공유

Extra part

작가: iva dinata
last update 최신 업데이트: 2025-02-09 21:15:16
"Tu-tunggu-tunggu," ucap Anindya mengangkat tangannya ke depan. Gadis itu segera bangkit dari duduknya setelah sadar dari keterkejutannya. "Kak Guntur jangan bercanda, kita gak pernah ada hubungan. Lagian kapan kita membicarakan tentang ini?" protesnya.

"Loh... gimana sih?" Aisyah menatap Guntur dan putrinya itu bergantian.

Tari menarik Anindya agar kembali duduk di tempatnya. "Duduklah," bisiknya memegangi lengan adik iparnya itu

Mendadak suasana jadi canggung, semua yang ada di ruangan itu saling pandang. Terutama keluarga dari pihak Guntur, terlihat bingung dan malu.

"Tur, ini maksudnya apa?" Ariotedjo memukul lengan putranya, merasa was-was jika lamaran mereka ditolak. "Kamu yang benar,"

"Benar Pah. Aku sudah lamar secara privat dan Anindya nerima," jawab Guntur.

"Kapan?" sahut Anindya menatap Guntur.

"Dua minggu lalu, di kedai eskrim. Kan kamu sendiri yang bilang setuju nikah sama aku bulan depan."

"Hah!!!" Anindya mengerutkan dahinya. Berusaha menggali ing
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터
댓글 (11)
goodnovel comment avatar
Elsa muthia Handini
oh ala nin lo terima lamarannya s guntur trs gmn dgn Gibran
goodnovel comment avatar
Afylailafeny Qifty Irbak
bagus ceritanya.. kapan lanjutannya sudah 2 hari lho
goodnovel comment avatar
Trisna Dewita
Endingnya gini aja....
댓글 모두 보기

최신 챕터

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part.

    "Sah?" ucap penghulu setelah selesai0 Guntur mengucapkan janji suci atas nama Anindya dengan menjabat tangan Farhan, ayah kandung dari wanita yang saat ini sedang menunggu di ruang tunggu pengantin dengan jantung berdegup kencang. Hanya dengan satu tarikan nafas, lafadz itu berhasil Guntur ucapkan tanpa kesalahan, meski disertai rasa gugup dan detak jantung yang tak beraturan. Ac ruangan seolah tak bisa mendinginkan tubuhnya entah kenapa mengeluarkan keringan sebesar biji jagung dari kedua pelipisnya. "Sah," seru Ibra dan seorang pria dari pihak keluarga mempelai laki-laki. Guntur memejamkan matanya sembari menghela nafas panjang, berusaha menetralkan degup jantungnya yang sudah seperti genderang perang. "Alhamdulillah....." ucapnya yang entah kenapa berbarengan dengan Anindya yang ada di ruang tunggu. Gadis itu menakupkan kedua telapak tangannya saat lantunan do'a terdengar. Tak hanya kedua mempelai yang merasa terharu hampir semua yang hadir di ruangan private wedding itu

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part.

    "Banyak hal dalam hidup Guntur yang sudah kau ambil. Apa otak cerdasmu itu tidak mampu menghitungnya?" "Memangnya apa yang sudah aku ambil, Pa? Tolong jelaskan aku benar-benar tidak faham," tanya Gibran berusaha sopan meski ada rasa tidak terima bergemuruh di dalam dadanya. Selama hidupnya, Gibran tidak pernah mengusik Guntur. Apapun yang dilakukan kakaknya itu Gibran tak pernah sekalipun ikut campur. Jangankan melarang, memprotes saja tidak. Sebaliknya, Guntur yang selalu ikut campur urusan Gibran. "Kenapa Papa diam? Ayo jelaskan," pinta Gibran tak sabar. Ario, mendesah berat. Ada rasa enggan untuk membahas apa yang sudah berlalu. Ibarat membuka luka lama. Namun, putra keduanya itu harus tahu sebesar apa pengorbanan Guntur untuk dirinya. Ario menghela nafas panjang sebelum bicara. "Apakah hatimu sedingin itu sampai tak bisa melihat betapa besar pengorbanan kakakmu itu?" "Maksudnya apa? Tolong bicara yang jelas," ujar Gibran tak sabar. Ario pun tak lagi segan. "Hal

