Semua tertawa senang saat Sarah memutuskan mengusir Hakam dari keluarga Ramanda. Kata mereka keputusan Sarah sudah sangat tepat. Mengusir benalu untuk mendapatkan masa depan lebih baik dan tenang.
Hinaan, cercaan terdengar mengiringi langkah Hakam keluar dari rumah. Hakam hanya bisa menghela napasnya menerima semua keputusan Sarah saat ini. Bug Sebuah tas ransel terlempar ke arahnya. “Tasmu tertinggal. Bawa gih, jangan sampai semua barangmu ada yang tersisa di sini. Menjijikkan!" cibir Sintya lalu tertawa. Mata Hakam terarah pada Sari, Surya, Sintya dan Sella yang terus mengejeknya. Mereka, empat orang yang akan selalu ia ingat bagaimana mereka memperlakukan dirinya selama tiga tahun ini. Suara deru mobil dari arah belakang. Hakam menoleh mendapati Randu dan Septian keluar dari mobil yang sama. “Kenapa dia bawa tas?" tanya Randu mengarahkan telunjuknya tepat di depan wajah Hakam. "Diusir Sarah." Jawab Sintya selaku istrinya. “Baguslah. Itu lebih baik. Gelandangan harus kembali ke tempat asal. Jangan bermimpi untuk menempati istana megah." Randu tertawa sembari berlalu bergabung bersama keluarga. Septian mendekati Hakam. Memandangnya sebentar kemudian tersenyum sinis. Lengkap sudah, 6 orang kini telah bergabung menjadi satu mentertawakan dirinya. Tak henti mereka melemparkan ejekan, hinaan seolah Hakam bukanlah manusia yang memiliki hati, yang bisa sakit jika dihina dan direndahkan terus menerus. Ekor matanya melirik pada Sarah yang berdiri di bawah tangga menatap sendu dirinya. Tatapan keduanya bertemu, Sarah lebih dulu memalingkan muka. 'Perlu kamu tahu, kamulah alasan pertamaku untuk datang kembali kemari. Sekarang aku pergi dulu, dan akan kembali menjadi Hakam yang akan selalu melindungimu!' Katanya dalam hati. “Jangan bengong, pergilah!” Randu melempar kerikil yang kemudian mengenai tubuh Hakam. Sakitnya tak seberapa, yang paling terasa itu adalah sakit di hati Hakam atas penghinaan yang terus menerus ia terima dari keluarga sang istri. Hakam berbalik. Melangkahkan kakinya meninggalkan rumah mewah milik keluarga Ramanda yang tiga tahun ini sudah menemaninya di saat suka maupun duka. Berjalan 2 km tanpa mengenal letih, akhirnya Hakam sampai juga pada sebuah lapangan sepak bola. Sebuah helikopter turun ke sana. Merasa tak asing, Hakam mendekat. “Silakan masuk. Kita akan bertemu dengan papamu!” ucap seorang pria muda berpenampilan rapi. Ia mengulurkan tangan meminta Hakam masuk ke dalam helikopter. Hakam tak menolak. Ia masuk ke dalam dan duduk dengan tenang. Menikmati kenyamanan yang selama 3 tahun ini telah ia tinggalkan. Meninggalkan pula keriuhan yang terjadi pada orang-orang yang melihat pemandangan helikopter turun menjemput pria berpakaian biasa saja itu. Seseorang menatap helikopter yang terbang itu hingga tak terlihat di langit. “Siapa dia? Dari belakang aku seperti kenal?” ** “Cheers” Semua keluarga Ramanda, kecuali Sarah mengangkat gelas berisi anggur merah untuk merayakan kepergian Hakam dari rumah tersebut. “Senang rasanya benalu itu sudah pergi. Kehidupan kita sudah kembali seperti sebelumnya." Ucap Sari. “Mama benar. Tidak ku sangka akan ada hari seperti ini lagi.