"Mungkin itu ide yang bagus."Senyum puas tercetak jelas di bibir Diana, mendengar usulan tersebut. Dia berpikir bahwa Surya memang benar-benar pintar dengan segala akal "liciknya"."Dia memang selalu bertingkah seperti anak kecil. Kita hanya perlu bersikap seolah-olah kita terkejut dan menghiburnya," ungkap pria parasit itu, berusaha tetap tentang.Wajahnya yang lebam, terlihat menyeramkan menatap ke arah Gilang yang datar tanpa ekspresi.Sedang wanita itu tersenyum penuh kemenangan."Kita akan membuat dia semakin terlihat bodoh di depan Saras. Jangan beri tahu siapapun tentang rencana kita ini, jadi Saras akan kesal dan jengkel padanya.Wanita itu tersenyum puas setelah mendengarkan penjelasan kekasih mudanya--lagi.Dia bahkan tidak lagi memikirkan perasaan anak dan menantunya, hanya keegoisan dirinya yang ingin membahagiakan sang kekasih."Aku tahu dan mengerti, Sayang. Aku, tentunya mendukung rencana ini. Kita lihat saja nanti, betapa hancurnya perasaan Saras, saat lihat Gilang ber
Pria menyeramkan itu justru merasa curiga, karena Surya mengatakan sesuatu yang memang sedang dikerjakannya saat ini."Ka-mu ... k-amu mengawasi Gi-lang, iya Gilang. Be-benar, kan?"Surya mencoba bertanya tentang kecurigaannya yang tadi, meskipun dengan terbata-bata."Lalu?"Pria menyeramkan itu justru balik bertanya, tanpa memberikan jawaban atas pertanyaan Surya."A-ku ... a-ku ju-juga sed-dang mengawasi pria bodoh itu."Masih dengan posisi yang tertelungkup dan ditekan pria menyeramkan itu, Surya memberitahu apa yang sedang dikerjakannya di tempat ini.Kleg kleg"Argh ... tidak!"Tapi Pria menyeramkan itu tidak percaya, bahkan mematahkan jari tangan Surya satu per satu sambil terus bertanya--siapa yang menyuruhnya."Argh..."Kleg klegSurya terus berteriak kesakitan, tapi teriakan itu tidak menghentikan Pria menyeramkan itu menghentikan aksinya."Siapa yang menyuruhmu?!" tanya Pria itu dengan geram."Arghhh ... ti-dak. Tidak ada. A-aku ... a-ku hanya merasa penasaran dengannya. A-k
Sementara Diana gelisah memikirkan Surya yang tidak berkabar, di dalam mobil yang berjalan menuju kawasan rawa-rawa terdapat seseorang yang duduk dengan pandangan fokus ke depan.Tangannya yang terletak di atas kemudi, memegang setir dengan mantap. Wajahnya tampak tenang, tanpa ada tanda-tanda kecemasan atau kegelisahan. Nafasnya teratur, mengikuti irama jalan yang datar dan lancar.Meskipun peristiwa baru saja terjadi, suasana di dalam mobil tetap sunyi. Tidak ada ekspresi kecemasan atau penyesalan di wajahnya. Tatapan matanya yang tetap stabil dan fokus mencerminkan ketenangan yang luar biasa.Drettt Drettt DretttNotifikasi pesan pada ponselnya, dibiarkan begitu saja."Tidak perlu mengirim pesan, Bos. Aku sedang membereskan sesuatu," gumamnya sendiri, seakan-akan sedang berbincang dengan seseorang."Ternyata ada seseorang yang ingin bersaing denganku untuk menyingkirkan sampah itu."Orang itu bergumam lagi, menoleh sekilas kearah belakang kemudian kembali fokus ke depan.Ada rasa k
"Anda tidak lagi menjadi CEO di perusahan ini. Tapi ... jika Anda masih ingin bekerja, saya bisa menempatkan Anda pada devisi staff yang cocok.""Apa?!" tanya Mario cepat."Saya paham bahwa ini sulit bagi Anda. Tetapi, inilah bisnis, Pak Mario."Mario tidak terima dengan keputusan Ryan yang sepihak. Dia marah besar karena merasa disepelekan oleh orang yang dipercaya."Tapi Anda melakukannya dengan licik, Pak Ryan! Saya percaya dengan Anda, tapi apa yang Anda lakukan, Hahh?!"Ryan, dengan wajah tanpa ekspresi, memberitahu bahwa ia mengambil alih perusahaan karena merasa kepemimpinan Mario tidak lagi efektif.Dan perusahaan memerlukan perubahan drastis untuk bertahan.Pria itu merasa seperti diberondong kehancuran. Dia menyadari bahwa keserakahan dan tindakan liciknya telah kembali menyerangnya dengan cara yang pahit."Anda, bercanda?" tanya Mario, tetap tidak percaya dengan apa yang didengarnya."Ya, saya tidak sedang bercanda," sahut Ryan menekankan.Sedetik kemudian, Pria itu tertegu
