“Perhatian semuanya, ada anggota keuangan baru. Saya akan memperkenalkannya kepada kalian. Namanya adalah Lee.” Haedar memperkenalkan Lee Hans Cody kepada seluruh karyawannya, tapi tidak menyebutkan nama aslinya.
“Halo, nama saya Lee.”
“Wah, cakep banget. Halo, Lee.” Salah satu karyawan wanita memuji paras wajah yang mempesona di depannya.
Karyawan yang berkumpul di depan Direktur Utama dengan baris yang melingkar berkenalan satu per satu dengannya, terutama karyawan wanita yang berebutan untuk berjabat tangan dengannya.
Hans sengaja menggunakan nama depannya yang tidak diketahui oleh siapa pun karena terdapat Adnan yang bekerja di perusahaannya. Ia mulai beraksi untuk memberantas masalah di kantor, membalas dendam kepada siapa pun yang pernah merendahkan, menghina dan meremehkannya, serta mencari sosok pembunuh ayah dan adiknya.
“Senang berkenalan dengan kalian,” katanya ramah dengan senyuman lebar.
Beberapa karyawan wanita hampir pingsan saat melihat senyuman manis dan tampannya. Hans hanya menggeleng pelan.
Haedar meminta semua karyawannya kembali bekerja. Hans mengikutinya di belakang bersama Adnan menuju ruangan keuangan.
“Lee nanti kamu dilatih oleh Pak Adnan, ya. Pak Adnan adalah Manajer Keuangan.”
“Baik, Pak.”
Hans mengikuti langkah Haedar dan Adnan yang masuk ke ruangan keuangan dengan pintu berwarna cokelat muda yang tampak habis dibuka oleh seseorang.
Ia tidak lupa memperkenalkan diri kepada teman keuangannya dengan ramah.
“Halo, saya Lee, Admin Keuangan yang baru.”
“Halo, Lee. Selamat bergabung dengan kami.”
“Ya, semoga bisa menerima saya dengan baik dan menjadi teman yang baik, serta bekerja sama dengan baik.”
“Pasti, dong,” celetuk karyawan pria yang berpenampilan pria dengan aksesoris wanita yang menempel di kepala berwarna merah muda.
Hans tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala sekilas saat ada yang merespons harapan yang baik. Ia melotot selama dua detik saat melihat pria yang dilihat di rumah mantan ayah mertuanya.
Adnan yang dikatakan oleh Haedar adalah pria yang sama. Hans harus menghadapi situasi yang sangat berat tanpa melibatkan urusan pribadi di kantor.
“Silakan bekerja dan lakukan tugas Anda dengan baik.”
Hans membungkukkan badan sekilas kepada Haedar. “Baik, Pak. Terima kasih banyak.”
Haedar meninggalkan ruangan keuangan setelah memastikan dan memperkenalkan Hans kepada karyawannya dengan berpura-pura menjadi karyawan baru di perusahaan ayahnya.
Ia mengerjakan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya seperti karyawan biasanya yang sudah tersedia di mejanya. Adnan menghampirinya sambil membawa lima dokumen dan diletakkan di mejanya.
“Dokumen ini berisi data perusahaan yang penting. Jadi, kamu harus berhati-hati saat mengerjakan dan melakukan perhitungannya.”
“Baik, Pak. Bagaimana dan dimulai dari mana saya mengerjakannya?”
“Kerjakan dari map berwarna kuning, yang kedua berwarna biru, ketiga berwarna kuning, keempat berwarna ungu dan kelima berwarna hijau.”
Hans mengambil dokumen dan mengurutkannya sesuai dengan yang dikatakan olehnya. Ia berpura-pura tidak memiliki daya ingat yang kuat sehingga mengurutkannya dari atas hingga bawah.
“Apakah kelima dokumen ini membutuhkan data yang valid dari divisi yang berbeda?” tanya Hans pelan.
“Tidak perlu. Semua itu sudah dipastikan valid.”
“Baik.” Hans membalas santai sambil membuka semua dokumen yang telah diurutkan dan memperhatikan datanya.
Tanpa disadari olehnya, Adnan memperhatikannya dan terlihat memikirkan sesuatu. Namun, tatapan yang mencurigakan membuat Hans bergegas menyadarinya.
“Ada apa, Pak?” tanya Hans bingung sambil menatapnya.
“Tidak apa. Kerjakan tanpa perlu menunggu saya ajarkan, kan?” Adnan memberi perintah kepadanya dan pergi dari mejanya.
