“Datang juga kamu, menantu nggak berguna!” geram seorang pria paruh baya yang menatap nyalang ke arah Raja.
Ayyara menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan diri mendengar makian sang paman kepada suaminya. “Paman Bahri,” sapanya. Dia pun melirik pemuda yang terduduk di samping sang paman. “R-Radit?” Mata Ayyara membelalak melihat penampilan sepupunya yang babak belur.
Sebelumnya, Ayyara menduga Radit hanya terkena pukulan biasa dari Raja. Namun, setelah melihat wajah sepupunya yang tampak merah lebam, kini dirinya semakin gelisah dan serba salah.
Paman Ayyara, Bahri, seketika berdiri dari tempat duduknya dan mengamuk, “Lihatlah kelakuan suami yang kamu bangga-banggakan itu,” serunya sembari menunjuk ke arah Radit, tetapi tatapan tajamnya tertuju pada Raja. “Di balik wajah polosnya, dia sangat beringas. Dia berani memukuli anakku sampai terluka kayak gini!”
“Dasar menantu gak tau diri! Udah kere, kelakuannya kayak binatang.” Kali ini yang berbicara adalah seorang wanita yang berdiri di samping Radit. Wanita itu adalah Margareth, istri Bahri.
Terduduk di sofa, Radit mendengus. “Suamimu bukan hanya memukulku. Tapi dia juga memukul Marcel Putra Wirdoyo,” ucapnya. “Kamu tahu 'kan siapa Marcel?” Pria itu sedikit tersenyum melihat mata Ayyara memancarkan ketakutan. “Ya, direktur HRD perusahaan tempatmu bekerja.”
BOOM!
Wajah Ayyara memucat seketika. Awalnya dia mengira suaminya hanya punya masalah dengan Radit dan cukup meminta maaf, tetapi fakta yang mengejutkan adalah suaminya telah mencari masalah dengan bos di perusahaan tempatnya bekerja.
Raja hanya mematung mendapati anggota keluarga Nugraha satu persatu memarahinya. Kalau bukan karena Ayyara, sedari awal dia ingin meninggalkan tempat ini.
“Aku memanggilmu bukan untuk jadi model. Di mana rasa tanggung jawabmu sebagai seorang lelaki?” sindir Nugraha, kakek Ayyara, yang terduduk di kursi dengan tatapan mata penuh kekecewaan pada Raja. “Gara-gara ulahmu, ada kemungkinan hubungan keluarga ini dengan Keluarga Marcel jadi berantakan!”
Bahri menatap tajam pada Raja, “Dan satu lagi! Kamu jangan pura-pura tolol. Kamu harus mengganti biaya rumah sakit yang dihabiskan untuk mengobati anakku.”
Raja mengabaikan seruan semua orang. Fokusnya hanya tertuju pada istrinya yang wajahnya memucat, merasa khawatir akan tekanan yang Ayyara rasakan.
Merasa diabaikan sang menantu tak berguna, semua anggota keluarga Nugraha menjadi berang. “Hei Sampah! Kamu mengabaikan kami, hah?! Mulai berani kam–”
Belum selesai Bahri meluapkan emosinya, Raja menyela, “Kakek, aku gak bersalah.”
“Mas Raja!” Ayyara berseru memanggil suaminya, tidak menyangka Raja masih mengelak. “Jangan melawan! Cepat minta maaf!” Dia tidak ingin masalah menjadi semakin besar.
Raja menatap Ayyara dengan tenang. “Radit dan Marcel pantas menerima pukulanku,” balasnya, membuat semua emosi semua orang membuncah. “Aku nggak akan minta maaf, maupun mengganti biaya pengobatan Radit.”
Semua orang tercengang mendengarnya, termasuk Ayyara. Jelas saja jawaban suaminya itu malah menambah permasalahan.
Nugraha menggeleng-gelengkan kepala. Dia merasa sangat geram dengan sikap Raja. “Aku sempat percaya, kamu seorang pria sejati yang pantas untuk Ayyara. Tapi, penilaianku salah besar. Aku menyesal merestuimu dengan cucuku!”
