Share

Bab 4 - Kesempatan Kedua

“Kamu mau ke mana, Jonah?” tanya Bunda saat aku berjalan mendekati pintu depan. Aku menoleh dan melihatnya sedang memegang ponselnya di dekat telinganya.

“Aku pergi sebentar, Bunda,” jawabku singkat.

“Segera kembali. Kamu harus hadir dalam acara pertunangan Jason,” kata Bunda dengan tegas. Dia kembali mendekatkan ponselnya ke wajahnya. “Apa kalian sudah bersama Celeste?” Itu pasti penata rias dan rambut yang diminta Bunda untuk datang ke rumah gadis itu.

Ini keputusan yang berat, tetapi aku harus melakukannya. Jovita akan datang bersama orang tuanya untuk membatalkan acara pertunangan ini. Aku tidak punya pilihan lain selain menghalangi mereka untuk datang. Dan hanya ada satu orang yang bisa mencegah hal itu terjadi.

Rumah keluarga Om Mahavir selalu berhasil menunjukkan betapa sukses dan besarnya perusahaan milik mereka. Bangunan bertingkat tiga itu memiliki dua puluh kamar. Ada lagi bangunan bertingkat tiga terpisah di halaman belakang khusus untuk para pelayan dan keluarga mereka. Jovita akan mereka manjakan karena anak dalam kandungannya adalah anak laki-laki. Salah satu penerus.

Kepala pelayan mereka menyambut kedatanganku dan memintaku menunggu di ruang tamu saat dia pergi memanggil Yosef. Seorang pelayan masuk membawa sebuah baki, lalu dia meletakkan dua buah cangkir berisi kopi dan dua piring berisi berbagai kue dan roti di atas meja.

“Ada apa kamu datang menemuiku, Jo?” Yosef masuk ke ruangan dengan wajah lesu. Sepertinya dia baru bersenang-senang semalam dan tertidur sampai siang. Dia duduk di sofa di depanku dengan meja berada di antara kami.

“Kamu ingin kita bicara di sini atau di kamarmu?” tanyaku untuk mengindikasikan kepadanya bahwa pembicaraan kami tidak bisa didengar oleh orang lain. Dia menatapku sesaat, lalu dia menoleh ke arah pintu yang segera ditutup oleh kepala pelayannya.

“Di sini saja,” ucapnya kemudian. Wajahnya yang semula lesu berubah serius.

“Aku tahu bahwa Jovita sedang hamil,” kataku tanpa berbasa-basi. Dia memejamkan matanya lalu mendekatkan tubuhnya kepadaku. “Dia datang ke gedung perusahaan kami dan membuat keributan dengan meneriakkan nama Jason. Hanya satu hal yang membuat wanita seperti dia nekat bertindak memalukan seperti itu.”

“Mengapa kamu datang kepadaku? Kamu curiga bahwa anak itu adalah anakku?” tanyanya pelan.

“Aku melihatmu pulang berdua dengannya usai acara peresmian salah satu museum di kota ini. Sejak itu kalian sering diisukan dekat tetapi keluargamu dengan cepat menghapus setiap gosip itu sebelum sempat viral. Sama seperti gosip lainnya setiap kali kamu tidur dengan sembarang wanita.” Aku menatapnya tanpa berkedip. “Jason sudah lama tidak bersamanya, kamu adalah pria terakhir yang dekat dengannya akhir-akhir ini.”

Dia tidak akan bisa membantah semua fakta ini karena itu benar. Theo berhasil mengumpulkan semua alasan yang aku butuhkan tanpa membuka kedokku yang sebenarnya. Aku tidak mungkin mengatakan kepada Yosef bahwa aku sudah meninggal, lalu hidup dan kembali ke waktu satu tahun sebelumnya. Rencanaku akan gagal total jika aku dianggap gila.

“Katanya anak itu bukan anakku. Dia adalah ibunya, maka dia yang paling tahu.” Dia menyisir rambut dengan jemarinya, terlihat frustrasi. “Aku tidak bisa membuktikan bahwa aku adalah ayah anaknya. Walaupun aku ingin sekali menikah dengannya, aku tidak mungkin memaksanya.”

“Jangan bicara dengannya. Bicaralah dengan orang tuanya,” kataku memberikan saran.

“Dia mencintai Jason. Aku tahu mengapa kamu datang. Kamu tidak ingin dia membongkar perbuatan kakakmu dan membatalkan pertunangannya, ‘kan?” Dia memicingkan matanya. Jovita tidak pernah mencintai Jason. Dia hanya mencintai dirinya sendiri dan mendekati kakakku demi harta semata.

“Apakah kamu mencintai Jovita?” tanyaku.

