Share

Bab 3

Setengah jam kemudian, Brandon sudah tiba di depan perusahaannya Hannah.

Saat dia hendak memasuki pintu perusahaan, tiba-tiba satpam di depan pintu langsung menghalangi langkahnya. Si satpam berkata, “Keluar! Pengemis dilarang masuk ke dalam!”

Brandon baru bangun tidur dan masih belum membasuh tubuhnya. Selain itu, dia juga mengenakan kaos yang sudah bolong dan celana pendek. Kelihatannya memang mirip gelandangan.

Hanya saja, Brandon sudah terbiasa dengan perlakukan seperti ini. Dia hanya berkata dengan tersenyum, “Pak Satpam, aku datang untuk antar dokumen istriku.”

“Istrimu?” Satpam melirik Brandon dengan tatapan curiga. “Siapa istrimu? Kak Dea si tukang bersih-bersih atau Kak Lisa si tukang masak?”

“Istriku namanya Hannah,” balas Brandon.

Sekujur tubuh satpam langsung merinding. Kemudian, dia pun tertawa terbahak-bahak. “Ternyata kamu itu menantu pecundang Keluarga Limantara … hahahah ….”

Brandon menggeleng. Dia tidak menyangka ternyata dirinya cukup terkenal.

“Sudahlah, berikan dokumennya kepadaku. Sebelumnya Bu Hannah sudah berpesan, kalau kamu datang, kamu bisa serahkan dokumennya kepadaku,” jelas si satpam.

“Tidak!” Brandon menggeleng, lalu berkata dengan ngotot, “Kata adik iparku, dokumen ini sangat penting. Jadi, aku harus serahkan dokumen ini langsung ke tangan istriku. Permisi ….”

“Kamu!” Satpam menunjuk Brandon dengan tatapan tidak berdaya. Apa bocah ini sudah gila? Jangan-jangan dia tidak tahu betapa Keluarga Limantara memandang rendah dirinya? Lagi pula, kalau dia masuk ke perusahaan dengan penampilan seperti ini, sepertinya dia akan merusak reputasi Bu Hannah?

Saat mereka berdua sedang berdebat. Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil dari belakang. Seketika sebuah mobil BMW seri 5 berhenti tepat di samping sepeda elektriknya Brandon. Kemudian, Nelson menuruni mobil dengan memegang buket bunga di tangannya.

“Pak Nelson!” Setelah menyadari kedatangan Nelson, satpam yang bersikap arogan tadi langsung memberi hormat dan berkata, “Sebelah sini, Pak Nelson. Bu Hannah sudah menunggu di ruangannya!”

Nelson mengangguk, lalu memasuki perusahaan tanpa melirik Brandon sekilas pun.

Baru saja Brandon ingin mengikuti langkah Nelson, satpam langsung mengangkat tongkat di tangannya, dan kembali menghalangi langkahnya.

“Apa maksudmu? Kenapa dia boleh masuk, tapi aku tidak boleh masuk?” tanya Brandon sambil memelototi si satpam.

Satpam hanya bisa menghela napas, dan berkata, “Brandon, kamu hanyalah seorang menantu pecundang, gimana ceritanya kamu bisa dibandingkan dengan Pak Nelson? Nah, coba kamu lihat sendiri! Buket bunga di tangan Pak Nelson itu harganya jutaan. Apa kamu sanggup keluarin uang sebanyak itu? Haish, sepertinya hari kamu untuk menjadi menantu pecundang sudah nggak lama lagi.”

Brandon terbengong, lalu berbicara dengan mengerutkan keningnya, “Apa maksudmu?”

“Maksudku? Kamu itu benar-benar goblok atau pura-pura goblok? Berita semalam sudah tersebar luas. Siapa juga yang nggak tahu kalau Pak Nelson lagi kejar Bu Hannah? Mereka berdua barulah pasangan serasi! Kamu hanya seorang pecundang, aku nggak ngerti kenapa Bu Hannah bisa menikah sama kamu,” ucap si satpam dengan panjang lebar.

Di sisi lain, pintu lift lobi perusahaan terbuka, Hannah yang berpakaian terusan bunga-bunga berjalan keluar. Dia terlihat sangat cantik hari ini.

