Villa itu kembali hangat begitu Reyhan dan Keinarra masuk. Setelah seharian penuh aktivitas, tubuh mereka sama-sama letih. Keinarra lebih dulu masuk kamar mandi, sementara Reyhan melepaskan kemejanya lalu duduk di tepi ranjang, menyalakan lampu tidur yang temaram. Suara gemericik air terdengar dari balik pintu kamar mandi, membuat suasana semakin terasa damai.Ketika Keinarra keluar dengan rambut basah dan piyama tipis, Reyhan sudah berganti dengan celana santai. Keinarra naik ke ranjang, menarik selimut lalu merebahkan tubuhnya dengan wajah lega. Akhirnya bisa bertemu kasur.Reyhan baru saja hendak ikut berbaring ketika ponselnya bergetar. Nama Argo tertera di layar. Ia menjawab sambil berjalan ke arah teras belakang.“Ya, Argo?”Suara tenang sekretarisnya terdengar. “Tuan, laporan yang Anda minta sudah saya terima. Orang suruhan Nona Clarissa sudah menyampaikan semua informasi tentang Nyonya Keinarra kepada beliau. Sepertinya proses itu berjalan sesuai dugaan Anda.”Mata Reyhan
Angin sore mulai berhembus lembut, membawa aroma asin laut dan suara deburan ombak yang tak pernah lelah menyapa pasir putih Pulau Seribu. Setelah seharian dipenuhi dengan berbagai aktivitas seru yang diarahkan tim EO, wajah setiap orang terlihat sedikit lelah, namun senyum masih terus merekah.“Semua kumpul, ya! Kita mau sesi foto bareng sebelum sunset!” seru salah satu panitia, membuat rombongan mahasiswa dan bergerak menuju spot yang sudah dipilih.Sebuah gazebo bambu dihias dengan kain putih dan rangkaian bunga tropis berdiri megah di tepi pantai. Di belakangnya, langit mulai berubah warna menjadi jingga, keemasan, dan semburat ungu yang indah.Seseorang dari EO mengarahkan mereka untuk berfoto. Suasana penuh tawa, ada yang saling merangkul, ada yang berpose konyol sambil mengangkat tangan.Setelah foto bersama, ada foto per-seksi di ulai dari panitia inti, seksi acara, perlengkapan dan lain-lain.“Ada lagi yang mau foto?” Sang phographer bertanya sebelum dia menyelesaikan pe
Cahaya keemasan pagi menyelinap masuk melalui tirai tipis, membias di lantai marmer dan menari lembut di dinding villa. Suara ombak terdengar lirih, berpadu dengan kicauan burung yang hinggap di pohon kelapa.Keinarra terbangun lebih dulu. Matanya masih setengah berat, seberat tubuhnya yang lemas digempur Reyhan.Keinarra benar-benar merasakan momen bulan madu yang sebenarnya.Matanya kembali terpejam kemudian tersenyum, senyum bahagia yang tengah melingkupi hatinya dan Keinarra berharap kebahagiaan ini tidak cepat berakhir. Ia lantas menoleh ke samping.Reyhan masih tertidur. Wajahnya tenang, rahang tegasnya yang ditumbuhi bulu halus terlihat lebih lembut tanpa ekspresi dingin. Rambut hitamnya sedikit berantakan, dan lengannya terlipat santai di atas selimut tipis yang menutupi pinggangnya.Keinarra terdiam. Ada sesuatu yang menyesakkan sekaligus indah melihat Reyhan dalam keadaan seperti itu—tanpa topeng dingin, tanpa wibawa bisnis, hanya … seorang pria yang kini jadi milikny
Malam sudah jauh melewati tengah, riuh pesta pantai perlahan mereda. Beberapa mahasiswa sudah kembali ke villa masing-masing, sementara sebagian kecil masih bertahan di depan api unggun, melantunkan lagu dengan gitar dan tawa ringan. Namun, semua menoleh ketika Reyhan menggandeng Keinarra menjauh.Siulan nakal dan celetukan menggoda terdengar.“Cieee, pengantin baru!”“Eh hati-hati, jangan keras-kerasan desahannya ya Kei!”Widhy bahkan sempat melambaikan tangan disertai ekspresi jahil.Keinarra malu sekali, dia menundukan kepala, pipinya panas menahan malu, sementara Reyhan tetap melangkah tenang, wajahnya dingin tapi genggaman tangannya pada Keinarra semakin erat.Semua mahasiswi terpesona kepada Reyhan, mereka semua iri dan ingin memiliki suami seperti Reyhan.Begitu sampai di suite, suasana berubah. Senyap, hanya suara laut berdebur dari kejauhan. Lampu di sekitar private pool memantulkan cahaya lembut ke permukaan air, menciptakan kilau seperti permata.Reyhan melepas keme
Selesai makan siang, rombongan diarahkan menuju area lapangan rumput luas di tepi pantai. Pohon kelapa berderet rapi, angin laut semilir membuat suasana tidak terlalu panas. Semua mahasiswa masih riuh membicarakan villa mewah yang mereka tempati, terutama suite Reyhan dan Keinarra yang jadi bahan gosip paling hangat.Tiba-tiba, beberapa orang dengan seragam kaus putih dan celana pendek khaki muncul dari arah gazebo. Mereka membawa pengeras suara, papan skor, dan beberapa kotak hadiah berbalut kertas warna-warni.“Selamat siang semuanya! Kami dari tim event organizer yang akan menemani kegiatan kalian selama di sini!” seru salah satu pemandu dengan semangat.Mahasiswa saling pandang. “Hah, ada EO?” bisik Widhy heran.Arya tampak sama terkejutnya, ia menoleh ke arah Reyhan yang berdiri santai dengan tangan di saku. “Pak Reyhan … ini maksudnya apa?”Reyhan menoleh sekilas, suaranya datar namun tegas. “Aku enggak suka liburan yang berantakan. Jadi aku percayakan sama tim EO untuk atu
“Oke, silahkan menyimpan koper dan istirahat sebentar di kamar setelah itu kita berkumpul di restoran satu jam lagi,” kata Arya memberi arahan.Mereka pun bubar menuju kamar masing-masing.“Wid, kamu enggak apa-apa ‘kan sama yang lain dulu?” Keinarra tampak tidak enak hati.“Enggap apa-apa lah, ya masa aku ikut kamu … nanti kita bertiga donk, ya Pak Reyhan?” Widhy menggoda suami sahabatnya.Reyhan tersenyum tipis sementara Keinarra mengerucutkan bibirnya.“Dah lah enggak mikirin aku, teman aku bukan kamu aja … Kamu fokus sama honeymoon kamu, oke?” Keinarra memeluk Widya sekilas.“Nov, titip Widhy ya.” Keinarra berpesan kepada teman sekamar Widhy.Mereka berpisah di sana.Reyhan menggenggam tangan Keinarra menyusuri jalan setapak menuju kamar mereka.Villa suite itu berdiri sedikit terpisah dari deretan villa lain. Bangunannya dua lantai dengan fasad putih modern minimalis yang berpadu dengan aksen kayu tropis. Halaman depannya dipenuhi tanaman hijau rapi, dan suara deburan