* “Saat perayaan ulang tahun ayah bulan depan, kita tidak akan lagi diejek teman kerja ayah.” Ucap Sintya. “Benar. Tidak ada Hakam hidup kita serasa tenang.” Sarah yang berdiri di lantai atas, memandang sedih pada keluarganya. Satu pun dari mereka tidak ada yang peduli dengan perasaannya yang saat ini sedang hancur. Ia meneteskan air mata mengingat Hakam. Kebaikan pria itu, bagaimana dia selalu menerima olokan dari keluarganya, dari Jonathan. Hakam hanya diam dan tidak membalas. Bahkan dia selalu menjadi garda terdepan saat Jonathan mendekatinya. Janji Hakam untuk selalu melindungi Sarah nyatanya selalu ditepati. “Sarah, bergabunglah di sini!” seruan Randu membuat Sarah terkejut. Ia menggeleng dan memilih masuk ke dalam kamarnya. “Hakam?” Gumamnya. Ia terisak. Di setiap penjuru kamar itu selalu ada Hakam. Dimana dia selalu tidur di sofa, mandi di kamar mandi yang sama meski dalam waktu yang berbeda. Mengguraui dirinya, bercanda bersama. Sarah merindukan Hakam. Bahkan ciuman pertama mereka kemarin saat di pantry, masih terasa begitu hangat di bibir. “Dimana kamu tidur sekarang? Buka tasmu, aku memberi sedikit uang untukmu mencari penginapan." Sementara Hakam yang sedang dipikirkan Sarah, ia kini baru saja berbaring di kasur king size nya yang sudah ia tinggal selama 3 tahun. Rasanya sangat nyaman. Bahkan tanpa diminta, pelayan datang membawakannya makanan dan minuman lezat kesukaan Hakam. “Rindu dengan rumah?” Tanya Sonya, mama Hakam. “Rindu.” Jawabnya. “Mama sudah tahu bagaimana kehidupan kamu di rumah mertua kamu. Mereka menghina mu. Ibu mana yang tega melihat anaknya dihina terus menerus. Tapi, papa mu tidak mengizinkan mama menjemputmu!” Hakam hanya melempar senyuman. Ia bangkit memeluk mamanya dengan hangat. “Papa sudah mengembalikan semua yang kamu miliki, melihat kamu sudah membuka diri dengan istrimu sekarang. Jadi gunakanlah untuk membungkam mulut mertuamu itu!” Hakam mengangguk. “Makasih, Ma. Nanti aku pastikan akan kembali menjemput istriku." “Mama tahu. Bangkitlah!” “Mama suka Sarah?” “Dia wanita baik, tentu saja suka. Bawa dia kemari suatu saat nanti!” Hakam adalah putra Pandu Aksara. Seorang pemilik rumah sakit bernama ‘Sehati’ yang sudah memiliki beberapa cabang, bahkan sampai ke luar negeri. Beberapa bisnis lain seperti kepemilikan properti, hotel, dan lainnya pun turut menyokong kehidupan financial keluarga Aksara. Sehingga Pandu disegani banyak orang, bahkan banyak yang mencarinya untuk bekerja sama dalam kerajaan bisnis mereka. Sonya sendiri adalah seorang desainer terkenal yang memiliki banyak butik untuk gaun-gaun mewah. Ditambah namanya sering muncul di televisi karena sering melayani artis-artis besar, bahkan sampai artis luar negeri memintanya untuk meng-handle fashion yang akan digunakan untuk keperluan di depan layar. “Fasilitas mu sudah papa aktifkan lagi. Saham yang sudah kamu tanam di rumah sakit, keuntungannya sudah papa sendirikan dalam black card ini!" Pandu menyodorkan kartu hitam kepada Hakam. "Mobil baru sudah papa siapkan untuk menunjang keperluan kamu. Apalagi yang kamu butuhkan, minta saja pada Hans untuk mengurusnya." "Makasih, Pa." "Selama kamu berperilaku baik dan melepaskan masa lalu kamu bersama Alia, papa tidak segan memberimu segalanya." Hakam mengangguk. "Lalu, kapan kamu akan membawa Sarah kemari?" "Jika waktunya sudah tepat. Masih banyak hal yang harus aku urus di rumah itu." Hakam menatap papa mamanya. "Kalau Sarah aku bawa kemari, apa kalian sungguh akan menerimanya?" Pertanyaan Hakam membuat Pandu dan Sonya tertawa. “Kami akan memperlakukan dia sebagai putri kerajaan di sini. Dia gadis yang mandiri. Sejak lulus kuliah sudah bekerja menghidupi diri sendiri. Orang tuanya gila harta. Putri bungsu mereka minta bekerja sementara dua lainnya hanya mengandalkan pemberian suami mereka. Surya dan Sari sangat