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    "Kudengar kamu menemui wanita itu?" tanya Ario pada Gibran saat makan malam. Hari ini Gibran pulang lebih awal dari biasanya. Tentu karena permintaan sang papa. Katanya ada yang perlu dibicarakan. Meski enggan Gibran menuruti permintaan papanya itu. Gibran mengangkat wajahnya memandang Ario sedang menatapnya sembari mengunyah makanan di mulutnya. "Hemm," jawab Gibran singkat, lalu kembali menunduk fokus dengan makanannya. "Untuk apa wanita itu menemuimu?" tanya Ario lagi. Gibran mendesah berat, mereka sedang makan malam bersama setelah beberapa waktu tidak ada waktu untuk berkumpul seperti ini. Diliriknya Gia yang terlihat menghentikan gerak tangannya. Gadis itu juga nampak menahan tak senang. Dalam hati Gibran merutuki sikap papanya yang tidak tahu tempat. Tidak pernah bisa mencari waktu yang tepat untuk membicarakan sesuatu yang tentu saja sangat sensitif untuk dibahas di rumah mereka. Saat ini mereka sedang makan malam bersama, meski masalah itu penting setidakny

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part.

    "Coba tebak kenapa aku tidak menolak?" tanya balik Atika. Sebuah ekspresi yang sulit Gibran baca. Satu alis Gibran terangkat. Matanya berusaha membaca ekspresi wajah Atika. Dari sorot mata wanita itu tersirat luka dan kekecewaan yang mendalam. Tatapan itu juga menyimpan dendam yang amat sangat. Entah itu pada keluarga Gibran atau malah pada Gibran sendiri. "Coba tebak," ujar Atika mengangkat dagunya. Gibran mendesah berat. "Sayangnya saya tidak suka main tebak-tebakan," katanya enggan. Pria itu tidak mau menunjukkan rasa penasarannya. Tidak ingin memberi kesempatan untuk Atika kembali mempermainkan rasa ibanya. Kalaupun Atika tidak mau bercerita, Gibran masih punya banyak sumber informasi lain yang bisa dia tanyai. Sadar umpannya tak mengenai sasaran, Atika menghela nafas panjang. Meski begitu wanita itu tak putus asa. Jika kali ini tidak berhasil dia akan mencari cara lain. Gibran adalah putra yang dibesarkannya dari bayi sampai dewasa, tentu saja dirinya tahu aoay ya

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    Pagi ini Gibran kembali menerima pesan dari Atika. Mantan ibu tirinya itu memberi kabar, jika dirinya sudah sampai di Indonesia sejak kemarin malam. Dan siang ini wanita itu meminta waktu untuk bertemu. Meski enggan tapi pria itu tak sampai hati menolak permintaan wanita yang dulu pernah amat sangat disayanginya. Di sela-sela kesibukannya, putra kedua keluarga Wiratama itu menyempatkan datang ke sebuah resto di pusat kota, tempat yang dipilih Atika untuk menunggu pria itu. Pukul satu lebih Gibran baru sampai di resto bergaya Italia itu. Satu jam lebih lambat dari permintaan Atika. Sebuah meeting dadakan yang cukup penting tidak mungkin diakhirinya demi menemui wanita yang sudah menipunya puluhan tahun. Gibran melangkah masuk dengan diikuti Andi, asisten setianya. Dia sudah tidak berharap Atika masih menunggu, kalaupun wanita itu sudah pergi tapi setidaknya dirinya dan sang asisten harus makan siang. Tapi ternyata Gibran salah, wanita berwajah kalem itu masih duduk tenan

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    "Dua tahun aku mengalah. Menahan diri untuk memperjuangkan rasaku padanya demi untuk memberimu kesempatan untuk memperjuangkan cintamu. Tapi apa, kamu hanya diam di tempat. Kamu membiarkan di sana dia sendiri bersama lukanya. Apakah itu yang kamu sebut cinta?" "Aku menunggunya untuk..... untuk...." Mendadak otak Gibran kosong. Tak ada kata yang tepat untuk membenarkan sikapnya yang hanya diam saja selama dua tahun ini. Guntur mendesah berat, ada rasa iba melihat adiknya kembali kehilangan orang yang dicintainya, namun dirinya juga tidak ingin melepaskan cinta yang sudah diperjuangkannya dengan mempertaruhkan harga dirinya juga kedudukan sebagai CEO pun dilepasnya demi Anindya. "Dia tidak terluka karena kamu. Harusnya kamu masih bisa mendekatinya sebagai teman. Menemaninya mengobati luka hatinya," kata Guntur lagi. "Aku pikir dengan memberinya waktu adalah cara terbaik untuk menyembuhkan lukanya. Bukankah waktu adalah obat terbaik?" Gibran menatap lekat Guntur. "Salah, wa

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status