Pencurian sebuah lukisan yang menghebohkan. Lukisan kuno dan antik yang tidak diketahui secara pasti siapa pemiliknya. Dan akhirnya jatuh ke tangan seorang kurator yang kemudian memamerkannya di salah satu balai seni yang terkenal. Namun lukisan itu ditengarai telah ditukar dengan lukisan palsu setelah lukisan yang sama muncul dalam koleksi seorang kolektor. Pada akhirnya kedua lukisan itu dinyatakan palsu oleh para ahli. Lantas dimanakah lukisan yang asli? Dan apakah yang sebenarnya terjadi? Benarkah lukisan itu ditukar? Atau dicuri? Atau mungkinkah lukisan asli itu memang tidak pernah ada?
View MoreSekali lagi diamatinya lukisan itu. Sejujurnya dia tidak mengerti nilai artistik lukisan tersebut. Baginya itu hanya sebuah lukisan kuno dan antik.
Lukisan yang menggambarkan dua orang tengah bermain musik dengan alat musik kuno di bawah sebatang pohon plum itu merupakan warisan dari kakek buyutnya. Selama bertahun-tahun lukisan itu telah menghiasi dinding rumahnya. Selintas tidak ada yang istimewa dari lukisan kuno itu.
Hingga suatu hari, tanpa sengaja dia mengunggah foto lukisan itu di salah satu aplikasi penggemar foto. Dan tiba-tiba ada seseorang yang tertarik untuk membeli lukisan itu.
Pada awalnya dia tidak ingin menjual lukisan warisan kakek buyutnya. Namun suatu kebutuhan mendesak, membuatnya rela melepas lukisan itu.
Harga yang ditawarkan cukup mahal. Dia menganggap itu sepadan. Toh bukan dia yang melukis. Dia hanya merawat lukisan itu selama ini.
Dan kini, di dinding salah satu balai lelang internasional yang terkenal, lukisan itu tergantung.
Lukisan perdana karya Zhao Mengfu (1254-1322AD)
Kata-kata yang tercantum di bawah lukisan itu membuatnya melotot. Meski bukan penggemar barang antik, namun dia tahu makna kalimat itu. Zhao Mengfu adalah pelukis terkenal di masa dinasti Song. Itu berarti mengindikasikan mahalnya harga lukisan itu.
Dia merasa dibodohi oleh orang yang telah membeli lukisan itu darinya. Meski sempat bertanya, sang pembeli sama sekali tidak mengakui keantikan dan nilai asli lukisan itu. Dia hanya mengatakan lukisan itu bagus dan menyukainya. Sungguh tindakan yang jauh dari nilai klasik.
Dia tersenyum memandang lukisan itu. Sebuah rencana berkelebat di benaknya. Lukisan itu miliknya dan tetap akan jadi miliknya.
Dengan senyum sinisnya, dia kembali berkeliling balai lelang ini. Mengamati setiap sudut, setiap benda dan pengunjung maupun karyawan balai lelang yang hilir mudik.
Dan setelah puas berkeliling dia pun meninggalkan balai lelang tersebut. Dia kembali menyusuri jalanan seperti hari-hari biasanya yang dia lalui. Menyusuri sepanjang jalanan kota yang telah dihapalnya di luar kepala.
Jalanan di depan balai yang selalu ramai hingga gang sempit di belakang balai lelang yang tembus dengan jalanan sepi di samping hotel termewah di negeri ini. Dia hapal setiap lekuk sudut kawasan itu. Dia tahu kapan jalanan sempit akan penuh sesak pejalan kaki dan kapan tidak ada satu manusia pun melintasinya.
Ini adalah wilayahnya. Di mana dia mengenal setiap orang, setiap benda dan setiap sudut tersembunyi dan gelap. Dia bisa menyaru kapan saja, di mana saja dan menjadi siapa saja.
