Setelah Darko selesai memberi peringatan, bayangan tinju berantai meluncur ke tubuh puluhan pemuda kaya yang sedang kelelahan setelah berulang kali menyerang ke arah Darko tanpa hasil.
Bughh..!!
Bughh..!!
Puluhan tubuh melayang sejauh lima meter, tubuh para pemuda kaya ini melayang dari tempatnya berdiri dan satu persatu jatuh mencium tanah. Dari mulut mereka mengeluarkan seteguk darah setelah terkena tinju Darko di bagian perutnya.
Melihat para tuan muda kaya yang terkapar di tanah, Darko sama sekali tidak peduli dia segera menghampiri Danang dan meletakkan kakinya di atas tubuhnya.
Wajah Danang seketika memucat melihat kehebatan Darko, apalagi kini tubuhnya sedang diinjak salah satu kaki Darko tentu saja rasa takutnya semakin menjadi.
"Apa yang akan kamu lakukan, cepat lepaskan saya?"
Danang berkata dengan suara gemetar, meskipun dia tahu kalau dirinya sudah di kalahkan oleh Darko. Sebagai tuan muda dari keluarga konglomerat di kota Mandiraja, tentu saja Danang masih bersikap arogan terhadap Darko.
"Aku akan membuatmu sadar, bahwa manusia di bumi ini punya martabat yang sama," ucap Darko sambil menambah tekanan kakinya pada dada Danang.
Rasa sakit ketika dadanya ditekan oleh kaki Darko, membuat Danang meringis kesakitan. Wajahnya mulai memerah dikarenakan nafasnya mulai tersengal.
Teman-teman Danang yang awalnya sangat sok jago, kini terlihat sedang berdiri dengan kaki gemetar ketakutan melihat tindakan Darko.
"Kalian tolong saya, jangan diam saja...!"
Dengan suara bergetar, Danang mencoba meminta bantuan kepada teman-temannya. Akan tetapi teman-temannya sama sekali tidak berani menolong Danang, wajah mereka juga nampak pucat menatap kearah Darko.
Setelah melihat teman-temannya juga tidak berani menolongnya, seketika hati Danang menjadi bertambah takut terhadap Darko. Kemudian dia menangis dan memohon ampun sambil menepuk-nepuk kaki Darko agar di angkat dari atas dadanya.
"Kak ampuni saya, saya minta maaf sudah berani menghina kakak..."
"Mengampunimu? Enak saja, bagaimana kalau tangan kamu saya patahkan sebagai pengingat agar kamu jangan berani menghina orang lagi?"
Mendengar ucapan Darko seketika wajah Danang yang sudah ketakutan menjadi lebih panik lagi. Tentu saja dia sangat ketakutan mendengar ancaman Darko yang akan mematahkan tangannya.
"Ampun... ampun kak, saya tobat. Saya tidak akan berani bertindak arogan dan merendahkan orang lagi..."
"Hmm..."
Darko hanya mendengus, seakan tidak percaya dengan perkataan Danang. Sebenarnya Darko hanya menakuti-nakuti Danang saja, dia ingin membuat pemuda kaya ini menjadi lebih baik.
Sebagai seorang Jendral besar dan pemimpin kemiliteran di negara Nusantara, tentu saja dia berkewajiban untuk membimbing dan mengarahkan generasi mudanya untuk bersikap baik dan menghargai orang lain.
"Apa kamu benar-benar akan menjadi orang yang baik?"
"Benar, benar kak. Saya akan bertobat dan mulai sekarang akan menjadi pemuda yang baik."
Setelah mendengar perkataan Danang yang nampak bersungguh-sungguh, perlahan kaki Darko di angkat dari dada Danang. Wajah Danang seketika langsung berubah bahagia, setelah kaki Darko diangkat dari dadanya.
Kemudian Darko langsung pergi meninggalkan Danang dan yang lainnya di iringi tatapan takut di mata mereka.
Setelah bayangan Darko menghilang di ujung jalan, Danang dan yang lainnya seketika membicarakannya. Wajah ketakutannya sekarang sudah menghilang berganti dengan wajah penuh dengan kebencian.
Tentu saja mereka sangat terhina dengan perbuatan Darko yang menghajar mereka. Dengan wajah berapi-api mereka segera merencanakan untuk menghajar Darko untuk membalas penghinaan ini.
“Danang, apa kita akan diam saja setelah dihina pemuda kampung itu?”
“Iya betul, kita harus membalasnya.”
Mendengar perkataan gengnya, Danang nampak berpikir sebentar, dia tidak langsung menjawab saran teman-temannya.
