Home / Fantasi / Memulai Kisah Baru / Bab 4 - Kesempatan Kedua

Share

Bab 4 - Kesempatan Kedua

Author: Meina H.
last update Last Updated: 2021-10-17 12:42:59

“Kamu mau ke mana, Jonah?” tanya Bunda saat aku berjalan mendekati pintu depan. Aku menoleh dan melihatnya sedang memegang ponselnya di dekat telinganya.

“Aku pergi sebentar, Bunda,” jawabku singkat.

“Segera kembali. Kamu harus hadir dalam acara pertunangan Jason,” kata Bunda dengan tegas. Dia kembali mendekatkan ponselnya ke wajahnya. “Apa kalian sudah bersama Celeste?” Itu pasti penata rias dan rambut yang diminta Bunda untuk datang ke rumah gadis itu.

Ini keputusan yang berat, tetapi aku harus melakukannya. Jovita akan datang bersama orang tuanya untuk membatalkan acara pertunangan ini. Aku tidak punya pilihan lain selain menghalangi mereka untuk datang. Dan hanya ada satu orang yang bisa mencegah hal itu terjadi.

Rumah keluarga Om Mahavir selalu berhasil menunjukkan betapa sukses dan besarnya perusahaan milik mereka. Bangunan bertingkat tiga itu memiliki dua puluh kamar. Ada lagi bangunan bertingkat tiga terpisah di halaman belakang khusus untuk para pelayan dan keluarga mereka. Jovita akan mereka manjakan karena anak dalam kandungannya adalah anak laki-laki. Salah satu penerus.

Kepala pelayan mereka menyambut kedatanganku dan memintaku menunggu di ruang tamu saat dia pergi memanggil Yosef. Seorang pelayan masuk membawa sebuah baki, lalu dia meletakkan dua buah cangkir berisi kopi dan dua piring berisi berbagai kue dan roti di atas meja.

“Ada apa kamu datang menemuiku, Jo?” Yosef masuk ke ruangan dengan wajah lesu. Sepertinya dia baru bersenang-senang semalam dan tertidur sampai siang. Dia duduk di sofa di depanku dengan meja berada di antara kami.

“Kamu ingin kita bicara di sini atau di kamarmu?” tanyaku untuk mengindikasikan kepadanya bahwa pembicaraan kami tidak bisa didengar oleh orang lain. Dia menatapku sesaat, lalu dia menoleh ke arah pintu yang segera ditutup oleh kepala pelayannya.

“Di sini saja,” ucapnya kemudian. Wajahnya yang semula lesu berubah serius.

“Aku tahu bahwa Jovita sedang hamil,” kataku tanpa berbasa-basi. Dia memejamkan matanya lalu mendekatkan tubuhnya kepadaku. “Dia datang ke gedung perusahaan kami dan membuat keributan dengan meneriakkan nama Jason. Hanya satu hal yang membuat wanita seperti dia nekat bertindak memalukan seperti itu.”

“Mengapa kamu datang kepadaku? Kamu curiga bahwa anak itu adalah anakku?” tanyanya pelan.

“Aku melihatmu pulang berdua dengannya usai acara peresmian salah satu museum di kota ini. Sejak itu kalian sering diisukan dekat tetapi keluargamu dengan cepat menghapus setiap gosip itu sebelum sempat viral. Sama seperti gosip lainnya setiap kali kamu tidur dengan sembarang wanita.” Aku menatapnya tanpa berkedip. “Jason sudah lama tidak bersamanya, kamu adalah pria terakhir yang dekat dengannya akhir-akhir ini.”

Dia tidak akan bisa membantah semua fakta ini karena itu benar. Theo berhasil mengumpulkan semua alasan yang aku butuhkan tanpa membuka kedokku yang sebenarnya. Aku tidak mungkin mengatakan kepada Yosef bahwa aku sudah meninggal, lalu hidup dan kembali ke waktu satu tahun sebelumnya. Rencanaku akan gagal total jika aku dianggap gila.

“Katanya anak itu bukan anakku. Dia adalah ibunya, maka dia yang paling tahu.” Dia menyisir rambut dengan jemarinya, terlihat frustrasi. “Aku tidak bisa membuktikan bahwa aku adalah ayah anaknya. Walaupun aku ingin sekali menikah dengannya, aku tidak mungkin memaksanya.”