Kini dengan bertopi polo putih, celana pendek katun dan t-shirt polo abu-abu, tidak ada satu pun orang yang mengenalinya. Tidak akan ada yang mengira dia baru saja mengunjungi balai lelang untuk mendapatkan kembali benda miliknya.
Benda yang dia lepaskan untuk menyelamatkan nyawa sahabatnya. Sayang, dia tertipu dan nyawa sahabatnya pun tidak tertolong.
Dengan kepalan tangan yang semakin erat, dia berjanji demi sahabatnya, untuk mengambil kembali lukisan itu. Dan memberi pelajaran orang-orang yang berkedok nilai seni dan budaya. Namun mereka hanyalah sekelompok manusia serakah yang silau dengan gemerlap dolar.
Seringaian sinis muncul di lekuk bibirnya yang seksi. Dia telah selesai dengan rencananya. Rencana yang akan membuat keributan besar di kalangan pencinta seni. Rencana yang setidaknya akan mempermalukan mereka.
Mereka yang menganggapnya bodoh dan tak berotak. Mereka yang membodohi orang-orang seperti dia. Dan nanti merekalah yang dibodohinya.
"Wah! Mirip istana di negeri dongeng!" Cecilia berseru saat motor besar Huan berhenti di depan sebuah bangunan megah bak istana."Rumah keluarga Wong kurang lebih juga seperti ini." Huan tersenyum melirik Cecilia yang menatap bangunan di depannya dengan kagum."Kalau kau ingin menjadi putri bak Cinderella atau Belle, kapan-kapan kita ke Chengdu." Huan menggandeng lengan gadis itu mengajaknya untuk memasuki bangunan megah itu."Tidak perlu, aku tidak mau menjadi putri. Aku hanya mau menjadi Ceci kesayangan Koko dan dirimu." Cecilia tertawa pelan dan bergayut manja di lengan Huan."Baguslah kalau begitu. Itu Tuan Theo!" Huan menunjuk pada seorang pria yang bergegas menemui mereka."Tuan Harry, saya sangat senang Anda berubah pikiran. Marilah, Nyonya Liliana sudah menantikan kedatangan Anda." Theo terlihat begitu bersemangat.Pria berkacamata itu menyambut mereka dengan ramah. Harry mengabarinya pagi tadi, bahwa dia bersedia untuk mencari kotak musik milik Nyonya Liliana.Mereka berdua me
"Pak Wang silakan!" Huan mempersilakan Darren Wang untuk duduk.Mereka kini berada di kafe yang dikelola anak buah mendiang Anthony. Di sudut kafe yang sepi karena pagi telah menjelang. Kafe ini bisa dikatakan buka sepanjang waktu."Harry, tidak pernah aku bayangkan bisa berbicara seperti ini denganmu. Mengingat kau licin seperti belut." Darren Wang tersenyum menatap pria yang lebih muda darinya itu."Terima kasih atas pujianmu Pak Wang," sahut Huan sembari menggaruk kepalanya.Dia sudah tidak lagi berbicara dengan bahasa yang formal pada pria itu. Rasanya akan terlalu berlebihan jika mereka berbincang-bincang dengan bahasa yang kaku, akan lebih terasa seperti sebuah interogasi daripa sebuah perbincangan ringan antar dua pria."Kepolisian tidak pernah bisa menemukan bukti akan keterlibatanmu dalam beberapa kasus pencurian besar hingga kini, karena itu aku pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi." Darren Wang mengangkat bahunya dan tersenyum k