Hans memperhatikannya dengan helaan napas panjang yang dibuang perlahan. Ia terkejut dengan cara kerjanya yang tampak sekali bahwa malas mengajarkan ilmu yang belum pasti didapatkan oleh bawahannya.
Ia mengerjakan sesuai perintah dan berhati-hati sembari mengawasi pergerakannya yang masih belum terlihat mencurigakan.
Ia berusaha sebagai karyawan baru yang tidak memahami dunia pekerjaan sehingga tetap bertanya kepada rekan kerjanya saat tidak mengetahui atau lupa dengan rumus perhitungan Microsoft Excel.
Hal itu tetap akan dilakukan olehnya selama seminggu ke depan agar tidak membuat Adnan curiga kepadanya.
Ruangan keuangan sangat hening dan hanya terdengar suara ketikan dan pencetak sekaligus alat penghitungan jumlah uang kertas untuk disetorkan ke perusahaan.
Tidak luput dari pengawasannya, Nada dering panjang milik Adnan berbunyi dengan keras. Ia menerima panggilan masuk itu secara singkat dan tampak mengambil tas plastik berwarna hitam dari lacinya lalu bergegas dari kursinya.
Pergerakan Adnan sangat mencurigakan karena terlihat penting sambil membawa tas plastik yang berukuran sedang. Hans izin keluar dari ruangan dengan alasan membuang air besar setelah satu menit dari jarak kepergian Adnan.
Hans mencari keberadaan Adnan hingga lantai dasar sembari menoleh ke kanan dan kiri. Ia hendak keluar dari kantor, tapi harus pergi ke kamar mandi untuk membuang hajat.
Langkah terhenti ketika mendengar pembicaraan dua orang di toilet. Ia mengintip dua orang itu dan ternyata Adnan sedang berbicara dengan Ryan.
“Aku hanya punya delapan plastik berukuran kecil dan buahnya saja.”
“Buah?” tanya Ryan yang tampak tidak mengerti.
“Iya. Buah ini memiliki banyak khasiat dan bisa dijual kepada siapa pun. Jika orang yang mengetahui buah ini maka dia pasti membelinya. Jadi, kamu berusaha tenaga menawarkannya agar penjualan kita meningkat dan tidak hanya dalam bentuk seperti ini,” jelas Adnan dengan intonasi penekanan sambil mengeluarkan buah berbentuk bulat, berukuran sedang, berwarna hijau dan terdapat duri di seluruh permukaannya.
Sontak, Hans terkejut melihat buah yang dikeluarkan dari tas plastik berwarna hitam. Pertama kali, ia melihat bentuk buah yang ditunjukkan oleh Adnan.
“Baiklah. Ukuran berapa serbuk yang ada di dalam tas plastik ini?”
“Dua ons per plastik.”
“Berapa harga yang kupasang untuk buah ini?” tanya Ryan tanpa menanyakan nama buah yang ada di tangan Adnan.
‘Apakah pekerjaan Ryan selama ini menjual narkoba dan bekerja sama dengan Adnan?’ Batin Hans bertanya-tanya sembari memperhatikan mereka.
Hans memandangi televisi yang menyuguhkan pemandangan Rashid, Ayah Adnan, Adnan, Sandria, Ryan dan ajudan Ayah Adnan tertangkap dengan kedua tangan diborgol ke belakang bersama istri Rashid yang menutupi proses penyelidikan selama ini. Otak dari kematian Raja bisnis adalah Rashid Omar Nadim karena keserakahannya sehingga mendekati istri Pak Cody Ruth untuk bisa mendapatkan kekayaannya. Tidak hanya itu, Rashid juga pemarah sehingga membunuh anak lelaki dengan cara yang sama, seperti sudah direncanakan. Beruntung, Ibu Abigail tidak tertipu dengan rayuan maut yang dilakukan olehnya karena seorang lelaki yang selalu mengingatkan dan membantu untuk menyelesaikan masalah yang tidak rampung karena permainan orang dalam pihak berwajib. Siapakah dia yang selama ini berada di sampingnya? Apakah kekasih baru atau yang lain? Kita belum tahu dan tunggu kabar selanjutnya.“Apakah bapak memberitahu rekan kerja yang membantu kita untuk menyelesaikan kasus ini?” tanya Hans datar sembari memandangi
