mereka Sofie harus lebih fokus! Jauh dari keramaian. Tidak ada lagi yang perlu merasa terganggu dengan teriakan histerisnya yang khas dan sangat berisik itu!

Teriakan bersahut jeritan yang sama kala terbangun dari mimpi buruknya kini memasuki hari ke dua puluh sembilan. Kabar buruknya belum ada kemajuan berarti. Bahkan kata dokter Bram yang ahli spesialis ilmu saraf dan jiwa keadaan Sofie bisa semakin parah. Bahkan menuju arah membahayakan. Bukan hanya membahayakan dirinya namun juga membahayakan orang lain.

“Harus ada tindakan khusus dengan pengawasan yang ketat.” Saran medisnya.

Sofie baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke dua puluh lima dan bertunangan. Jelas calon mertua dengan umur sama-sama lima puluhan ini tidak lagi muda. Apalagi ditambah masalah putri mereka yang menderita lupa ingatan akut membuat keduanya semakin lelah dan tidak bertenaga. Berlatar belakang pendidikan dan pengalaman bisnis mereka hanya pasrah dengan tindakan medis. Adalah fokus mereka mencari uang. Selebihnya biarkan dokter yang bekerja. Kesembuhan ingatan Sofie yang utama! Berapapun harganya. Bagaimanapun caranya.

"Honey, come on minum ini. You keliatan berantakan." Rudi mencoba menenangkan istrinya yang tegang dengan segelas kopi panas dan sedikit sentilan humoris.

"Aku lelah, Rud. This missery makes me fuck'n tired." Margareta meraih kalender meja mini dengan cekatan. Dia lingkari tanggal hari ini dengan spidol merah yang hampir kehabisan tinta.

29 Desember 2019.

Melihat istrinya tampak semakin kalut Rudi kembali coba upaya kecil untuk menenangkan dengan harapan. "Semoga semua penderitaan panjang yang teramat sialan ini cepat berakhir. Sofie terbangun tanpa teriakan dan yang penting ingatan dia kembali normal. Semua akan kembali seperti sediakala. Aku yakin hari itu akan datang."

"I hope so." Margareta berusaha tersenyum namun sulit untuk sembunyikan raut getirnya. Segetir kopi panas di hadapannya. "Sudah jam sepuluh aja? Jangan-jangan jamnya rusak lagi." Margareta memandangi jam kuna manual penyakitan yang tertempel di dinding bercat hijau mengelupas.

"Iya ya, biasanya Sofie udah bangun jam segini. Biar aku..."

"No! Jangan!" Cegah gesit Margareta menangkap pergelangan tangan Rudi dengan kuat. "Biarkan putri kita bangun dengan sendirinya kemudian seperti biasa berteriak-teriak memanggil tunangannya yang sudah menjadi mayat. Biarkan saja dia. Itu saran dokter Bram. Isn't beautiful, darling?"

"It's sounds bad, Reta. Very bad." Rudi menghela napas sambil menyulut rokok Marlboro yang ke lima.

Lonceng pintu tua berkarat berdenting nyaring beberapa kali pertanda ada seseorang menunggu masuk di luar sana.

"Kau dengar itu? Semoga dia fotografer yang kita tunggu-tunggu. Thanks, God." Ucap Margareta lega bergegas menuju sumber suara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status