“Itu kenapa dulu aku menentang pernikahannnya. Dia cuma sampah! Latar belakangnya saja gak jelas. Nama keluarga Nugraha jadi tercoreng gara-gara menantu tak berguna seperti dia! Kalau udah kejadian seperti ini gimana? Keluarga kita 'kan yang menanggung malu,” cecar Bahri menatap penuh kebencian pada Raja.
“Benar banget! Emangnya istri bisa dikasih makan tampang? Dasar suami parasit!” sambar Margareth penuh emosi sembari melemparkan kulit manggis ke arah Raja. “Mendingan kamu enyah dari keluarga ini. Malu-maluin saja!”
Bahri menggeser tatapannya ke arah Ayyara yang masih tampak berdiam diri, “Masalah ini enggak bisa dibiarkan begitu saja. Marcel punya koneksi kuat, bisa-bisa perusahaan keluarga kita terkena dampaknya. Sudah cukup drama ini di sini, kamu harus menceraikan suami benalumu itu agar terhindar dari masalah.”
“Buang Benalu dari hidupmu! Mendingan kamu cari suami baru yang jelas bibit, bobot, bebetnya,” sambung Margareth dengan serius, sekaligus menyindir Raja.
“Jika kamu bercerai dari curut itu, aku yakin Marcel mau menikahimu. Aku berteman baik dengan Marcel. Dia sangat mencintaimu. Jika kamu menikah dengannya, hidupmu pasti bahagia. Bukan kayak sekarang,” ujar Radit memanas-manasi Ayyara sembari sesekali menatap sinis pada Raja.
“Nah tunggu apa lagi? Cepat singkirkan bakteri itu dari hidupmu,” sambung Margareth.
“Kakek.” Akhirnya Ayyara bersuara. Dia mengabaikan ucapan paman, tante, dan sepupunya. Dia lebih memilih menatap Nugraha dengan tatapan rasa bersalah. “Kakek, Ara mohon maafkan kesalahan Mas Raja, Ara akan mengganti biaya pengobatan Radit. Ara juga siap menemui pak Marcel untuk meminta maaf.”
“Ara,” panggil Raja, mengerutkan kening seraya menatap istrinya itu. “Aku nggak salah, kamu nggak perlu minta maaf,” tegasnya.
“Sudahlah, Mas,” ucap Ayyara, menepiskan tangan Raja yang sempat terulur untuk menahan lengannya. “Jangan perpanjang masalah. Demi Ara, minta maaf pada Kakek dan Radit. Soal Marcel, kita pikirkan nanti. Paling tidak, hubungan keluarga harus dijaga,” bisiknya.
Raja menatap lekat-lekat pada Ayyara. “Kita enggak perlu minta maaf.” Raja tetap dengan pendiriannya. Dia pun melangkah maju dan menatap Nugraha. “Apa aku harus diam ketika mendengar orang lain menghinaku dan mempermalukan istriku?” Dia melirik Bahri, Margareth, juga Radit. “Mendengar ucapan kalian, kenapa aku merasa di mata kalian Ara hanyalah alat tukar untuk kekuasaan?” sindirnya.
“Raja!” Nugraha spontan meraung dengan penuh kemarahan. Dia tidak menyangka bukan hanya Raja tidak ingin minta maaf, tapi pria itu malah mengalihkan kesalahan pada orang lain. “Sekarang juga kamu pergi dari sini! Jangan pernah menginjakkan kakimu lagi di rumah ini kalau kamu belum sadar akan kesalahanmu!”
Raja melihat urat di pelipis Nugraha menyembul. Khawatir serangan jantung kakek tua itu malah kambuh, dia pun menghela napas dan berbalik pergi.
Melihat sang suami berjalan pergi, Ayyara refleks ingin mengejar. “Mas Raj–”
“Mau ke mana kamu, Ayya? Kakek belum selesai bicara sama kamu!” hardik Nugraha. “Jika kamu ikut suamimu, otomatis kamu bukan bagian keluargaku lagi!” tegasnya.
Ayyara pun menghentikan langkahnya. Dia dilema, dia tahu bahwa sang kakek bukan orang yang sembarangan bicara.
Raja yang mendengar ultimatum itu, menghentikan langkahnya, “Ara tetaplah di sini. Aku tunggu di rumah,” ucapnya sebelum melanjutkan langkah pergi.