Dia masih merasa takut dengan keganasan Darko, yang baru saja menghajar tubuhnya barusan. Melihat Danang yang diam saja dan tidak memberi jawaban, teman-temannya tidak berani mendesaknya lagi.
Sementara itu Darko sudah naik taksi dan kembali ke rumah Angeline. Sesampainya di rumah, ternyata Angeline sedang duduk menunggu dirinya dengan raut wajah yang jelek.
“Kamu dari mana? Baru juga sampai, sudah keluyuran tak jelas.”
Baru juga masuk kedalam rumah, Angeline sudah menegurnya. Sikap Angeline ternyata sudah berubah tidak seperti saat di hadapan keluarganya.
Saat ini kedua orang tuanya sedang istirahat di kamar, sehingga tidak tahu perubahan sikap Angeline terhadap Darko.
Darko nampak tak percaya mendengar ucapan Angeline. Dia sama sekali tidak mengira, kalau Angeline menegurnya dengan exspresi jelek seperti itu.
“Maaf, saya ndak ngomong sama kamu. Tadi habis lihat-lihat kota Mandiraja.”
“Kalau mau keluar jangan asal nyelonong begitu saja, harusnya kamu ngomong sama saya dulu!”
Angeline berkata dengan ketus, dia sangat kesal dengan Darko. Baru juga datang ke rumahnya sudah keluar dari rumah tanpa memberitahukan terlebih dahulu.
Bagi Angeline, sosok Darko adalah pembantunya dan tidak perlu di hormati sama sekali. Meskipun mereka sudah menikah dan menjadi suami istri, akan tetapi karena derajat mereka sangat berbeda, maka dia tidak diharuskan untuk menghormati Darko yang berasal dari keluarga yang miskin.
Darko diam saja mendengar perkataan Angeline, dia sama sekali tidak ingin ribut dengan istrinya.
Kemudian dia duduk di dekat Angeline tanpa berkata-kata. Melihat Darko tidak membantah perkataannya, Angeline segera mengajak pergi ke kamarnya.
“Ikut ke kamar, bawa juga tas rongsok itu!”
Setelah berkata dengan ketus, Angeline segera pergi ke kamarnya yang ada di lantai dua. Darko seperti sapi yang dicocok hidungnya, dia mengikuti Angeline pergi ke kamarnya. Tak lupa dia juga mengambil tas ranselnya yang tergeletak di sudut rumah.
“Taruh tas kamu di pojokan, nanti malam kamu tidur di lantai. Jangan pernah mencoba untuk tidur di tempat tidur.”
Angeline menunjuk ke sudut kamar memerintah Darko untuk meletakkan tas ransel bututnya dan memberi beberapa peraturan selama tinggal di rumahnya.
Malamnya, Angeline mengajak Darko untuk ikut makan malam bersama keluarganya. Di hadapan kedua orang tuanya, Angeline sangat ramah dan melayani makannya Darko dengan baik seakan-akan dia sangat menyayanginya.
Rossa dan Abimayu nampak tak berdaya melihat sikap Angeline terhadap Darko. Meskipun Stroke Abimayu sudah sembuh, akan tetapi masih ada gejala sisa yang terlihat.
Tentunya penyakit Stroke Abimayu bisa disembuhkan dengan baik oleh Darko, akan tetapi karena jasanya di akui oleh dokter Zaver maka dia tidak ingin mengobati ayah mertuanya hingga tuntas.
Melihat sikap Angeline yang begitu perhatian terhadapnya, Darko seakan mendapat kesempatan untuk mengerjainya. Darko sengaja menyuruh-nyuruh Angeline untuk mengambilkan sayur serta lauk untuknya.
Meskipun hatinya sangat dongkol dengan tingkah Darko, Angeline sama sekali tidak membantahnya. Dia menuruti semua keinginan suaminya yang miskin ini.
Dalam hatinya Darko sangat senang melihat wajah Angeline yang sebentar-bentar menggelap setiap kali dia menyuruhnya mengambil makanan.
Sebagai seorang Jendral yang berpengalaman, Darko tentu saja tahu kalau Angeline sebenarnya tidak menyukainya saat mereka pertama kali bertemu.
Ternyata Angeline menerimanya ada udang di balik batu atau ada maksudnya, kecuali untuk memenuhi wasiat almarhum kakek Agung, yang utama adalah sebagai perisai agar dia tidak menerima perjodohan yang diatur paman Rinto dengan Norman.
….