"Hai, apakah kamu melihat?" tanya Diana, dengan wajahnya yang terlihat khawatir.Wanita itu sedang sibuk menghubungi orang-orang, mencari tahu tentang keberadaan kekasih mudanya yang tidak berkabar sejak kemarin sore.Sayangnya, setiap orang yang ditelepon oleh wanita itu tidak ada yang tahu tentang keberadaan dan keadaan Surya."Aku tidak melihatnya. Mungkin sedang sibuk dengan pekerjaan, atau ...""Atau apa?" tanyanya cepat, tidak sabar untuk mendapatkan kabar."Emh ... apa kamu sudah cek ke rumahnya?" tanya orang di seberang sana, memastikan.Sayangnya, wanita itu mengeleng, yang tentunya tidak dilihat oleh lawan bicaranya. Dia sendiri tidak pernah mengetahui, di mana alamat rumah Surya dengan jelas.Diana mulai berpikir dengan usulan temannya barusan. Dia tidak pernah mengetahui keluarga dari pacar mudanya itu, jadi tidak mungkin dia mencari tahu lewat mereka.Satu-satunya cara adalah dengan melaporkannya kepada pihak kepolisian, agar didaftarkan dalam pencarian orang hilang."Ah,
Perkelahian dimulai dengan pukulan pertama dari pria asing, yang dihindari dengan cekatan oleh Gilang. Gilang merespons dengan pukulan balasan ke arah perut pria tersebut, namun pria asing berhasil menghindar dengan mengelakkan tubuhnya ke samping."Hehh! Kau pikir kau cukup pintar? Hahaha ..." ejek Pria asing, saat berhasil menghindar."Ck, dasar tak berguna!" decih Gilang sama meremehkan pria asing itu."Brengsek!" maki Pria itu tidak terima.Keduanya kembali bergulat dalam upaya untuk mengendalikan satu sama lain.Pria asing mencoba menjatuhkan Gilang dengan meraih kakinya, sementara Gilang berusaha mempertahankan keseimbangan dan menghindari pergerakan tersebut.Ruangan rumah yang dihiasi oleh cahaya matahari sore melalui jendela, menciptakan bayang-bayang tajam di sepanjang lantai. Langkah-langkah kaki dengan pergerakan yang tidak teratur yang terhenti dan nafas berdebar memenuhi udara saat Gilang dan pria asing itu saling menatap dengan intensitas.Meja dan kursi tergeser, dan b
Situasi menjadi semakin rumit ketika Saras tiba di rumah dan tanpa sengaja menyaksikan perkelahian yang sedang berlangsung antara Gilang dan pria asing itu. Namun, yang lebih mengejutkan baginya adalah melihat keadaan suaminya, Gilang, yang tampak begitu berbeda dari biasanya.'Ini benar, Mas Gilang?' tanyanya dalam hati."Ta-pi ... selama ini, dia ..."Saras, yang masih dalam keadaan kaget dan terkejut, melihat suaminya berdiri di depannya untuk jadi tameng. Kedua mata mereka bertemu secara sekilas, dan dalam pandangan itu, Saras merasakan bahwa Gilang benar-benar bertekad untuk melindunginya, bahkan dengan risiko pada dirinya sendiri."Pergi dari sini! Aku tidak akan mempermasalahkan lagi, jika kamu segera angkat kaki!" teriak Gilang memerintah."Hahaha ... dasar bodoh! Aku, tidak akan pernah mundur setiap melakukan tugas. Hahaha ..."Ketegangan di ruangan semakin meningkat, tetapi Gilang dengan tegas meminta pria asing tersebut dan mengeluarkan perintah tegas agar dia segera pergi.
Diana terkejut mendengar kata-kata polisi jaga dan mencoba merenung beberapa saat. Dia mulai mengingat kembali kejadian-kejadian sebelumnya yang mungkin berhubungan dengan situasi saat ini."Maaf, Bapak Polisi, saya tidak tahu apa-apa tentang ciri-ciri yang dilaporkan ibu-ibu muda sebelumnya. Saya hanya berada di sini untuk urusan pribadi," ujar Diana dengan nada sedikit terkejut, tapi juga ketusPolisi jaga mengangguk dan memandang Diana dengan seksama."Baiklah, Ibu. Maafkan saya jika saya terlalu khawatir, karena beberapa ciri-ciri yang Anda sebutkan sama. Kami sedang menginvestigasi beberapa insiden terkait penipuan di daerah ini, dan ada beberapa kesamaan dalam cerita yang kami terima."Diana merasa semakin penasaran dan khawatir, setelah mendapatkan penjelasan dari polisi tersebut."Penipuan? Apa hubungannya dengan saya?" tanyanya tidak suka.Polisi jaga menggelengkan kepala, mencoba untuk bersabar dalam menghadapi pelapor yang sedang emosi ini."Bukan berarti Ibu terlibat, tapi