“Cuih!” Ludah Jonathan mendarat tepat di hidung Aksara Hakam.
Refleks Hakam mengusap air liur itu dengan lengannya. "Ada apa, Jonathan?" tanyanya tak mengerti. “Bedebah kamu memang!" tangan Jonathan mencekik leher Hakam dengan erat. “Lepaskan aku!” Hakam berusaha melepaskan diri. “Jangan harap, karena aku ingin nyawamu melayang saat ini juga!" katanya semakin mempererat cekikannya di leher Hakam. "Enak saja kamu menikmati bibir Sarah saat di pantry tadi. Aku tidak terima. Dia adalah wanitaku, Hakam!" Wajah Hakam mulai membiru. Dia tidak bisa berkutik. Melawan Jonathan sama saja dengan membawa petaka baginya. Dia memilih untuk diam dan berdoa dalam hati, semoga ada seseorang yang menyelamatkan hidupnya sekarang. "Matilah, matilah, hahaha!” Jonathan tertawa. Kedua mata membola lebar. "Meskipun kamu adalah suami Sarah, aku tidak peduli. Aku yang lebih dulu mengenal Sarah dan aku yang lebih pantas bersanding dengannya daripada OB miskin seperti kamu!" “Jonathan hentikan!” Jonathan menoleh ke arah belakangnya. Mendapati Adam dan Rudi berlari ke arahnya, Jonathan melepaskan Hakam hingga pria itu terjatuh keras di lantai gedung perusahaan Hendra. Hakam menggelinjang di lantai, terbatuk-batuk sambil memegang lehernya yang sakit. “Apa kamu sudah tidak waras, huh?!” Adam memegang kedua bahu Jonathan. "Aku ingin dia mati., Adam. Dengan melenyapkannya, aku bisa mendekati Sarah lagi." Adam menggeleng. "Jangan bodoh. Apa kamu sudah berpikir apa yang akan terjadi setelah kamu menghabisi Jonathan di sini? bagaimana cara membawa jasadnya keluar dari gedung ini hah?" Jonathan terdiam. "Bawa saja ke lain tempat hidup-hidup. Jangan di sini. Membunuh Hakam di sini hanya akan menjadikan masalah." Rudi memberi saran. “Apa maksud kalian?” Jonathan memicing. "Mau kamu bunuh langsung, atau kamu siksa lebih dulu silakan. Tapi kita lakukan di markas saja. Kami pasti akan membantu kamu, Jonathan." Mendengar itu Hakam hanya mendesis menahan amarah. "Kamu benar." Ketiganya kini memandang ke arah Hakam bersamaan. Perasaan Hakam tidak enak. "Mau apa kalian?" Ketiganya tersenyum bersamaan. Adam menutup mulut Hakam dengan tangan, sementara Jonathan dan Rudi menarik paksa tubuh Hakam melewati lorong sepi untuk bisa keluar dari gedung. Namun, belum sempat keluar, ketiganya melihat Sarah. "Hakam!" Sarah berseru saat melihat Hakam tergeletak di lantai. Jonathan pun berjongkok di lantai sambil memegang perutnya. Ia seolah sedang kesakitan di bagian perut. "Ada apa ini?" tanya Sarah sambil membantu Hakam berdiri. "Hakam. Suamimu ini baru saja menonjok perutku. Aku terpaksa mendorongnya ke lantai!" ucap Jonathan. "Bohong." Hakam menggeleng. "Kami saksinya. Tiba-tiba saja Hakam datang dan memukul Jonathan hingga dia tak berdaya. Untuk berdiri saja tidak bisa." Ucap Adam memperkuat ucapan Jonathan. Sarah menjatuhkan tatapannya pada Hakam. “Aku tidak melakukan apapun, Sarah. Percayalah." “Dia bohong. Bisa dilihat CCTV lorong ini jika kamu tidak percaya!” Adam berseru penuh percaya diri. Padahal jika Sarah setuju melihat CCTV, tentu saja dia akan kalah karena kenyataannya Jonathan lah yang melukai Hakam dengan mencekiknya. “Ini bukan pertama kalinya Hakam menganiaya Jonathan, tapi sudah kesekian kali. Jika tidak memukul perut, Hakam meminta Jonathan membantunya menyelesaikan pekerjaannya. Sarah, suamimu ini licik. Percayalah, kami melihat sendiri bagaimana dia sering menyiksa Jonathan, sementara Jonathan hanya diam saja tak melawan, karena dia menghargai kamu sebagai istrinya Hakam dan orang yang disukai Jonathan sejak dulu." Rudi menguatkan drama yang tengah dilakukan Jonathan dan Adam. “Maaf atas sikap Hakam. Aku akan membawanya pulang." Ucap Sarah. Mereka kemudian pergi dari hadapan 3 aktor antagonis yang saat ini menahan