***
Selama dalam perjalanan, Raja memikirkan bagaimana cara keluar dari masalah ini. Dia tidak mungkin meminta maaf, tetapi di sisi lain dia memikirkan sang istri yang pasti akan terkena imbasnya di kantor.
‘Apa aku benar-benar salah?’ pikir Raja. Namun, dia mengepalkan tangan ketika mengingat Marcel dan Radit merendahkan istrinya. ‘Tidak.’
Setiba di sekitar rumah sewa, tatapan matanya langsung tertuju pada seseorang yang berdiri di depan rumahnya. Ketika dia mendekat, dia mengenali orang tersebut.
Kening Raja berkerut. “Kenapa kamu di sini, Alexander …?” Kentara dia tidak begitu senang melihat pria paruh baya itu.
“Pak Raja,” panggil pria bernama Alexander tersebut, terlihat matanya berkaca-kaca menatap sosok Raja. Dia menghampiri Raja dan membungkuk hormat. “Pak Raja Elvano Darmendhara, atas perintah ayah tuan, tolong kembali dan lanjutkan takhta pewaris Keluarga Darmendhara.”
Usai berkata demikian, Raja pergi begitu saja. Dia memutuskan pulang ke rumah besar Nugraha. “Sudah cukup mereka bermain-main dengan keluargaku. Waktunya sudah tiba. Aku akan menghukum semua musuh-musuhku,” gumam Raja sembari melangkahkan kakinya. Dua puluh menit kemudian, Raja tiba di rumah besar Nugraha. Dia menghampiri sang Kakek dan Ayyara yang menunggunya di ruang tengah. “Mas?” Mengerti tatapan sang istri yang mencemaskannya, Raja pun menanggapi, “Aku baik-baik saja, tidak ada luka sedikitpun di tubuhku.” Sementara, Nugraha masih mematung di tempat. Dia masih belum menyangka bahwa menantunya itu adalah putra Banara Darmendhara. “Aku sudah menyuruh Anton untuk menghukum semua orang yang berani mengganggu kebahagiaan kita, termasuk Shinta dan Kakaknya,” ucap Raja. Lalu menoleh ke arah Nugraha. “juga Marcel dan Ferdi.” Nugraha yang tidak mengerti pun bertanya, “Maksudnya?” “Sepuluh menit yang lalu Prince Group telah memutus kontrak kerja sama dengan perusahaan WNE Group.
“Malam ini juga Bagas harus menghadapiku!” seru Raja. “Aku juga akan menghukumnya!” sahut Nugraha yang tak kalah murkanya. Ayyara yang bediri di tengah-tengah mereka pun berkata, “Kakek belum sembuh total. Biarkan Mas Raja yang menanganinya.” “Tidak. Kakek mau ikut. Aku–” “Ara benar. Sebaiknya Kakek tidak perlu ikut,” potong Raja. “serahkan semua urusan ini kepadaku.” “Baiklah.” Nugraha berujung mengalah. Raja menoleh ke arah Anton, “Apakah kamu sudah merekamnya?” Anton mengangguk cepat, “Sudah, Pak.” “Kirimkan rekamannya kepadaku,” pinta Raja. *** Bagas mengetahui kalau Jamal dan teman-temannya tertangkap dan diadili. Namun, saat ini dia sama sekali tidak panik. Dia sudah memiliki rencana untuk mengantisipasinya. Bahkan di saat ini dia bermain dengan wanita jalang di sebuah kamar. Tanpa Bagas sadari, di luar sana Raja dan orang-orangnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaganya. BRAK! Bagas dan wanita jalangnya spontan menoleh ke arah pintu
“Berlatih menembak,” ucap Anton. Tubuh Jamal semakin begetar hebat, “Saya mohon, Pak. Jangan jadikan saya kelinci percobaan.” Jamal tampak begitu panik melihat tangan Anton mulai terangkat dan mengarahkan pistol ke arah apel yang berada di atasnya, “Saya akan jujur. Saya akan mengatakan siapa yang telah menyuruh saya.” Sudut bibir Anton terangkat, memang ini adalah rencananya untuk memaksa Jamal mengakui segalanya. “Saya janji,” ulang Jamal mencoba meyakinkan Anton. Jamal tak punya pilihan lain. Dia tidak bisa terus-menerus mempertahankan pendiriannya jika tidak ingin nyawanya yang melayang. “Penawaran yang sangat menarik. Tapi jika sekali saja kamu berbohong, aku tidak segan-segan membunuhmu!” seru Anton sambil menempelkan moncong pistol tepat di dahi Jamal. “bukan apel lagi, tapi peluruku akan menembus kepalamu!” “Ba-ik, Pak. Saya akan jujur.” Suara Jamal nyaris tak terdengar karena diselimuti rasa takut yang membesar. “Cepat katakan, Jamal! Jangan bertele-tele!” geram Anton.