Ketika Hannah bertemu dengan Nelson, dia pun mengangguk dan berkata, “Pak Nelson, aku sudah menunggumu dari tadi.”

Nelson menyipitkan matanya terus melirik ke sisi Hannah. Dia refleks menjilat bibirnya, lalu menyerahkan buket bunga ke tangan Hannah. “Bunga ini khusus untuk cewek cantik sepertimu. Kamu bahkan lebih cantik daripada bunga itu. Hanya kamu yang pantas untuk menjadi pemilik buket bunga ini.”

Hannah mengerutkan keningnya. Masalah Nelson melamarnya semalam masih terbayang di benaknya. Bahkan, masalah ini juga sudah tersebar luas di Kota Manthana. Hari ini, Nelson malah memberinya bunga secara terang-terangan.

Awalnya Hannah juga tidak ingin bertemu dengan Nelson. Hanya saja, perusahaan sedang kekurangan dana. Dia terpaksa meminta bantuan dari Nelson.

Kepikiran dengan hal itu, Hannah terpaksa tersenyum. “Pak Nelson sudah terlalu sungkan. Hari ini aku mengundang Pak Nelson untuk membahas masalah kerja sama. Nggak seharusnya Pak Nelson beliin hadiah buat aku.”

Nelson tersenyum, lalu berkata, “Aku nggak bermaksud lain. Hannah, kamu nggak bersedia untuk menerima bunga ini karena kamu merasa aku kurang tulus, ya? Begini saja, aku akan impor bunga mawar dari Bulare khusus untukmu. Gimana menurutmu?”

“Nggak usah, tahun ini kualitas bunga mawar di Bulare nggak begitu bagus. Jadi, bunga mawar di sana sangat langka. Bahkan, harga bunga mawar di sana mencapai 200 juta per tangkai. Nggak pantas!” Hannah menggeleng. Sebenarnya Hannah menyukai bunga mawar di Bulare, hanya saja harganya agak tidak masuk akal.

“Dua ratus juta per tangkai?” Senyuman di wajah Nelson langsung berubah kaku. Dia juga tidak mungkin menghadiahkan setangkai bunga mawar saja, ‘kan? Sekarang bunga mawar dia tangannya ada 100 tangkai. Kalau Nelson benar-benar membeli ratusan bunga dari Bulare, dia pun tidak berani menghitung berapa uang yang harus dikeluarkannya.

Ketika kepikiran hal ini, Nelson yang kaya raya itu pun merasa canggung.

Pada saat ini, Brandon sudah berhasil menerobos masuk ke dalam perusahaan. Dia langsung merebut bunga dari tangan Nelson, lalu menginjaknya.

“Istriku, jangan ambil barang orang lain. Kalau kamu suka, aku akan beliin buat kamu. Lagi pula, cuma bunga mawar saja?!” Entah sejak kapan Brandon memiliki keberanian seperti ini, dia bahkan berani meraih pergelangan tangan mulus milik Hannah, dan menariknya ke dalam lift.

“Brandon, lepaskan tanganmu!” ucap Hannah dengan suara rendah.

Mereka sedang berada di lobi perusahaan. Ada banyak orang yang hilir mudik di sini. Jadi, Hannah yang merupakan manajer umum perusahaan tidak ingin menjadi bahan lelucon semua orang!

“Sialan! Kembali!” Nelson yang awalnya merasa canggung jadi merasa marah. Padahal dia sudah memilih bunga itu dalam waktu yang cukup lama, dan harganya juga mencapai belasan juta. Belum sempat Hannah menerima pemberiannya, bunga itu malah diinjak oleh pecundang itu. Jadi, mana mungkin Nelson tidak marah?

Hal yang paling membuat Nelson emosi adalah si pecundang itu malah meraih tangan wanita idamannya. Padahal Nelson juga tidak pernah memegangnya.

“Kamu sudah merusak bungaku. Apa kamu sanggup untuk bayar ganti rugi? Belagu banget!” Nelson langsung memukul pintu lift yang hendak tertutup. “Berengsek! Hari ini kalau kamu tidak beri aku penjelasan, aku akan beri pelajaran sama kamu!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status