“Kekasih pengawal pribadimu,” jawab Agustinus santai.“Di mana dia sekarang?““Dia ada di halaman belakang bersama wanita itu karena aku tadi bertanya kepada pengawal lainnya.”“Suruh mereka ke sini. Aku ingin mendengarnya secara langsung.”Agustinus menyampaikan seruan dari Hans kepada pengawal yang berjaga di ruang tamu untuk meminta mereka memasuki ruangannya. Satu menit berlalu, mereka telah tiba di ruangan diskusi dengan menatap Hans dan lainnya yang bingung dan datar. “Ada apa?”“Terima kasih untuk semuanya.”“Tidak perlu khawatir, aku melakukan semua ini demi hidupku sendiri dan masa depanku kelak jika tinggal bersama dengan kekasihku.”“Apa yang kalian inginkan dariku? Aku ingin memberi hadiah untuk kalian.”“Tidak ada.”“Kalian mendapatkan pernikahan mewah di hotel mewah. Semua ditanggung olehku, jadi katakan kapan kalian menikah,” kata Hans santai.Wanita itu dan pengawal pribadi melongo saat mendengar hadiah darinya lalu bersalaman dengannya sebagai tanda terima kasih.“T
Hans tiba di ruang diskusi di rumahnya dengan melepas jaket kulit dan diletakkan di sofa dengan tangan dan dada bagian kiri yang masih terasa nyeri dan sakit sehingga duduk perlahan.Semua rekan tim dan Haedar berada dalam ruangan itu sembari memperhatikannya yang tidak bisa dilarang ketika keinginan menggebu dalam dirinya.“Apakah anak buah dari Rashid dan Adnan masih ada dalam ruangan di rumah ini?” tanya Hans pelan.Lima pria bertato bulan dan bintang dan kepala tengkorak pernah ditangkap olehnya saat melakukan penyelidikan di sebuah gudang tua samping laboratorium mereka.“Masih ada, Tuan muda. Saya pindahkan ke ruang bawah tanah karena mereka berisik dan mengancam membunuh kami semua setelah mendengar kabar Tuan muda ditembak oleh anak dari tuannya dan menganggap mati.”“Aku dianggap mati oleh mereka?”Haedar dan seluruh rekan tim membisu saat ia menanyakan perihal kematian dirinya. Ada sesuatu yang tidak disampaikan oleh mereka kepadanya.Semua rekan tim dan Haedar dua bulan la
“Anak dari pengusaha elektronik bebas dari jeratan hukum setelah dalam penjara dalam kasus penembakan wanita berambut pendek yang diduga wanita simpanan Rashid Omar Nadim.”Suara berita yang menggelegar berasal dari televisi merasuki telinga Hans yang mengalami koma selama dua bulan lamanya setelah kejadian penembakan di pemakaman ibunya. Hans mengalami peristiwa yang mengerikan demi mengungkapkan pelaku kejahatan penembakan dan penghilangan nyawa Raja bisnis dan anak laki-laki yang diduga tidak memiliki identitas. Hans membuka mata perlahan saat mengingat kejadian kematian ibunya yang tidak ada di sampingnya saat dibutuhkan dengan meneteskan air mata. Sesak sekali rasanya.Napas Hans terengah-engah dengan pemandangan langit kamar rumah sakit berwarna putih tanpa bersuara. Pandangan lurus ke atas dan tidak menyadari seseorang di sampingnya. “Hans.” Carlos memanggil namanya pelan. Haedar mendekati Hans dengan memegang tangan dan mengusap kepalanya sembari berkata, “Tuan muda, syuku
“Aku tidak mendua!” bentak Rashid sambil melotot ke arah Hans.Hans dan semua rekan tim memakai kacamata hitam dan pakaian serba hitam mulai dari atasan hingga sepatu sehingga tidak mengetahui sosok yang berada di balik kacamata hitam.“Sungguh? Apakah kamu bisa membuktikannya?” tanya Hans menantang. Rashid mengalihkan pandangan dengan menggerakkan tangan di depan dada sembari meremas dan mengeluarkan banyak keringat. Semua orang terpaku pada Hans hingga kamera perusahaan media menyorotinya tanpa membuka kacamata. Rashid terdiam.Hans mengeluarkan semua foto yang sudah dicetak olehnya sebelum berbicara dengan rekan tim lalu membuang semua foto yang terdiri dari lima belas lembar di depan wajah Rashid, Istri dan wanita berambut pendek. Hans pergi dari hadapan banyak wartawan dan keluarga cemara yang sedang dipermalukan oleh kepala keluarga yang dipandang hebat dan cinta kepada keluarga. “Ma, maafkan aku. Semua ini bukan karena aku.”“Halah, hidung belang. Kamu juga bilang bahwa ak