“Halo, Pak Raja … Saya sudah berhasil menjalankan tugas dari Pak Raja,” ucap Anton di seberang telepon. Nugraha yang mendengarnya pun merasa terheran-heran. Raja yang sedari tadi mengintip di balik pintu, dia pun masuk kembali dan menghampiri Nugraha. “Lakukan sesuai rencana, Anton,” ucap Raja yang sudah berdiri di samping Nugraha. “Baik, Pak,” jawab Anton, dan setelahnya telepon terputus. Nugraha yang kebingungan pun menatap Raja dengan ekspresi yang begitu serius, “Siapa kamu?” “Aku suami Ayyara, menantu Kakek,” jawab Raja. “Jawab yang jujur. Siapa kamu sebenarnya?” tanya Nugraha. “Aku Raja Elvano Darmendhara. Putra Banara Darmendhara,” jawab Raja serius. “Kamu jangan bercanda.” Raut wajah Nugraha memerah. “Mas Raja nggak bohong, Kek,” sahut Ayyara yang muncul dari luar dan berjalan mendekat. “Mas Raja adalah putra Ayah Banara Darmendhara, pemilik Darmendhara Group.” Nugraha tercengang mendengarnya, tetapi dia masih menganggap Raja dan Ayyara telah berbohong. “Candaan ka
“Siapa kamu?” tanya Nugraha.Ayyara merasa heran dengan pertanyaan Nugraha, karena pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raja. Dia takut sang Kakek lupa ingatan.“Apa Kakek saya baik-baik saja?” tanya Ayyara kepada si perawat yang sudah berdiri di sampingnya.Si perawat itu menatap Nugraha dengan senyuman ramah, “Maaf, Pak. Nama Bapak siapa?”“Nugraha.”“Dan mereka siapa?” Perawat itu menunjuk ke arah pasangan suami-istri.“Ayyara dan Raja, menantuku,” jawab Nugraha.Ayyara tersenyum, merasa tidak ada masalah dengan ingatan Nugraha. Sementara, perawat itu memeriksa keadaan sang Kakek secara keseluruhan.“Kepala Bapak terluka. Jadi jangan banyak bergerak dulu,” ucap perawat itu setelah selesai melakukan pemeriksaan.“Terima kasih,” balas Nugraha, dan perawat itu pergi dari ruangan setelah berpamitan.Usai kepergian si perawat, Nugraha menatap Raja yang berdiri di samping Ayyara.“Raja? Jujurlah kepada Kakek. Kenapa kamu bersama dengan Pak Anton waktu menyelamatkanku?” tanya Nugraha.“
Raja dan Anton segera masuk ke mobil. Hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit, mereka sudah sampai di sebuah aprtemen, tempat Nugraha dibawa.Raja langsung turun dari mobil, diikuti Anton dan anak buahnya.Sementara, di dalam apartemen Jamal dan teman-temannya tampak terlihat panik bukan main. Pasalnya mereka tahu kalau orang-orangnya Nugraha sedang menuju ke tempatnya.Tak ingin celaka, mereka pun menggunakan Nugraha sebagai tameng untuk menyelamatkan diri.BRAK!Sontak semua mata menoleh ke arah pintu yang di dobrak. Jamal pun langsung menempelkan pistol ke pelipis Nugraha yang terikat tak sadarkan diri di kursi.Raja yang melihat wajah Nugraha yang dipenuhi darah, seketika aura mengerikan begitu kental menguar dari dirinya.“Jangan berani mendekat! Atau kalian akan melihat Nugraha mati di tanganku!” ancam Jamal penuh mengintimidasi, walau dia sendiri sebenarnya agak gentar menghadapi Raja dan anton beserta anak buahnya.“Kamu telah melakukan kesalahan besar, Jamal!” seru Anton