Keesokan paginya, Darko tinggal di rumah sendirian. Sedangkan Angeline pergi bekerja di perusahaan keluarga, demikian juga dengan kedua mertuanya juga pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan lebih intensive penyakit Stroke Abimayu. Karena bosan Darko kembali pergi jalan-jalan, dia tidak memperdulikan peringatan Angeline untuk tidak pergi kemana-mana. Saat mau keluar dari rumah, dia ditegur satpam yang menjaga di pintu gerbang. “Pak Darko, saya mendapat pesan dari nona Angeline untuk melarang bapak keluar.” Darko yang mau melangkah keluar dari pintu gerbang nampak mengernyitkan dahinya, dia menoleh ke arah Satpam Wenas dan menatapnya dengan tatapan tajam. Tentu saja Satpam Wenas sama sekali tidak takut dengan Darko, apalagi Darko hanya seorang menantu yang miskin dan tidak punya pekerjaan. Kemudian Satpam Wenas menghalangi jalan Darko dengan berdiri di depan pintu gerbang. “Minggirlah, jangan menghalangi jalanku,” ucap Darko pelan sambil
Kemudian Lusi segera berdiri di depan Darko dan melindungi pakaian pria yang akan di pegang. “Jangan sekali-kali menyentuh pakaian ini, kamu tidak tahu berapa harga jaket ini?!” Suara Lusi sangat mendominasi saat memarahi Darko, dia berpikir kalau pemuda miskin di depannya tidak tahu betapa berharganya pakaian hasil rancangan desainer Italy ini. Pakaian Tuxedo ini terbuat dari sutra tebal yang sangat langka, serta dijahit tangan oleh desainer dunia itu sendiri. Pakaian ini merupakan koleksi dan kebanggan toko pakaian bermerek ini. Darko menatap Lusi yang ada di depannya dengan ekspresi acuh tak acuh, ‘Apa mereka berpikir kalau dia tidak mampu membeli pakaian mahal ini’. “Memangnya, harga pakaian ini berapa? Kenapa tidak boleh dilihat?” “Dasar orang kampung, lihat, pakaian yang kamu kenakan? Berani-beraninya menyentuh pakaian mahal ini. Nyawamu dijual pun tidak bisa di gunakan untuk membeli pakaian ini!”Lusi berkata dengan gusar mendengar perkata
Darko keluar dari toko pakaian Versaci ini diiringi tatapan hormat semua karyawan, bahkan manajer Liana juga ikut menemani hingga pintu keluar toko. Setelah keluar dari toko Versaci, Darko melanjutkan jalan-jalan di SuperMall ini. Saat sedang berjalan santai di lantai empat, tiba-tiba terdengar teriakan dan jeritan histeris dari lantai bawah. Darko nampak penasaran kemudian dia menjulurkan kepalanya melalui pagar pembatas. Matanya segera menatap ke kerumunan yang ada dibawahnya, dia melihat ada anak perempuan berusia sepuluh tahun yang tergeletak tak sadarkan diri dan tubuhnya bersimbah darah. “Ada anak jatuh dari lantai tiga..!”Suara teriakan pengunjung SuperMall silih berganti membuat kewaspadaan Darko segera bereaksi, apalagi dia juga sudah melihat sendiri keadaan anak itu dari lantai empat. Darko segera menuruni eskalator dengan cepat melalui pegangan tangannya, melewati para pengunjung yang juga sedang turun. Sebelum tubuhnya sampai ke lantai tiga,
“Jadi, pemuda itu sudah menolong Anna?” ucap Dewi lagi, dan wajahnya seketika termangu. Dia merasa sangat menyesal setelah sebelumnya berprasangka buruk dengan Darko, dia tidak menyadari, kalau tanpa pertolongannya, Anna pasti sudah mati. “Betul, kalau bisa bu Dewi harus menemukan orang yang menolong anak ibu, kalau bisa ketemu kami juga ingin bertemu dengan orang itu juga.” Mendengar ucapan dokter Priyadi, Dewi merasa aneh. ‘Bukankah dokter Priyadi adalah ahli bedah yang sangat terkenal di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mandiraja? Mana mungkin dia masih mengagumi seorang pria muda yang menolong anaknya.’ Meskipun dalam hati masih ada sedikit rasa tidak percaya, akan tetapi dia tetap menyanggupi permintaan dokter Priyadi. Sementara itu, Darko yang sudah mencuci tangannya di toilet sudah keluar dari SuperMall. Penampilannya saat ini lebih elegan setelah memakai Tuxedo yang baru dibelinya. Setiap orang yang bertemu dengannya, sama sekali tida