“Jangan bicara dengannya. Bicaralah dengan orang tuanya,” kataku memberikan saran.

“Dia mencintai Jason. Aku tahu mengapa kamu datang. Kamu tidak ingin dia membongkar perbuatan kakakmu dan membatalkan pertunangannya, ‘kan?” Dia memicingkan matanya. Jovita tidak pernah mencintai Jason. Dia hanya mencintai dirinya sendiri dan mendekati kakakku demi harta semata.

“Apakah kamu mencintai Jovita?” tanyaku.

“Tentu saja. Untuk apa aku ingin menikahinya jika aku tidak mencintainya?” katanya menahan suaranya. Dia melihat ke arah pintu, khawatir ada yang mendengar.

“Maka berjuanglah. Jangan diam saja saat dia ingin lepas darimu.”

Aku sudah mengatakan apa yang harus aku katakan. Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan untuk meyakinkan Yosef agar mendatangi Jovita dan mengubah niatnya hari ini. Bagaimana pun hasilnya, aku akan pikirkan langkah berikutnya nanti. Untuk saat ini, aku ikuti saja semuanya terjadi apa adanya tanpa menginterupsi apa pun.

Saat kami tiba di depan rumah Celeste, aku hanya bisa berdiri di sisi mobil dan memerhatikan betapa cantiknya dia dalam balutan gaun berwarna biru muda dengan pola bunga berwarna putih. Aku ingin sekali mendekatinya dan menciumnya sampai kami berdua kehabisan napas. Rasa sakit yang tidak akan pernah aku tolak. Tetapi aku harus menahan diriku sekuat tenaga. Dia akan bertunangan dengan kakakku dan mungkin tidak akan pernah menjadi milikku setelah acara hari ini selesai.

Celeste berkata jujur. Dia sama sekali tidak tertarik kepada Jason. Entah apa yang aku lihat padanya setahun yang lalu, tetapi aku pikir aku melihatnya menatap kakakku dengan perasaan kagum dan begitu bahagia. Aku tidak melihatnya sekarang. Dia hanya menatapnya dengan sopan dan bersikap apa adanya. Berbeda saat dia menjabat tanganku.

Matanya mencari-cari sesuatu pada kedua mataku. Mungkin dia teringat dengan percakapan kami di mobil saat aku mengantarnya pulang semalam. Aku memberinya peringatan agar berhati-hati dengan kakakku. Dia tidak pernah betah dengan satu perempuan saja. Tetapi gadis ini tidak percaya kepadaku dan berpikir bahwa aku hanya menakut-nakutinya.

Aku melakukan kesalahan saat aku menurunkan pandanganku dari matanya dan melihat ke arah bibirnya. Aku tahu rasa bibir itu. Manis, lembut, berbeda dengan watak pemiliknya yang keras kepala dan suka membantah aku setiap saat. Jika aku mencuri satu ciuman saja, apa yang akan terjadi? Apa pertunangan akan dibatalkan dan dia kembali menjadi milikku?

“Este, apa yang kamu lakukan di situ? Ayo, masuk,” ajak Nevan tidak sabar. Gadis itu mengedipkan matanya dan menyadari bahwa sedari tadi dia hanya menatapku tanpa kata. Dia melepaskan tanganku, lalu membalikkan badannya dan memasuki rumah. Syukur saja Nevan melakukan itu atau aku akan melakukan sebuah kesalahan yang akan aku sesali. Aku menarik napas panjang berusaha menenangkan debaran jantungku yang berdetak terlalu cepat.

Kami semua berkumpul di ruang duduk. Aku tidak bisa melihat ke arah Jason dan Celeste yang duduk berdekatan di sisi kepala meja. Ayah dan Papa, ah, maksudku, Om Bisma membicarakan beberapa hal sebelum meresmikan pertunangan mereka.

Aku melihat ke arah pintu. Jovita dan orang tuanya tidak akan datang untuk menginterupsi lagi, ‘kan? Apakah Yosef berhasil meyakinkan wanita itu agar mereka bisa bersama? Aku melirik jam tanganku. Sepertinya aku berhasil mengubah keadaan. Jason dan Celeste akan bertunangan. Yosef bersama wanita yang dia inginkan, kakakku bersama gadis yang memang ditetapkan untuknya, maka tidak akan ada tragedi lagi dalam keluarga kami.

Bunda mengeluarkan sebuah kotak dari dalam tasnya, lalu memberikannya kepada Ayah. Jason menerimanya dan mengeluarkan cincin dari dalamnya. Cincin indah itu dilingkarkan di jari manis kanan Celeste. Mereka pun resmi bertunangan. Dadaku terasa sakit, tetapi aku mengabaikannya. Aku harus bisa melalui rasa sakit ini. Ketika mereka menjadi suami istri nanti, rasanya akan lebih menyakitkan dari ini.

Jason memegang tangan Celeste di mana cincin itu berada. Kemudian dia mendekatkan wajahnya kepada gadis itu. Darahku mendidih dan tanganku refleks mengepal kuat. Apa? Apa yang akan dia lakukan? Apakah dia akan mencium istriku?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Edison Panjaitan STh
istri nyata bukan mimpi.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Memulai Kisah Baru   Bab 85 - Pria Dambaanku

    ~Celeste~ “Jacob Nicholas Putra!” seruku melihat anakku yang berusia sembilan tahun malah asyik memakan es krim cokelat di ruang makan. Dia mengotori pakaiannya padahal kami harus pergi sekarang. Aku menoleh ke arah suamiku yang berdiri di sisiku. “Oke. Ini salahku.” Dia menurunkan putri kami dari pelukannya dan memberikan tangannya padaku. “Ayo, Jacob, kita bersihkan tanganmu dan ganti pakaianmu.” Aku mendesah napas keras melihat mereka berjalan menuju pintu belakang. Aku hanya beberapa menit berada di kamar untuk bersiap-siap setelah membantu anak-anak berpakaian. Saat aku pikir kami sudah siap untuk pergi, selalu saja terjadi kecelakaan serupa. Jacob makan sesuatu hingga mengotori tangan, wajah, dan pakaiannya atau Jolene yang menumpahkan minuman ke bajunya. Meninggalkan anak-anak dalam pengawasan suamiku memang bukan ide yang baik, tetapi siapa lagi yang bisa aku percaya kalau bukan dia? Andai saja Ayah dan Bunda ada di sini. Mereka masih dalam pe

  • Memulai Kisah Baru   Bab 84 - Tanggung Jawab

    Aku melihat ke arah arloji pemberian istriku yang melingkari pergelangan tanganku. Tidak peduli berapa harganya, benda itu sangat berarti bagiku. Pemberian pertama darinya untukku. Meskipun dia tidak ada di sini bersamaku, aku merasakan dukungannya.Hari ini pertama kalinya aku akan menghadiri rapat pemegang saham di perusahaan Anggara. Om dan Bunda tersenyum kepadaku saat mereka melihat aku duduk di kursi yang mereka sediakan untukku. Di sisi Om Mahavir. Wajah peserta lainnya menatapku dengan rasa ingin tahu. Mereka semua sudah mendengarkan kemampuan dan beberapa prestasiku, mereka pasti tidak sabar mau mendengar langsung apakah aku seperti yang dikatakan Om.Asisten Om Mahavir menenangkan ruangan dan memimpin jalannya rapat. Dia membacakan agenda dari pertemuan kami sebelum mempersilakan direktur utama untuk menyampaikan laporannya. Aku menghela napas panjang, bersiap mengikuti diskusi panjang nanti.“Aku tidak percaya proyek ini lolos begitu mudah,&rdqu

  • Memulai Kisah Baru   Bab 83 - Beban Terakhir

    “Mengapa aku harus berpakaian seperti ini?” keluh Celeste untuk kesekian kalinya. Dia memakai gaun paling indah dan mahal yang selalu menjadi dambaan banyak wanita, tetapi dia mengeluh. Aku bahkan memberi dia gelang berlian untuk menyempurnakan penampilannya.“Kamu akan mengerti begitu kita tiba di sana.” Kali ini aku tidak menyetir dan meminta salah satu sopir keluarga kami untuk mengendarai mobilku.“Aku merasa seperti maneken yang kamu bawa ke pesta hanya untuk dipamerkan.” Dia memajukan bibirnya, menyatakan rasa tidak sukanya. Seandainya kami dalam perjalanan pulang, aku pasti akan menciumnya habis-habisan di mobil ini sampai senyuman menghiasi wajahnya. Tetapi aku tidak bisa melakukan itu sekarang, riasan wajahnya bisa rusak.“Malam ini istimewa, sayang. Aku mau mereka semua tahu bahwa meskipun aku masih muda, aku bisa mendapatkan uang yang banyak untuk membelikan istriku pakaian yang bagus dan perhiasan yang mahal.

