Share

Bab 8. TUAN MUDA YANG NAAS

    Setelah Darko selesai memberi peringatan, bayangan tinju berantai meluncur ke tubuh puluhan pemuda kaya yang sedang kelelahan setelah berulang kali menyerang ke arah Darko tanpa hasil.

      Bughh..!!

      Bughh..!!

     Puluhan tubuh melayang sejauh lima meter, tubuh para pemuda kaya ini melayang dari tempatnya berdiri dan satu persatu jatuh mencium tanah. Dari mulut mereka mengeluarkan seteguk darah setelah terkena tinju Darko di bagian perutnya.

     Melihat para tuan muda kaya yang terkapar di tanah, Darko sama sekali tidak peduli dia segera menghampiri Danang dan meletakkan kakinya di atas tubuhnya.

     Wajah Danang seketika memucat melihat kehebatan Darko, apalagi kini tubuhnya sedang diinjak salah satu kaki Darko tentu saja rasa takutnya semakin menjadi.

     "Apa yang akan kamu lakukan, cepat lepaskan saya?"

Danang berkata dengan suara gemetar, meskipun dia tahu kalau dirinya sudah di kalahkan oleh Darko. Sebagai tuan muda dari keluarga konglomerat di kota Mandiraja, tentu saja Danang masih bersikap arogan terhadap Darko.

      "Aku akan membuatmu sadar, bahwa manusia di bumi ini punya martabat yang sama," ucap Darko sambil menambah tekanan kakinya pada dada Danang.

Rasa sakit ketika dadanya ditekan oleh kaki Darko, membuat Danang meringis kesakitan. Wajahnya mulai memerah dikarenakan nafasnya mulai tersengal.

      Teman-teman Danang yang awalnya sangat sok jago, kini terlihat sedang berdiri dengan kaki gemetar ketakutan melihat tindakan Darko.

      "Kalian tolong saya, jangan diam saja...!"

Dengan suara bergetar, Danang mencoba meminta bantuan kepada teman-temannya. Akan tetapi teman-temannya sama sekali tidak berani menolong Danang, wajah mereka juga nampak pucat menatap kearah Darko.

      Setelah melihat teman-temannya juga tidak berani menolongnya, seketika hati Danang menjadi bertambah takut terhadap Darko. Kemudian dia menangis dan memohon ampun sambil menepuk-nepuk kaki Darko agar di angkat dari atas dadanya.

      "Kak ampuni saya, saya minta maaf sudah berani menghina kakak..."

      "Mengampunimu? Enak saja, bagaimana kalau tangan kamu saya patahkan sebagai pengingat agar kamu jangan berani menghina orang lagi?"

Mendengar ucapan Darko seketika wajah Danang yang sudah ketakutan menjadi lebih panik lagi. Tentu saja dia sangat ketakutan mendengar ancaman Darko yang akan mematahkan tangannya.

       "Ampun... ampun kak, saya tobat. Saya tidak akan berani bertindak arogan dan merendahkan orang lagi..."

       "Hmm..."

Darko hanya mendengus, seakan tidak percaya dengan perkataan Danang. Sebenarnya Darko hanya menakuti-nakuti Danang saja, dia ingin membuat pemuda kaya ini menjadi lebih baik.

      Sebagai seorang Jendral besar dan pemimpin kemiliteran di negara Nusantara, tentu saja dia berkewajiban untuk membimbing dan mengarahkan generasi mudanya untuk bersikap baik dan menghargai orang lain.

      "Apa kamu benar-benar akan menjadi orang yang baik?"

      "Benar, benar kak. Saya akan bertobat dan mulai sekarang akan menjadi pemuda yang baik."

Setelah mendengar perkataan Danang yang nampak bersungguh-sungguh, perlahan kaki Darko di angkat dari dada Danang. Wajah Danang seketika langsung berubah bahagia, setelah kaki Darko diangkat dari dadanya.

      Kemudian Darko langsung pergi meninggalkan Danang dan yang lainnya di iringi tatapan takut di mata mereka.

      Setelah bayangan Darko menghilang di ujung jalan, Danang dan yang lainnya seketika membicarakannya. Wajah ketakutannya sekarang sudah menghilang berganti dengan wajah penuh dengan kebencian.

      Tentu saja mereka sangat terhina dengan perbuatan Darko yang menghajar mereka. Dengan wajah berapi-api mereka segera merencanakan untuk menghajar Darko untuk membalas penghinaan ini.

       “Danang, apa kita akan diam saja setelah dihina pemuda kampung itu?”        

       “Iya betul, kita harus membalasnya.”

Mendengar perkataan gengnya, Danang nampak berpikir sebentar, dia tidak langsung menjawab saran teman-temannya.    