Bab 13. DIUSIR DAN DI PERMALUKAN “Perhatian…” Nyonya besar mengangkat tangannya dan berkata, sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Meskipun suara nyonya besar tidak terlalu besar, namun cukup membuat semua orang terdiam. Selain anggota keluarga Wibisono, yang menghadiri acara pesta ini adalah para petinggi dan karyawan senior perusahaan Wibisono. Angeline dan keluarganya tidak tahu, untuk apa nyonya besar mengadakan acara pesta pertemuan keluarga ini. Setelah semua orang terdiam dan memandang ke arahnya, kemudian nyonya besar berkata, “Saudara-saudara keluarga besar Wibisono, malam ini saya mengadakan pesta ini punya satu hal yang akan di umumkan.” Semua orang seketika saling tatap satu dengan yang lainnya dengan rasa penasaran, karena acara ini sangatlah mendadak. “Pesta ini kami selenggarakan untuk mengumumkan bertambahnya satu orang sebagai bagian keluarga besar Wibisono.” Perkataan ini sekali lagi membuat semua orang
Bab 14. BERSUKACITA ATAS KEMALANGAN ORANG LAIN Darko sama sekali tidak memberi komentar mendengar keputusan nyonya besar, dalam hati dia mencibir melihat tingkah semua orang yang nampak bersuka cita dengan kemalangan yang dialami Angeline dan keluarganya. Dengan menaiki taksi, Abimayu di antar ke Rumah Sakit Umum Daerah kota Mandiraja. Setelah Abimayu diberi perawatan oleh dokter dan menunggu untuk di pindahkan ke kamar rawat inap. Angeline pamitan untuk membereskan rumah mereka dan menyiapkan tempat tinggal sementara setelah diusir dari Mansion keluarga. Darko mengikuti Angeline untuk pulang ke Mansionnya, baru juga masuk ke pintu gerbang semua pelayan nampak meneteskan air mata dan menatap kedatangan Angeline dengan sedih. Tentu saja mereka sangat sedih, setelah puluhan tahun tinggal di Mansion dan melayani Angeline beserta keluarganya, kini mereka harus berpisah. Apalagi perpisahan ini karena Angeline dan orang tuanya di usir oleh nyonya besar.
Bab 15. MENANTU MISKIN PEMBAWA SIAL Darko saat ini sedang tidur di kamar Angeline, meskipun Angeline tidak ada, dia tetap tidur di lantai beralaskan kasur lantai yang baru saja dibeli.saat belanja di luar. Meskipun sedang tidur, sebenarnya Darko mengetahui kepulangan Angeline, tapi dia sengaja memejamkan matanya pura-pura tidak dengar. Tentu saja Angeline sangat penasaran, kenapa Darko sampai tidak mendengar panggilannya, tanda tanya besar menghiasi benaknya, ‘apakah Darko sedang keluar untuk melakukan sesuatu?’ Sambil membawa botol air mineral dingin yang dia ambil di lemari pendingin, Angeline berjalan ke arah kamarnya. Begitu pintu terbuka, dia melihat sosok Darko yang sedang tidur nyenyak di atas kasur lantai yang baru. “Lagi tidur, pantas di panggil tidak dengar. Eh? Kasur yang dijadikan alas juga seperti masih baru, apa kak Darko memang barusan belanja semua ini?” Gumam Angeline dengan suara rendah seakan tidak percaya. Melihat Darko yang tidur n
Bab 16. MENANTU MISKIN YANG TIDAK DIHARAPKAN Wajah Rossa nampak sangat jelek setelah tahu kalau masakan yang barusan dia makan adalah masakan Darko. Apalagi semua masakan itu, yang ,membeli dari uang menantu miskin yang tidak diharapkan sebelumnya. Setelah meminum dua gelas air mineral yang diambil dari Dispenser, suasana Rossa menjadi lebih lega dan nyaman. “Ibu gak mau makan dari menantu yang miskin itu? Apa kata orang kalau tahu, ibu dan kita semua makan uang dari menantu yang tidak kita suka.” “Sudahlah bu, kita jangan terlalu memikirkan apa kata orang. Di apartemen ini yang tahu hal ini hanya kita sekeluarga saja, asal tidak ada orang yang memberitahu maka mereka pasti juga mengira kalau uang yang digunakan Darko untuk belanja semua ini, pemberian Angeline.” Mendengar ucapan Angeline, seketika hati Rossa menjadi lebih nyaman perasaannya. “Kalau begitu juga boleh, kalau begitu ibu mau makan lagi nasi rendang sapi tadi.”Tanpa malu-malu setelah