tawa. "Akting kalian bagus." Jonathan bertepuk tangan. "Sarah pasti membawa Jonathan pulang." "Ayo kita ikuti!" Dengan membawa mobil Jonathan mereka bertiga menuju ke rumah keluarga Ramanda. "Maafkan aku kalau sudah membuat kekacauan lagi." Ucap Hakam “Sudah kesekian kalinya kamu bertengkar dengan Jonathan. Ribut terus ribut terus. Lama-lama aku juga lelah, Hakam." "Mereka menganiaya aku lebih dulu. Jika aku tidak menghargai kamu, sudah pasti aku akan membalas semua perbuatan mereka." Sesampainya di rumah, Surya menghentikan langkah dua orang tersebut. Sarah dan Hakam pun berhenti tepat di dekat sofa ruang tamu. "Masih jam segini kalian sudah keluar dari tempat kerja. Ada apa lagi? Apa Hakam membuat ulah?" tuduhnya. "Tidak ada apa-apa, Papa. Kami izin ke kamar sebentar!" Sarah sudah menarik tangan Hakam, tapi Surya menahan mereka. "Kalau tidak ada apa-apa, kenapa kalian pulang? Bilang saja terus terang kalau Hakam membuat ulah di kantor. Jangan terus melindunginya, Sarah!" bentak Surya hingga Sarah menyingkat kaget. "Sudahlah, Papa. Kalaupun ada masalah, akan kami selesaikan sendiri. Kami ini suami istri!" "Lelaki tidak berguna seperti ini masih bisa kamu sebut suami?" "Jangan menghinanya!" seru Sarah tak Terima Hakam dihina. "Memang itu kenyataannya. Kamu menemukannya di jalanan dengan hanya memakai satu stel pakaian, gelandangan, tunawisma, tidak ada kerjaan. Pecundang, miskin, benalu-" "Pa!" Sarah menggenggam erat tangan Hakam. Hakam merasa terlindungi. Ia memandang Sarah dengan tatapan bahagia. Baru kali ini dirinya dibela oleh seorang wanita, setelah masa lalunya yang pernah dikhianati oleh wanita. Tiga serangkai datang. Siapa lagi jika bukan Jonathan, Adam dan Rudi. Mereka melaporkan kejadian tadi, dimana Hakam katanya memukul perut Jonathan tanpa alasan. Padahal yang sebenarnya Jonathan yang mencekik Hakam lantaran cemburu melihat Hakam mencium bibir Sarah di pantry kantor tadi siang. "Bukankah tadi aku sudah minta maaf, Jonathan. Jangan diperpanjang lagi. Dan untuk apa juga kamu datang kemari mengatakan itu semua ke papaku?" protes Sarah tak terima masalahnya di perpanjang. "Karena kamu itu dibodohi sama Hakam, Sarah. Sebagai lelaki yang sangat mencintai kamu sejak dulu, aku tidak terima." "Yang dikatakan Jonathan benar. Papa juga tidak terima pria tunawisma ini membodohi kamu terus-terusan. Ceraikan saja dia Sarah!" Suara keras Jonathan dan Surya membuat Sari, Sella dan Sintya yang ada di lantai atas turun untuk sekedar ingin tahu apa yang terjadi. “Astaga, selalu saja Hakam membuat ulah!" Ujar Sari memijat kepalanya yang berdenyut. Dia adalah istrinya Surya, ibu Sintya, Sella dan Sarah. “Kenyamanan rumah ini telah hilang sejak dia menginjakkan kakinya di sini.” Sintya, kakak pertama Sarah turut menuding Hakam sebagai biang kerok atas ketidaknyamanan dalam keluarga Ramanda. “Lihat, suami pilihan kamu itu. Tidak ada kontribusi membahagiakan keluarga ini, yang ada hanya menyusahkan. Masih mau pelihara dia di sini?” Sella berkacak pinggang di depan Sarah. “Semua diamlah. Biar aku sendiri yang menyelesaikan masalah ini!" Sarah jengah. Ia menarik tangan Hakam hendak membawanya ke dalam kamar. “Cara menyelesaikan yang seperti apa itu?" Sari menghadang. "Pasti hanya bicara dan memperingatinya seperti biasa, kan? Percuma, Sarah. Pelajaran itu tidak akan membuatnya jera. Usir dia dari sini!” “Mamamu benar. Usir dia dari sini. Papa capek memelihara dia yang tidak ada untungnya sama sekali!” Hakam hanya bisa diam, tak menanggapi atau ikut bicara. Karena jika sekali dia bicara, 5 atau 8 orang dihadapannya itu akan menyerangnya dengan hinaan, cercaan dan apapun itu sejenisnya. Hakam memilih diam dan memberikan semua kepada Sarah untuk mengatasi. “Aku yang membawa Hakam kemari. Biarkan aku yang