       Dia masih merasa takut dengan keganasan Darko, yang baru saja menghajar tubuhnya  barusan.  Melihat Danang yang diam saja dan tidak memberi jawaban, teman-temannya tidak berani mendesaknya lagi.

       Sementara itu Darko sudah naik taksi dan kembali ke rumah Angeline. Sesampainya di rumah, ternyata Angeline sedang duduk menunggu dirinya dengan raut wajah yang jelek.

       “Kamu dari mana? Baru juga sampai, sudah keluyuran tak jelas.”

Baru juga masuk kedalam rumah, Angeline sudah menegurnya. Sikap Angeline ternyata sudah berubah tidak seperti saat di hadapan keluarganya. 

      Saat ini kedua orang tuanya sedang istirahat di kamar, sehingga tidak tahu perubahan sikap Angeline terhadap Darko.

      Darko nampak tak percaya mendengar ucapan Angeline. Dia sama sekali tidak mengira, kalau Angeline menegurnya dengan exspresi jelek seperti itu.

      “Maaf, saya ndak ngomong sama kamu. Tadi habis lihat-lihat kota Mandiraja.”     

      “Kalau mau keluar jangan asal nyelonong begitu saja, harusnya kamu ngomong sama saya dulu!”

Angeline berkata dengan ketus, dia sangat kesal dengan Darko. Baru juga datang ke rumahnya sudah keluar dari rumah tanpa memberitahukan terlebih dahulu.   

       Bagi Angeline, sosok Darko adalah pembantunya dan tidak perlu di hormati sama sekali. Meskipun mereka sudah menikah dan menjadi suami istri, akan tetapi karena derajat mereka sangat berbeda, maka dia tidak diharuskan untuk menghormati Darko yang berasal dari keluarga yang miskin.

      Darko diam saja mendengar perkataan Angeline, dia sama sekali tidak ingin ribut dengan istrinya. 

      Kemudian dia duduk di dekat Angeline tanpa berkata-kata. Melihat Darko tidak membantah perkataannya, Angeline segera mengajak pergi ke kamarnya.

      “Ikut ke kamar, bawa juga tas rongsok itu!”

Setelah berkata dengan ketus, Angeline segera pergi ke kamarnya yang ada di lantai dua. Darko seperti sapi yang dicocok hidungnya, dia mengikuti Angeline pergi ke kamarnya. Tak lupa dia juga mengambil tas ranselnya yang tergeletak di sudut rumah.

      “Taruh tas kamu di pojokan, nanti malam kamu tidur di lantai. Jangan pernah mencoba untuk tidur di tempat tidur.”

Angeline menunjuk ke sudut kamar memerintah Darko untuk meletakkan tas ransel bututnya dan memberi beberapa peraturan selama tinggal di rumahnya.

      Malamnya, Angeline mengajak Darko untuk ikut makan malam bersama keluarganya. Di hadapan kedua orang tuanya, Angeline sangat ramah dan melayani makannya Darko dengan baik seakan-akan dia sangat menyayanginya.

       Rossa dan Abimayu nampak tak berdaya melihat sikap Angeline terhadap Darko. Meskipun Stroke Abimayu sudah sembuh, akan tetapi masih ada gejala sisa yang terlihat. 

      Tentunya penyakit Stroke Abimayu bisa disembuhkan dengan baik oleh Darko, akan tetapi karena jasanya di akui oleh dokter Zaver maka dia tidak ingin mengobati ayah mertuanya hingga tuntas.

       Melihat sikap Angeline yang begitu perhatian terhadapnya, Darko seakan mendapat kesempatan untuk mengerjainya. Darko sengaja menyuruh-nyuruh Angeline untuk mengambilkan sayur serta lauk untuknya.

       Meskipun hatinya sangat dongkol dengan tingkah Darko, Angeline sama sekali tidak membantahnya. Dia menuruti semua keinginan suaminya yang miskin ini. 

       Dalam hatinya Darko sangat senang melihat wajah Angeline yang sebentar-bentar menggelap setiap kali dia menyuruhnya mengambil makanan.

       Sebagai seorang Jendral yang berpengalaman, Darko tentu saja tahu kalau Angeline sebenarnya tidak menyukainya saat mereka pertama kali bertemu. 

       Ternyata Angeline menerimanya ada udang di balik batu atau ada maksudnya, kecuali untuk memenuhi wasiat almarhum kakek Agung, yang utama adalah sebagai perisai agar dia tidak menerima perjodohan yang diatur paman Rinto dengan  Norman.

….

Comments (3)
goodnovel comment avatar
MN Rohmadi
ikuti Menantu sang Jendral Besar s2
goodnovel comment avatar
MN Rohmadi
terimakasih atas masukannya
goodnovel comment avatar
Robi Cahyadi FP
lumayan menarik, ada pesan positif dari rangkaian cerita
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status