“Tentu saja. Untuk apa aku ingin menikahinya jika aku tidak mencintainya?” katanya menahan suaranya. Dia melihat ke arah pintu, khawatir ada yang mendengar.

“Maka berjuanglah. Jangan diam saja saat dia ingin lepas darimu.”

Aku sudah mengatakan apa yang harus aku katakan. Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan untuk meyakinkan Yosef agar mendatangi Jovita dan mengubah niatnya hari ini. Bagaimana pun hasilnya, aku akan pikirkan langkah berikutnya nanti. Untuk saat ini, aku ikuti saja semuanya terjadi apa adanya tanpa menginterupsi apa pun.

Saat kami tiba di depan rumah Celeste, aku hanya bisa berdiri di sisi mobil dan memerhatikan betapa cantiknya dia dalam balutan gaun berwarna biru muda dengan pola bunga berwarna putih. Aku ingin sekali mendekatinya dan menciumnya sampai kami berdua kehabisan napas. Rasa sakit yang tidak akan pernah aku tolak. Tetapi aku harus menahan diriku sekuat tenaga. Dia akan bertunangan dengan kakakku dan mungkin tidak akan pernah menjadi milikku setelah acara hari ini selesai.

Celeste berkata jujur. Dia sama sekali tidak tertarik kepada Jason. Entah apa yang aku lihat padanya setahun yang lalu, tetapi aku pikir aku melihatnya menatap kakakku dengan perasaan kagum dan begitu bahagia. Aku tidak melihatnya sekarang. Dia hanya menatapnya dengan sopan dan bersikap apa adanya. Berbeda saat dia menjabat tanganku.

Matanya mencari-cari sesuatu pada kedua mataku. Mungkin dia teringat dengan percakapan kami di mobil saat aku mengantarnya pulang semalam. Aku memberinya peringatan agar berhati-hati dengan kakakku. Dia tidak pernah betah dengan satu perempuan saja. Tetapi gadis ini tidak percaya kepadaku dan berpikir bahwa aku hanya menakut-nakutinya.

Aku melakukan kesalahan saat aku menurunkan pandanganku dari matanya dan melihat ke arah bibirnya. Aku tahu rasa bibir itu. Manis, lembut, berbeda dengan watak pemiliknya yang keras kepala dan suka membantah aku setiap saat. Jika aku mencuri satu ciuman saja, apa yang akan terjadi? Apa pertunangan akan dibatalkan dan dia kembali menjadi milikku?

“Este, apa yang kamu lakukan di situ? Ayo, masuk,” ajak Nevan tidak sabar. Gadis itu mengedipkan matanya dan menyadari bahwa sedari tadi dia hanya menatapku tanpa kata. Dia melepaskan tanganku, lalu membalikkan badannya dan memasuki rumah. Syukur saja Nevan melakukan itu atau aku akan melakukan sebuah kesalahan yang akan aku sesali. Aku menarik napas panjang berusaha menenangkan debaran jantungku yang berdetak terlalu cepat.

Kami semua berkumpul di ruang duduk. Aku tidak bisa melihat ke arah Jason dan Celeste yang duduk berdekatan di sisi kepala meja. Ayah dan Papa, ah, maksudku, Om Bisma membicarakan beberapa hal sebelum meresmikan pertunangan mereka.

Aku melihat ke arah pintu. Jovita dan orang tuanya tidak akan datang untuk menginterupsi lagi, ‘kan? Apakah Yosef berhasil meyakinkan wanita itu agar mereka bisa bersama? Aku melirik jam tanganku. Sepertinya aku berhasil mengubah keadaan. Jason dan Celeste akan bertunangan. Yosef bersama wanita yang dia inginkan, kakakku bersama gadis yang memang ditetapkan untuknya, maka tidak akan ada tragedi lagi dalam keluarga kami.

Bunda mengeluarkan sebuah kotak dari dalam tasnya, lalu memberikannya kepada Ayah. Jason menerimanya dan mengeluarkan cincin dari dalamnya. Cincin indah itu dilingkarkan di jari manis kanan Celeste. Mereka pun resmi bertunangan. Dadaku terasa sakit, tetapi aku mengabaikannya. Aku harus bisa melalui rasa sakit ini. Ketika mereka menjadi suami istri nanti, rasanya akan lebih menyakitkan dari ini.

Jason memegang tangan Celeste di mana cincin itu berada. Kemudian dia mendekatkan wajahnya kepada gadis itu. Darahku mendidih dan tanganku refleks mengepal kuat. Apa? Apa yang akan dia lakukan? Apakah dia akan mencium istriku?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Edison Panjaitan STh
istri nyata bukan mimpi.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status