mengatasinya. Aku mohon." Ucap Sarah dengan penuh permohonan. "Dan untuk Jonathan, jika kamu sakit karena ditonjok Hakam, kenapa kemari? Datanglah ke rumah sakit untuk meminta bantuan dokter, bukan malah membuat panas udara di sini!" “Yang sopan bicara sama Jonathan!” Sentak Sintya. “Dibandingkan Hakam, Jonathan lebih segalanya dan lebih pantas jadi suami kamu dan menjadi adik iparku!” Sarah tak peduli. Ia masuk ke dalam kamar sambil menyeret Hakam. Ia mengusap air matanya yang menetes di pipi. “Aku bantu mempersiapkan pakaian mu!" "Kita akan kemana?" tanya Hakam. "Bukan kita, tapi kamu. Pergilah dari sini. Aku tidak tega melihatmu dihina terus oleh keluargaku!" "Tidak. Sarah-" Sarah mengangkat tangannya. “Aku melepaskanmu, Hakam. Pergilah dan hiduplah di luar sana dengan layak. Kamu orang baik, tidak pantas berada di tempat ini. Terima kasih sudah mau menjadi suami pura-pura ku selama 3 tahun ini." Kata Sarah dengan berat hati. Hakam menggeleng. "Aku tidak peduli hinaan mereka." "Kamu ini hanya orang yang aku bayar untuk menjadi suami pura-pura supaya Jonathan tidak terus-terusan mengejarku, Hakam. Dan semenjak itu semua orang menghina kamu. Jangan membuatku semakin bersalah. Kamu dihina karena menolongku!" Hakam menunduk. "Bukankah kita ini simbiosis mutualisme?" "Ya. Kamu butuh uang aku butuh kamu menjadi tameng ku dari Jonathan." Hakam menggeleng. "Tidak. Sejak awal aku tidak butuh uangmu. Tapi, aku mendedikasikan diri membantumu. Dan tanpa kusadari, aku mencintaimu." Keduanya saling menatap intens. "Jangan mengusirku!" Hakam memohon. Namun Sarah menggelengkan kepalanya. "Pergilah, akan lebih baik jika kamu tidak di sini."“Jangan pergi, aku mohon.” Sarah menahan Hakam yang hendak pergi. Setelah kejadian menegangkan tadi, rasanya Sarah enggan untuk berpisah dengan Hakam. Dia takut seseorang sedang mengincar Hakam sekarang. “Hanya sebentar. Aku janji akan segera kembali.”Sarah menggelengkan kepalanya. “Kali ini saja, jangan pergi.”Terpaksa Hakam menuruti keinginan istrinya. Ia pun duduk kembali dan memeluk Sarah. “Ya sudah.” Seketika Sarah menarik napas lega. **Jonathan menahan napas mengetahui anak buahnya gagal menghabisi nyawa Hakam. “Kamu sudah membersihkan semuanya?” Tanyanya pada Javiar. “Sudah. Dua orang anak buahku mati bunuh diri untuk menghindari mereka.”Senyum Jonathan melebar. “Bagus, cari anak buah yang seperti itu lagi. Sebelum Hakam menghilang dari muka bumi ini, aku tidak akan melepaskannya.” Javiar menganggukkan kepala. Di kepala Jonathan kini dirinya sedang menyusun rencana lain untuk Hakam. Penghinaan yang Hakam berikan tidak akan pernah ia biarkan begitu saja. Dia akan me
“Aku sudah mengacaukan beberapa orang secara bersamaan. Jonathan yang angkat kaki dari gedung ini, Randu menantu pertama papa mungkin sekarang ini sedang frustasi karena tidak memiliki mobil lagi dan mulai curiga istrinya selingkuh.” Hakam menyesap kopinya. “Hatiku senang.” Katanya kemudian tertawa. “Dibalik itu semua, sebenarnya posisimu tidak aman. Mereka bisa saja mengincarmu!” Ucap Arya. “Aku tahu itu. Tapi biarkan saja mereka melakukannya. Bukti yang nantinya aku kumpulkan akan membuat mereka semua mendekam di penjara, karena itulah tujuan akhirku kepada mereka. Mungkin mereka berpikir aku diam dan menerima saja saat dihina. Nyatanya mereka membangunkan macan tidur. Mereka akan tahu dengan siapa mereka berhadapan sekarang.”Sorot mata Hakam tajam. Siap melahap apapun yang menghalanginya. Sekali dirinya dikerjai, maka tiga kali lipat dirinya akan membalas. “Kamu memang bukan orang baik!” Arya tertawa. “Tidak ada orang yang mengatakan aku baik. Bahkan aku sendiri menyebut dirik
