MasukLunad sama sekali tidak menganggap serius Ardika.Baginya, kalau bukan karena Vita bersikeras ingin melindungi Ardika, dia bisa menundukkan Ardika semudah menundukkan anak kucing atau anak anjing.Sekarang, berani-beraninya Ardika berbicara padanya dengan nada bicara seperti itu! Benar-benar seperti badut sialan yang bergantung pada kekuatan pendukung saja."Dasar lancang!"Melihat Lunad bersikap begitu lancang pada Ardika, raut wajah Vita langsung berubah menjadi muram. Dia hendak menyerang pada saat itu juga.Namun, Ardika malah melambaikan tangannya, lalu berjalan menghampiri dua belah pihak berlumuran darah yang tergeletak di lantai itu dengan langkah kaki perlahan.Melihat pemandangan itu, Lunad pun tertegun. Mengingat cara Ardika saat menghadapi murid Aula Hukum sebelumnya, dia langsung bersikap waspada.Walaupun sekarang kedua lengannya sudah terluka, tetapi kedua kakinya masih normal.Dengan kecepatannya, dia tidak punya kepercayaan diri bisa menghindari serangan Vita, tetapi A
Seperti serangan Lunad terhadap Cahdani sebelumnya, kecepatan saat dua bilah pedang itu berbalik sama sekali tidak berkurang. Dua bilah pedang tersebut membuat Lunad terpukul mundur, hingga pada akhirnya terpaku di dinding dengan keras.Sakit yang luar biasa langsung menjalar dari kedua sisi baju Lunad, membuat sekujur tubuhnya berkedut.Namun, rasa sakit ini bukanlah apa-apa bagi Lunad.Yang paling tidak bisa diterimanya adalah, saat berhadapan dengan Vita, dia berakhir sama seperti Cahdani si pecundang itu.Sambil menahan rasa sakitnya, Lunad menatap Vita. Raut wajahnya tampak sangat muram.Cahdani dan yang lainnya tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana cara Vita menyerang, tetapi Lunad sendiri bisa melihat dengan jelas.Pergerakan yang sangat sederhana.Sebelum dua belah pedangnya mengenai Vita, wanita itu hanya melambaikan pedangnya sejenak.Ya, hanya itu saja.Hanya dengan pergerakan santai itu saja, Vita sudah bisa menangani serangannya yang paling kuat, bahkan berbalik meluka
Saat ini tentu saja tidak ada seorang pun yang memedulikan berbagai pemikiran yang berkecamuk dalam benak Cahdani. Lunad menatap Vita, lalu berkata dengan serius, "Hanya saja, apa maksud ucapan Bu Vita tadi?"Vita mengangguk pada Ardika sebelum berkata dengan dingin, "Jangan bicara omong kosong lagi! Cepat bawa orang-orangmu dan enyah dari sini!"Raut wajah Lunad sedikit berubah, dia berkata dengan senyuman palsu menghiasi wajahnya, "Bu Vita, apa kamu nggak merasa kamu sudah sedikit terlalu mengintimidasi?""Aku sedang bertugas mewakili cabang Gotawa. Biarpun Bu Vita adalah memimpin cabang Provinsi Denpapan, juga nggak berhak menghalangiku menjalani tugasku, bukan?""Atau, sekarang cabang Provinsi Denpapan sudah independen, sudah di luar cakupan pengaturan cabang Gotawa?"Menghadapi tuduhan seperti itu dari Lunad, Vita bahkan tidak mengedipkan matanya sama sekali. Dia berkata dengan acuh tak acuh, "Jangan bicara omong kosong lagi. Serang saja. Aku beri kamu kesempatan untuk menyerang d
"Pfffttt!"Pedang tersembunyi itu tertancap di bahu Cahdani, hingga membuat tubuhnya terpukul mundur dan pada akhirnya membentur dinding di belakang dengan keras.Dengan ekspresi pucat pasi, Cahdani mencoba untuk menggerakkan tubuhnya. Namun, dia merasakan rasa sakit yang luar biasa.Saat ini, dia baru menyadari dengan sangat terkejut bahwa setelah pedang tersembunyi itu menembus bahunya, ia kembali menancap ke dinding, membuat dirinya ikut tertancap di dinding.Cara yang sama dengan cara Ardika memperlakukan murid Aula Hukum itu sebelumnya.Sangat jelas, Lunad menggunakan cara menancapkan Cahdani ke dinding sebagai tanggapan yang tegas atas tindakan Ardika tadi.Cahdani tidak ingin sepecundang ini. Dia langsung menggenggam pedang tersembunyi itu, lalu mengatupkan giginya dengan rapat dan mencabutnya.Seiring dengan terdengarnya suara "pfffttt", pedang tersembunyi itu telah dicabutnya dari dalam daging di bahunya secara paksa, dengan diliputi oleh cairan darah segar."Pak Cahdani!"Hin
Lunad melemparkan sorot mata agak terkejut pada Ardika dan berkata, "Bocah, aku akui aku telah meremehkanmu lagi."Bagaimanapun juga, level wakil ketua Organisasi Snakei cabang Provinsi Denpapan lebih tinggi dibandingkan kedudukan Lunad.Namun, saat ini hanya terlihat ekspresi agak terkejut di wajah Lunad, sama sekali tidak terlihat ekspresi malu sekaligus marah karena telah dipermalukan oleh Ardika, atau ekspresi ketakutan terhadap Cahdani.Ardika tersenyum tipis dan berkata, "Masih ada banyak hal yang kamu remehkan."Setelah mendengus dengan meremehkan, pandangan Lunad tertuju pada Cahdani yang berjalan masuk dengan membawa anggotanya.Tanpa beranjak dari sofa sama sekali, Lunad berkata sambil tersenyum palsu, "Ternyata Pak Cahdani dari Organisasi Snakei cabang Provinsi Denpapan, ya. Kamu membawa begitu banyak orang datang ke Klinik Torem untuk berobat, ya?""Sayang sekali, kamu datang terlambat selangkah, Klinik Torem sudah dihancurkan oleh Dendo dan anak buahnya ...."Dendo hanya t
"Kak Ardika."Tanpa butuh waktu lama, panggilan telepon sudah terhubung, terdengar suara Cahdani dari ujung telepon."Di Klinik Torem. Lunad dari Aula Hukum cabang Gotawa sudah datang."Setelah mengucapkan beberapa patah kata itu, Ardika langsung mengakhiri panggilan teleponnya.Sebelumnya dia baru saja sedang membicarakan soal Jemi memiliki tokoh hebat Organisasi Snakei cabang Gotawa sebagai pendukungnya dengan Cahdani.Namun, dia juga tidak menyangka Jemi telah mengundang orang dari cabang Gotawa kemari secepat ini. Sangat jelas lawannya itu berencana untuk menyerang terlebih dahulu.Akan tetapi, Ardika juga sama sekali tidak takut. Setelah menyimpan kembali ponselnya, dia juga langsung duduk di sofa."Di hadapan Pak Lunad, kamu juga berani duduk?""Cari mati, hah?!"Seorang murid Aula Hukum langsung mengangkat sarung pedangnya, bersiap untuk mengeluarkan pedang.Sorot mata Ardika langsung berubah menjadi dingin, tiba-tiba saja ujung kakinya menjinjit ke arah depan.Dengan iringan bu