pilih kasih." "Papa benar. Hanya Sarah yang bekerja dan sebagian hasil gajinya diminta oleh mamanya. Aku tak tega melihatnya. Tapi, papa sangat tahu kehidupan mereka?" tanya Hakam bingung. "Sejak kamu melangkahkan kaki keluar dari rumah, pengawal bayangan sudah papa siapkan untuk menjagamu. Jadi, tidak perlu papa jelaskan detailnya kamu pasti sudah bisa menebak." Pandu tertawa. "Papa bangga kamu sudah tidak merengek meminta kembali dengan Alia. Kelakuanmu dulu sungguh memalukan sampai papa harus membuang mu ke jalanan supaya kamu bisa belajar arti hidup di antara banyak orang di luar sana. Mencari makan sendiri dan tidak mengandalkan uang orang tua. Sekarang tahu rasanya kan?" "Aku mengerti, Pa." "Sekarang kamu harus bangkit untuk memberi pelajaran pada mertuamu agar kelak mereka tidak membedakan status seseorang dari finansial yang dimiliki. Karena yang kaya belumlah tentu bisa membahagiakan dan menentramkan hati." Hakam mengangguk. Semangatnya untuk kembali bersama Sarah membara. Atas dukungan orang tuanya, dia akan kembali. Kembali menjadi Hakam yang bisa membuat semua berlutut kepadanya.“Jangan pergi, aku mohon.” Sarah menahan Hakam yang hendak pergi. Setelah kejadian menegangkan tadi, rasanya Sarah enggan untuk berpisah dengan Hakam. Dia takut seseorang sedang mengincar Hakam sekarang. “Hanya sebentar. Aku janji akan segera kembali.”Sarah menggelengkan kepalanya. “Kali ini saja, jangan pergi.”Terpaksa Hakam menuruti keinginan istrinya. Ia pun duduk kembali dan memeluk Sarah. “Ya sudah.” Seketika Sarah menarik napas lega. **Jonathan menahan napas mengetahui anak buahnya gagal menghabisi nyawa Hakam. “Kamu sudah membersihkan semuanya?” Tanyanya pada Javiar. “Sudah. Dua orang anak buahku mati bunuh diri untuk menghindari mereka.”Senyum Jonathan melebar. “Bagus, cari anak buah yang seperti itu lagi. Sebelum Hakam menghilang dari muka bumi ini, aku tidak akan melepaskannya.” Javiar menganggukkan kepala. Di kepala Jonathan kini dirinya sedang menyusun rencana lain untuk Hakam. Penghinaan yang Hakam berikan tidak akan pernah ia biarkan begitu saja. Dia akan me
“Aku sudah mengacaukan beberapa orang secara bersamaan. Jonathan yang angkat kaki dari gedung ini, Randu menantu pertama papa mungkin sekarang ini sedang frustasi karena tidak memiliki mobil lagi dan mulai curiga istrinya selingkuh.” Hakam menyesap kopinya. “Hatiku senang.” Katanya kemudian tertawa. “Dibalik itu semua, sebenarnya posisimu tidak aman. Mereka bisa saja mengincarmu!” Ucap Arya. “Aku tahu itu. Tapi biarkan saja mereka melakukannya. Bukti yang nantinya aku kumpulkan akan membuat mereka semua mendekam di penjara, karena itulah tujuan akhirku kepada mereka. Mungkin mereka berpikir aku diam dan menerima saja saat dihina. Nyatanya mereka membangunkan macan tidur. Mereka akan tahu dengan siapa mereka berhadapan sekarang.”Sorot mata Hakam tajam. Siap melahap apapun yang menghalanginya. Sekali dirinya dikerjai, maka tiga kali lipat dirinya akan membalas. “Kamu memang bukan orang baik!” Arya tertawa. “Tidak ada orang yang mengatakan aku baik. Bahkan aku sendiri menyebut dirik