Keluar hotel di pagi buta. Wajah cerah tapi bibir bengkak. Sintya berjalan cepat menuju taksi yang sudah ia pesan. “Sungguh Jonathan sangat luar biasa.” Gumamnya sembari memandang wajahnya di kaca bedak. Pertarungan ranjang semalam membuat hati Sintya sangat bahagia hari ini. Bahkan ia lupa rasanya bercinta dengan suami sendiri, karena dia terlanjur merasai tubuh pria lain. Sampai di rumah, Sintya disambut tatapan tajam Randu. “Darimana kamu?!”Sintya gugup. “Menginap di rumah teman.”“Teman yang mana?”Sintya tak segera menjawab. Randu mencekal lengan istrinya membuat wanita itu memekik. Dengan kasar Randu mengusap bibir bengkak Sintya. “Dengan siapa kamu tidur semalam, hah?”“Randu, jangan menuduh Sintya sembarangan!” Sari berjalan cepat menolong putrinya. “Dia bilang ke mama semalam kalau akan ke rumah temannya dan menginap.”“Teman pria atau wanita sehingga bibirnya bengkak seperti ini
Di sebuah diskotik, gemerlap lampu warna-warni menyala terang ditemani musik berisik yang membuat semua pengunjungnya berjoget ria. Namun tidak dengan Jonathan yang juga ada di sana. Ia memilih duduk meneguk minuman beralkohol hingga habis dua botol. Tubuhnya mulai sempoyongan. “Siapa yang mau menemaniku, hah?” Serunya. Wajahnya nampak putus asa dan lelah. Dirinya sudah keluar dari perusahaan Arya. Sudah ada di depan mata bahwa dia tak akan sering bertemu dengan Sarah lagi. Belum lagi papanya masih menuntut dirinya membayar hutang makanan kaviar yang dimakan Hakam dan Sarah waktu itu. Dan tuntutan dari ibunya yang ingin putranya membawa kembali motor yang sudah ia belikan. Bukan tak bisa membeli motor sport lagi, namun Hanum ingin Jonathan bangkit dan membalas kekalahannya pada Hakam. Dia tidak terima keluarganya direndahkan oleh orang tak jelas seperti Hakam. DerrtPonsel Jonathan bergetar di atas meja. Segera ia membuka ponselnya dan melihat siapa yang mengirim pesan padanya.
“Sekarang kamu percaya padaku, kalau aku tidak ada hubungan apapun dengan Alea.” Ucap Hakam. “Meski begitu kamu juga harus menghargai perasaanku. Jangan lagi dekat dengan Alea, atau siapapun itu!” “Aku suka kamu cemburu. Itu artinya cinta kita sudah terikat.” Ucapan Hakam membuat wajah Sarah memerah. “Jangan membicarakan cinta, kita bukan remaja yang sedang pubertas.” Katanya mengarahkan pandangannya ke arah lain. Sarah malu membicarakan perkara cinta dengan Hakam di tempat umum seperti ini. Melihat rona merah di pipi istrinya membuat Hakam tertawa kecil. “Ya sudah. Kita bicarakan di atas ranjang nanti.”Sarah menghela napasnya panjang. “Lalu ada urusan apa kamu ada di kafe ini? Bukannya di rumah membujuk ku supaya tidak marah.”“Klien asal Jerman benar-benar datang malam ini. Kami membicarakan pekerjaan. Tidak lama ia kembali ke hotel tempatnya menginap. Besok dia akan datang ke kantor untuk meneruskan pembicaraan ini.”“Benar?” Sarah menelisik kebenaran di mata Hakam. “Iya. Ya
Seperti kesempatan bagi Jonathan menyaksikan Sarah dan Hakam bertengkar. Malam ini ia sudah berada di rumah keluarga Ramanda dengan membawa berbagai makanan instan yang ia beli dari sebuah restoran. “Om Surya, ini adalah rendang kesukaan, Om. Silakan dimakan!”Surya hanya mengangguk. Wajahnya terlihat malas menanggapi Jonathan, tak seperti dulu, dia sangat antusias jika Jonathan datang. “Jo, kalau om tidak suka, biar tante saja yang makan!” Sari mengambil rendang itu untuk menghargai pemberian Jonathan. Baru akan menyendok, Surya menariknya pergi dari ruang tamu. Jonathan membuang napas seketika. Tanpa sengaja Sintya lewat. Ia baru saja keluar dari dapur dan melihat Jonathan dengan wajah senang. “Jo!” Jonathan melambaikan tangan, tapi sebelumnya ia melirik kanan kiri supaya tidak ada yang melihat aksinya. “Kapan kita bertemu lagi?” Ucap Sintya dengan suara yang sangat pelan. “Hubungi saja jika kamu membutuhkanku!”Sintya mengangkat dua jempol. Sialnya Randu muncul di belakangn