  • Memulai Kisah Baru   Bab 82 - Kunjungan

    Aku menyerahkan dokumen terakhir yang perlu aku tanda tangani sebagai manajer pemasaran kepada Fabian. Sudah tidak ada lagi dokumen atau laporan yang aku sisakan di atas meja. Dengan begitu, orang baru yang akan menggantikan aku tidak dibebani dengan tugas yang masih menjadi tanggung jawabku.“Terima kasih atas bimbingannya selama ini, Pak. Saya ikut bangga Bapak naik ke posisi baru,” ucap Fabian dengan tulus.“Terima kasih juga padamu, Fabian. Kamu asisten terbaik yang pernah aku miliki.” Aku melirik jam tanganku. “Apa kamu ada janji malam ini Mau makan malam bersamaku?”“Saya tidak ada janji, tetapi—” jawabnya dengan segan.“Tidak ada tetapi. Ayo, aku traktir.” Aku memasukkan ponsel ke dalam saku jasku, lalu berjalan mendekati pintu. Dia mengikuti aku keluar dan bergegas menyimpan dokumen tadi di lemari besi kemudian menguncinya.Fabian tidak menyebut makanan tertentu yang dia suka

  • Memulai Kisah Baru   Bab 81 - Pulang

    ~Jonah~Suasana rumah pada pagi itu tepat seperti dugaanku. Ketika aku masuk ruang makan dan Celeste tidak bersamaku, aku terpaksa memberi tahu Ayah dan Bunda bahwa dia pulang ke rumah Papa semalam. Bunda histeris dan Ayah segera menenangkannya.Namun tidak ada yang bisa membuat Bunda berhenti menangis sehingga kami pergi bersama untuk membujuk dia pulang. Aku mengendarai mobilku sendiri, sedangkan Ayah dan Bunda di mobil Ayah. Kami harus ke kantor setelah urusan ini selesai, jadi kami tidak bisa pergi dengan satu kendaraan.Bu Liana menyambut kedatangan kami, lalu mengantar kami ke ruang tamu. Dia meninggalkan kami untuk memanggil Celeste. Nevan masuk beberapa saat kemudian bersama seorang pelayan yang membawakan kudapan. Dia hanya mendesah pelan sebelum duduk di salah satu sofa kosong.“Tolong, maafkan adikku. Dia—” Nevan berusaha untuk menjelaskan.“Ini adalah kesalahanku. Celeste berhak untuk marah,” tukas Ayah. Ne

  • Memulai Kisah Baru   Bab 80 - Rahasia Besar

    ~Celeste~Restoran yang dimiliki Papa berawal dari warung makan sederhana yang dimulainya bersama Mama. Mereka mengawali usaha itu dari nol hingga akhirnya berdiri sebuah restoran berlantai tiga. Dari menu makanan sehari-hari khas Indonesia hingga orang tuaku mempekerjakan koki khusus masakan luar negeri. Restoran itu unik karena lantai dasar tetap diperuntukkan bagi makanan yang terjangkau layaknya warung nasi sederhana, sedangkan lantai dua khusus makanan yang sedikit lebih mahal.Pelanggan semakin banyak dan mereka berharap ada cabang lain yang jaraknya lebih dekat dari tempat tinggal atau kantor mereka. Karena itu Papa ingin membangun restoran yang kedua. Itu adalah prestasi terbesarnya setelah lama berdua kehilangan Mama.Lalu ada orang yang sengaja menghancurkan impian Papa dan sengaja merebut semua itu darinya. Dan orang itu tidak lain adalah ayah mertuaku sendiri? Bagaimana bisa orang kaya punya pikiran yang begitu egois? Mereka tidak lebih baik dari Fel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status