Huan menatap ke sekeliling yacht. Sepi, seperti tidak ada yang menjaga. Perlahan dia menelusuri geladak dan mengetuk pintu yang diyakininya sebagai sebuah ruangan pribadi. Itu terlihat dari sebuah papan nama yang tergantung di pintu."Sebentar!" Terdengar suara seorang wanita menyahut dari dalam.Pintu terbuka perlahan dan sesosok wanita berdiri, terkejut dengan keberadaan Huan yang bersandar di pintu dengan santai bersedekap tangan."Selamat pagi Nona Anna!" Sapanya seraya melambaikan tangannya dan tersenyum menggoda."Kau!" Anna Karenina tertegun menatap Huan. Dia mengenalinya sebagai pria suruhan pamannya untuk mencari kotak musik milik neneknya."Ada apa kau kemari? Apa kau akan menawarkan kotak musik itu padaku?" Anna Karenina menatapnya dengan gaya acuh tak acuh."Anda tidak ingin mempersilakan saya masuk?" Huan kembali tersenyum menggodanya.Anna menghela napas, terlihat dia sangat kesal dan tidak menghendaki keha
Cecilia terbangun saat smartphone yang diletakkannya di bawah bantalnya bergetar dengan keras. Masih setengah terpejam diambilnya benda itu dan menerima panggilan video yang masuk."Ceci jika besok aku tak kembali, bawalah kotak musik itu ke kediaman Nyonya Liliana bersama Jonathan." Wajah tampan Huan muncul di layar smartphone-nya."Huan, kau di mana?" Ceci segera terbangun, seketika kantuknya hilang begitu saja."Aku mengejar penyusup yang masuk ke apartemen. Jangan khawatir, aku pasti kembali." Huan tersenyum dan menggerakkan tangannya seakan-akan tengah menyentuh rambutnya."Huan berhati-hatilah! Aku akan menyusulmu!" Cecilia bergegas melompat turun dari tempat tidurnya."Tidak perlu, bye Cecilia, aku pasti kembali!" Huan mengakhiri panggilan videonya."Huan," gumam Cecilia lirih. "Firasatku tidak baik, seperti saat Koko Anthony menghubungiku malam itu." Tubuh Cecilia luruh ke lantai. Dia menangis tersedu-sedu."Aku
"Ini kotak musiknya?" Jonathan menatap kotak musik di atas meja."Lihat, perhatian dengan seksama. Mirip bukan?" Huan membuka sebuah album foto yang diambilnya dari tas kerjanya."Memang mirip," gumam Jonathan seraya bergantian membandingkan kotak musik itu dengan beberapa foto yang ada dalam album foto itu."Apakah dia Liliana?" Tiba-tiba saja Cecilia menunjuk pada foto seorang balerina. Foto hitam putih tetapi masih cukup jelas dan terang. Kemungkinan foto itu hasil repro dengan teknologi masa kini yang canggih."Dari mana kau tahu mengenai Nyonya Liliana?" Huan menatapnya heran."Dari ini!" Serunya seraya meletakkan setumpuk kertas dan juga buku note kecil yang tadi ditemukannya di dalam laci kotak musik.Huan dan Jonathan mengambil kertas-kertas itu dan memeriksanya dengan teliti kemudian membaca catatan yang tertera di dalam buku itu. Mereka berdua menatap Cecilia seakan meminta penjelasannya."Baiklah!" Cecilia ter
Cecilia berganti pakaian dan membersihkan lantai mezanin. Ada beberapa serpihan kaca yang masih tertinggal. Dia memiliki praduga itu serpihan kaca dari bola kaca saljunya yang pecah. Benda itu tidak ada di dalam laci mejanya."Bukan barang berharga, tetapi itu baru saja aku beli," gumamnya seraya membuang sisa-sisa serpihan kaca ke dalam tong sampah di sudut kamarnya.Setelah memastikan tidak ada lagi serpihan kaca di lantai, dia pun turun lagi ke lantai bawah. Dia mengambil paper bag yang berada di lemari penyimpanan di bawah tangga. Dia belum sempat mengeluarkannya kemarin."Aku belum sempat memutarnya lagi semenjak diperbaiki," katanya seorang diri dan mengeluarkan kotak musik tua dari dalam paper bag itu.Cecilia membawanya ke jendela dan meletakkannya di atas meja tinggi. Kemudian dia duduk di kursi berkaki tinggi sejajar dengan meja dan jendela. Dengan hati-hati digesernya kaca jendela agar udara segar dapat masuk."Semoga saja bisa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments