Share

Bab 5. Penglihatan Baru

Kini Saras membantu Gilang memakai kaos setelah selesai mandi.

Secara tidak sengaja, Gilang justru menyentuh tangan istrinya.

Mendadak kepala Gilang berdenyut kemudian mendapat sebuah penglihatan atau gambaran tentang keadaan Saras yang tidak sadarkan diri di sebuah kamar hotel.

'Apa ini?' tanya Gilang dalam hati.

Ada seorang pria yang tidak dikenalnya, berada di dalam kamar yang sama dengan Saras.

Gilang bingung dengan penglihatannya ini, karena biasanya forecast yang dia miliki tidak bisa melihat masa depan. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya.

Bagaimana mungkin ia bisa melihat gambaran masa depan Saras dengan begitu jelas?

Apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya di kamar hotel itu?

Semua pertanyaan dari hasil penglihatannya ini menghantui pikirannya, membuat Gilang akhirnya tidak bisa tidur semalaman.

'Bukan grafik? Kenapa tiba-tiba saja aku bisa melihat bagaimana keadaan di masa depan?' batin Gilang bertanya.

'Tapi, kenapa Saras dengan pria lain? Siapa dia? Atau, itu adalah kekasihnya Saras?'

Berbagai macam pertanyaan yang berhubungan dengan penglihatannya, tiba-tiba membuat Gilang penasaran.

Dia berpikir bahwa pria tersebut adalah kekasih dari Saras. Akhirnya hingga malam sudah larut, bahkan hampir pagi, matanya belum juga terpejam.

Gilang bergerak ke arah ranjang istrinya. Selama menikah, mereka berdua memang tidur satu kamar tapi berbeda tempat tidur. Jadi ada dua ranjang di kamar ini.

Dengan intens, Gilang memandangi wajah Saras.

Istrinya ini belum pernah disentuhnya sama sekali, sebagaimana seorang suami pada istri pada umumnya. Bukannya tidak mau atau tidak ada nafsu, tapi Gilang berpikir jika Saras akan keberatan dengan keinginannya sebagai seorang suami. Apalagi sandiwaranya yang belum bisa dibukanya pada siapapun.

Gilang belum siap dengan terbongkarnya rahasia dirinya yang pura-pura bodoh.

Dia juga belum yakin jika Saras mau menerimanya dengan tulus sebagai seorang suami yang sebenarnya, tanpa embel-embel terpaksa demi mamanya yang banyak hutang.

Tangan Gilang ingin menyentuh wajah Saras, tapi ia kembali teringat dengan penglihatannya tadi, di saat menyentuh tangan istrinya.

Dia mengurungkan niatnya karena ada ketakutan jika apa yang melintas di pikirannya kembali hadir.

"Hahhh ..."

Gilang hanya bisa membuang nafas panjang, kemudian kembali ke tempat tidurnya sendiri. Setelahnya, ia berusaha keras untuk memejamkan mata agar bisa segera tidur. Mencoba untuk abai dengan segala sesuatu yang sedari tadi dipikirkannya.

***

"Mas. Mas Gilang di rumah baik-baik? Saras mau kerja dulu."

Di pagi hari, Saras tampak sudah siap menuju kantor.

Melihat itu, Gilang menganggukkan kepala mengiyakan–seperti biasa.

"Jangan buat mama marah lagi. Aku tidak mau kejadian kemarin terulang lagi!" nasehat Saras mengingatkan supaya suaminya tidak berulah.

Seperti anak kecil, Gilang menggeleng-gelengkan kepalanya–menampilkan wajah tanpa dosa.

"Gilang gak salah, Saras. Gilang tidak rewel," katanya, membela diri.

"Iya, aku tahu. Makanya, tidak usah dekat-dekat dengan mama atau pacarnya itu! Nanti malam, aku ajak ke acara pesta temannya mama."

Gilang memiringkan kepalanya saat mendengar perkataan Saras tentang pesta yang akan mereka hadirin nanti malam.

'Pesta? Pesta apa, ya?' tanya Gilang dalam hati.

Tapi sayangnya, Saras tidak melanjutkan penjelasannya sehingga Gilang tidak tahu apa yang dimaksud dengan pesta nanti malam. Tapi ia berpikir bahwa, kemungkinan besar ini ada hubungannya dengan penglihatannya semalam, saat dia menyentuh tangannya Saras.