“Mohon maaf, ibu Abigail sudah mengembuskan napas terakhirnya. Beliau menyerah selama operasi berjalan.” Dokter menyampaikan berita duka dengan lembut.Sontak, Hans melotot dan kaki terasa lemah untuk berdiri setelah mendengar kabar duka dari ibunya. Pandangan Hans yang sedari tadi samar menjadi buram dan mengalirkan butiran bening dengan deras di pipi. Ia tidak percaya mendengar kabar duka sebelum menangkap pelaku kejahatan. Abigail melanggar janji yang dibuat bersama dengan Hans. Tangan Hans mengepal dengan erat sembari menenangkan diri di kursi besi panjang yang dingin.Hans terpukul mendengar kepergian sang ibu yang terakhir kali sempat berdebat dan kesal dengannya. Ia tidak akan berbuat seperti itu jika mengetahui semua sakit yang dirasakan oleh Abigail.Tuhan menghukum Hans dengan cara yang sangat menyakitkan. Tidak ada hukuman yang menyakitkan, seperti yang dialami olehnya saat ini.Hans masih terduduk di kursi besi yang panjang saat banyak orang berlalu lalang di depannya. B
“Tidak. Tetap menggunakan nomor itu karena tidak akan bisa mendeteksi lokasi dari pemilik nomor ponsel dan identitasnya.”Semua terdiam dengan ide gila yang keluar dari mulutnya. Mereka terlihat tidak percaya bahwa Hans memiliki ide yang berdampak besar untuknya jika ketahuan identitas yang sesungguhnya. “Apakah kamu lupa dengan misimu hingga akhir sebelum pelaku pembunuh Pak Cody dan adikmu tertangkap?” Komar bertanya dengan nada peringatan. “Aku tidak lupa.”“Lalu?”“Kalian takut akan identitasku terbongkar sebelum waktunya dan mengira aku gegabah dalam mengambil keputusan saat punya ide seperti itu?” tanya Hans dengan intonasi penekanan sambil menatap semua rekan tim.“Buk—”“Semua sudah terpikirkan olehku.”“Baiklah. Kalau kamu ingin seperti itu.”Hans duduk sambil memperhatikan laptop yang terbuka di meja kerjanya. Ia teringat dengan ibu yang berada di ruangan yang paling aman untuk sementara waktu lalu menelepon Haedar.Hans menunggu Haedar untuk menjawab panggilan keluarnya.
Hans meletakkan botol di meja balkon dengan santai dan bersandar di kursi santai yang terbuat dari kayu, berlubang dan bantal putih sebagai tempat duduk.Mira dan Alan mendekatinya setelah saling melempar tatapan. Hans masih mengendalikan emosi dan tidak memiliki gairah untuk menyelesaikan masalah yang ditugaskan dan diamanahkan oleh Abigail.“Kamu tidak ingin tahu beritanya?” tanya Mira nada pelan sembari sedikit membungkuk dan memegang bahunya. “Apakah kamu tidak tahu kalau saya ingin masih menyendiri di kamar ini sambil mengamati pemandangan kota besar di sore hari yang mendung dan terasa nyaman, tapi banyak penjahat yang berkeliaran di luar sana?”“Maaf,” balas Mira lalu menoleh ke arah Alan.Hans mendengar helaan napas Alan dan bertukar posisi dengan Mira. “Sampai kapan kamu begini? Sampai ibumu mati karena dipermalukan di sosial media?” cecar Alan nada pedas. Hans terbangun dari duduk dengan menghadap ke arah Alan sembari melotot dan tangan mengepal erat. Mira terkejut meliha
“Pak Cody membantu ayahku untuk memberantas pengedaran dan konsumsi obat terlarang dengan bantuan Pak Haedar.”Hans membisu dengan mengingat semua kejadian padanya mulai dari masih muda menempuh pendidikan di luar negeri dan melihat ibu mendua, pengakuan ibu, hubungan pernikahan yang kandas di tengah jalan dan keserakahan Rashid dan Ayah Adnan yang diketahui olehnya. Hans mendesis sembari menyeka rambut hitam yang lurus secara perlahan sambil memejamkan mata dan menghentakkan kepalan tangan erat ke meja kayu. Tidak ada yang namanya kebetulan dalam dunia ini. Semua telah ditunjukkan oleh sang maha kuasa bahwa ada sesuatu yang diberantas dan dibersihkan. “Unggah dan sebar rekaman Rashid ke media sosial, buat kalimat yang mengajak masyarakat menganalisis,” kata Hans dengan kepala tertunduk dan tangan masih mengepal erat.“Kamu yakin mau menyebar itu sekarang?” tanya Carlos nada ragu.Hans menoleh ke arah Carlos dengan menatap tajam. “Aku sangat yakin dan tidak ada ampun untuknya.”“Ba