Keluar hotel di pagi buta. Wajah cerah tapi bibir bengkak. Sintya berjalan cepat menuju taksi yang sudah ia pesan. “Sungguh Jonathan sangat luar biasa.” Gumamnya sembari memandang wajahnya di kaca bedak. Pertarungan ranjang semalam membuat hati Sintya sangat bahagia hari ini. Bahkan ia lupa rasanya bercinta dengan suami sendiri, karena dia terlanjur merasai tubuh pria lain. Sampai di rumah, Sintya disambut tatapan tajam Randu. “Darimana kamu?!”Sintya gugup. “Menginap di rumah teman.”“Teman yang mana?”Sintya tak segera menjawab. Randu mencekal lengan istrinya membuat wanita itu memekik. Dengan kasar Randu mengusap bibir bengkak Sintya. “Dengan siapa kamu tidur semalam, hah?”“Randu, jangan menuduh Sintya sembarangan!” Sari berjalan cepat menolong putrinya. “Dia bilang ke mama semalam kalau akan ke rumah temannya dan menginap.”“Teman pria atau wanita sehingga bibirnya bengkak seperti ini
Di sebuah diskotik, gemerlap lampu warna-warni menyala terang ditemani musik berisik yang membuat semua pengunjungnya berjoget ria. Namun tidak dengan Jonathan yang juga ada di sana. Ia memilih duduk meneguk minuman beralkohol hingga habis dua botol. Tubuhnya mulai sempoyongan. “Siapa yang mau menemaniku, hah?” Serunya. Wajahnya nampak putus asa dan lelah. Dirinya sudah keluar dari perusahaan Arya. Sudah ada di depan mata bahwa dia tak akan sering bertemu dengan Sarah lagi. Belum lagi papanya masih menuntut dirinya membayar hutang makanan kaviar yang dimakan Hakam dan Sarah waktu itu. Dan tuntutan dari ibunya yang ingin putranya membawa kembali motor yang sudah ia belikan. Bukan tak bisa membeli motor sport lagi, namun Hanum ingin Jonathan bangkit dan membalas kekalahannya pada Hakam. Dia tidak terima keluarganya direndahkan oleh orang tak jelas seperti Hakam. DerrtPonsel Jonathan bergetar di atas meja. Segera ia membuka ponselnya dan melihat siapa yang mengirim pesan padanya.
“Sekarang kamu percaya padaku, kalau aku tidak ada hubungan apapun dengan Alea.” Ucap Hakam. “Meski begitu kamu juga harus menghargai perasaanku. Jangan lagi dekat dengan Alea, atau siapapun itu!” “Aku suka kamu cemburu. Itu artinya cinta kita sudah terikat.” Ucapan Hakam membuat wajah Sarah memerah. “Jangan membicarakan cinta, kita bukan remaja yang sedang pubertas.” Katanya mengarahkan pandangannya ke arah lain. Sarah malu membicarakan perkara cinta dengan Hakam di tempat umum seperti ini. Melihat rona merah di pipi istrinya membuat Hakam tertawa kecil. “Ya sudah. Kita bicarakan di atas ranjang nanti.”Sarah menghela napasnya panjang. “Lalu ada urusan apa kamu ada di kafe ini? Bukannya di rumah membujuk ku supaya tidak marah.”“Klien asal Jerman benar-benar datang malam ini. Kami membicarakan pekerjaan. Tidak lama ia kembali ke hotel tempatnya menginap. Besok dia akan datang ke kantor untuk meneruskan pembicaraan ini.”“Benar?” Sarah menelisik kebenaran di mata Hakam. “Iya. Ya
Seperti kesempatan bagi Jonathan menyaksikan Sarah dan Hakam bertengkar. Malam ini ia sudah berada di rumah keluarga Ramanda dengan membawa berbagai makanan instan yang ia beli dari sebuah restoran. “Om Surya, ini adalah rendang kesukaan, Om. Silakan dimakan!”Surya hanya mengangguk. Wajahnya terlihat malas menanggapi Jonathan, tak seperti dulu, dia sangat antusias jika Jonathan datang. “Jo, kalau om tidak suka, biar tante saja yang makan!” Sari mengambil rendang itu untuk menghargai pemberian Jonathan. Baru akan menyendok, Surya menariknya pergi dari ruang tamu. Jonathan membuang napas seketika. Tanpa sengaja Sintya lewat. Ia baru saja keluar dari dapur dan melihat Jonathan dengan wajah senang. “Jo!” Jonathan melambaikan tangan, tapi sebelumnya ia melirik kanan kiri supaya tidak ada yang melihat aksinya. “Kapan kita bertemu lagi?” Ucap Sintya dengan suara yang sangat pelan. “Hubungi saja jika kamu membutuhkanku!”Sintya mengangkat dua jempol. Sialnya Randu muncul di belakangn