'Apa ini akan terjadi? Jika benar, aku akan mencegahnya!' tekad Gilang yang ingin merubah segala kemungkinan yang akan terjadi.

Tak lama kemudian, Saras pergi ke kantor. Gilang sendiri masih berada di dalam kamar, melakukan aktivitasnya seperti biasa setelah pintu kamar dikunci dari dalam.

Gilang memeriksa laporan Ryan, yang biasa diperiksa di jam-jam kantor agar Saras tidak mengetahui aktivitasnya yang sebenarnya.

Setelah selesai, Gilang memberikan instruksi untuk Ryan melalui email balasan.

Tok tok tok!

"Gilang! Keluar, kamu!"

Gilang terkejut saat pintu kamar diketuk dengan kasar, bersamaan dengan suara Diana yang memanggilnya.

Dengan malas, ia pun membuka pintu setelah menutup email yang berhubungan dengan Ryan.

Ceklek!

"Dasar pemalas! Ayo kerja, sana!" bentak Diana memerintah.

"Apa, Ma?" tanya Gilang pura-pura tidak mengerti maksud mama mertuanya.

"Kerja apa kek, yang bisa menghasilkan uang! Mau ngemis, ngamen atau ngerampok sana! Bisanya tidur, makan saja. Enak banget kamu jadi suami anakku!"

Diana mengomel tiada henti, mencerca menantunya.

"Kamu pikir, uang pemberian keluargamu yang 25 juta sebulan itu cukup untuk kehidupanmu di sini? Kurang banyak, tolol!" maki Diana lagi, dengan menunjuk ke dahi Gilang dengan geram.

'Aku tahu, kamu menggunakan uang itu untuk keperluanmu sendiri. Kamu juga masih meminta uang kepada Saras untuk bersenang-senang dengan berondong tidak berguna itu!’ geram Gilang dalam hati. Tapi, ia sendiri belum bisa berbuat apa-apa.

Ada sesuatu yang harus dilakukan untuk melindungi dirinya sendiri dari seseorang.

Drrrt!

Omelan Diana berhenti saat ponselnya berdering. Tampaknya, ada seseorang yang menghubunginya.

"Kamu, ngepel sana! Awas jika tidak bersih!" ancam Diana dengan melenggang pergi– lalu menerima panggilan telepon.

"Iya, Sayang. Aku masih ada di rumah, kok."

Gilang menggelengkan kepala melihat kelakuan sang mertua. Terlebih, ia masih bisa mendengar suara Diana yang sedang berbicara dengan seseorang di seberang sana.

Dia yakin jika yang sedang berbicara dengan mama mertuanya itu adalah Surya, kekasih muda Diana, yang sama jahatnya.

Tapi, perasaan Gilang tidak enak. Dia ingin mengetahui pembicaraan mama mertuanya tersebut, karena sepertinya ada sesuatu yang dirasakan.

"Apa ini ada hubungannya dengan pesta nanti malam? Apa ada hubungannya juga dengan penglihatanku?" gumam Gilang bertanya pada diri sendiri.

Untuk mengetahui semua jawabannya, akhirnya Gilang mengikuti mama mertuanya, tapi dengan berpura-pura mengambil alat pel. Dia akan mengepel lantai tak jauh dari tempat mama mertuanya berada, supaya bisa mendengar pembicaraan Diana melalui telepon.

"Iya, Sayang. Tenang saja, Saras sudah setuju kok!"

Dan benar saja, Gilang kembali mendengar suara mamanya yang masih berbincang dengan Surya di telepon. Tapi, kali ini dengan menyebut nama istrinya.

Jadi, mau tidak mau, Gilang harus mempertajam telinganya.

"Semua sudah diatur. Kamu tinggal bilang sama Mario untuk mempersiapkan diri. Saras pasti patuh sama aku, seperti biasanya."

Mata Gilang menyipit. 'Apa maksudnya? Rencana apa?' tanyanya dalam hati.

Gilang semakin yakin, jika apa yang direncanakan Diana ada hubungannya dengan penglihatannya semalam.

Dia harus bisa melakukan sesuatu untuk mencegah kejadian yang ada di dalam penglihatannya.

“Awas saja jika sampai Saras kenapa-kenapa!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status