Cklek
Langkah Arsenio berjalan masuk ke dalam rumah. Rasanya dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan istri dan anak laki-lakinya yang baru lahir satu minggu yang lalu.
"Pasti Dyra senang aku bawakan makanan kesukaannya."
Arsenio yang tidak sabar. Terus mempercepat langkahnya.
"Kamu harus menceraikan laki-laki miskin itu Dyra."
Deg
Langkah Arsenio harus terhentikan saat mendengar suara dari dalam kamar. Arsenio diam di tempatnya, dan mendengarkan percakapan yang tengah berlangsung itu.
"Iya, Mama benar. Aku juga sudah capek punya suami miskin seperti Arsenio."
Seperti tertampar keras hati Arsenio mendengar ucapan istri yang sangat ia cintai. Begitu teganya dia mengucapkan kalimat yang tidak pernah ingin ia dengar seumur hidupnya.
"Lalu kapan kamu akan menceraikannya?"
"Secepatnya Mama."
"Bagus. Setelah kamu bercerai dengan Arsenio. Kamu menikah dengan David. Dia laki-laki kaya raya yang dulu pernah Mama kenalkan sama kamu."
"David anaknya Om Bastian ya Ma?"
"Iya, benar. Mama pernah ngobrol-ngobrol sama dia. Katanya sampai sekarang dia masih mencintai kamu, dan siap menunggu jandamu. Bagaimana? Kamu mau kan?"
"Iya Ma, aku mau."
Arsenio mengepalkan tangannya. Hatinya tidak hanya hancur, tapi juga berselimut marah. Arsenio tidak terima mendengar ucapan istrinya. Istrinya tidak hanya mengatainya sebagai laki-laki miskin, tapi pernikahannya juga berada di ujung tanduk. Arsenio tidak habis pikir. Karena keegoisan istrinya sampai tidak memikirkan nasib putra mereka.
"Beraninya kamu mengatakan itu Dyra. Padahal kamu baru saja melahirkan anakku."
Arsenio geram. Obrolan mereka semakin membuat Arsenio marah. Rahangnya mengeras, dan siap melahap mangsanya. Arsenio tidak bisa lagi membiarkan mereka.
Brakkkk
Seketika itu Mama Shellin dan Dyra terkejut. Mereka mengalihkan perhatian yang membuat mereka semakin terkejut.
"Ma-mas Arsenio. Sejak kapan Mas Arsenio ada di situ?" kata Dyra panik dan langsung beranjak dari duduknya. Tidak hanya itu saja. Mama Shellin pun juga sama.
"Apa maksud perkataan kamu tadi Dyra?" tanya Arsenio dengan amarahnya.
"Perkataan apa? Aku tidak berkata apa-apa kok Mas."
"Bohong!!!!! Jelas-jelas aku dengar kamu mau menikah dengan David setelah menceraikan aku."
Dyra terpojokkan. Dyra tidak lagi bisa berbohong. Karena Arsenio sudah mendengar semuanya. Dyra pasrah. Toh, Dyra sudah tidak mencintai suaminya. Dyra tak perlu capek-capek untuk menjelaskan semuanya nantinya.
"Oh, jadi kamu sudah mendengar obrolanku dengan Mama tadi ya?"
"Iya, aku mendengar semuanya."
"Baguslah. Aku tidak perlu capek-capek untuk menjelaskannya sama kamu. Sekarang kamu tinggal menunggu hari perceraian kita."
"Maksud kamu apa Dyra?!!!!!!!!"
"Apa masih kurang jelas? Kalau aku ingin bercerai dengan kamu."
"Gila kamu Dyra. Anak kita baru saja lahir. Tapi kamu malah ingin bercerai denganku."
"Aku tidak perduli. Aku lelah hidup bersama laki-laki miskin seperti kamu."
"Aku memang miskin Dyra. Tapi demi kamu dan anak kita. Aku berusaha keras untuk menghidupi kebutuhan keluarga kita. Aku banting tulang dan mengabaikan rasa lelah."
"Tapi tetap saja kamu masih miskin. Dan aku tidak mau lagi punya suami miskin seperti kamu. Kamu tahu. Aku menyesal menikah sama kamu."
"Tega sekali kamu mengatakan itu padaku Dyra. Setelah semua yang aku lakukan padamu."
"Aku tidak perduli. Cepat sana pergi. Aku tidak mau melihat kamu lagi di sini. Aku sudah muak sama kamu."
Brukkkk
Arsenio terjatuh saat Dyra mendorongnya. Dyra berjalan mendekati lemari, dan melempar semua baju Arsenio pada pemiliknya.
"Kemasi barang-barangmu dan jangan pernah kembali lagi."
"Tidak. Aku tidak akan pernah pergi. Aku tidak akan meninggalkan anakku."
"Kamu tenang saja. Anakmu akan ikut denganmu."
Dyra melihat Arsenio dengan jijik. Bahkan Dyra tersenyum mengejek padanya. Melihat itu, Arsenio menggelengkan kepalanya. Wanita yang sangat ia cintai. Kini berubah menjadi orang yang tidak pernah ia kenal.
"Mama, panggil Jihan sekarang."
"Iya Dyra."
Mama Shellin pun langsung keluar dari dalam kamar putrinya. Mama Shellin menuju kamar Jihan. Karena bersama Jihan lah anak Arsenio sekarang.
Arsenio diam, dan terus melihat istrinya. Rasanya Arsenio tak percaya dengan sikap istrinya malam itu. Arsenio yakin jika wanita yang ia nikahi dua tahu lalu. Sangat mencintainya. Tapi malam itu. Semuanya berubah. Istrinya seperti orang asing baginya.
"Aku gak mau Ma. Lepaskan aku."
Arsenio mengalihkan pandangannya. Saat itu Arsenio melihat Jihan. Adik iparnya yang tengah diseret Mama mertuanya.
Brukkkk
Mama Shellin mendorong Jihan hingga terjatuh. Untungnya saat itu Arlo yang di dalam gendongannya tidak terjatuh.
"Ini barangmu. Pergi kamu dengan menantuku yang miskin itu,” kata Mama Shellin yang melemparkan tas Jihan yang berisikan barang miliknya.
"Aku tidak mau pergi Ma. Aku mau tetap di sini sama Mama dan Kakak."
"Berhenti panggil aku Mama. Kamu hanya anak tiriku. Kalau kamu tidak terima. Laporkan saja sama orang tuamu yang sudah mati itu."
"Aku tidak mau Ma. Aku tidak mau pergi."
Arsenio melihat Jihan yang tengah menangis. Ia merasa kasian. Setelah Papa mertuanya meninggal. Jihan dijadikan budak di rumah ini. Hampir setiap hari Arsenio melihat Jihan disiksa dengan tidak manusiawi. Dan selama itu pula Arsenio diam. Meski hatinya meronta memintanya untuk menolong Jihan.
"Kenapa kalian masih diam saja di sini? Cepat pergi!!!!!!!"
Sepasang mata elang Arsenio melihat Dyra tajam. Rasa cinta yang pernah singgah. Berganti kebencian yang memuncak seketika itu.
"Kau mengusirku?"
"Iya. Aku mengusir laki-laki miskin sepertimu."
"Baiklah. Aku akan pergi. Tapi kamu harus ingat ucapanku malam ini Dyra. Sekali kamu menyakitiku. Selamanya aku tidak akan pernah memaafkan kamu."
"Aku tidak perduli. Sekarang kamu pergi dan jangan banyak bicara lagi."
Dyra mengibaskan tangannya. Rasanya Dyra sudah enek melihat dua manusia yang tidak berguna itu.
"Aku akan membalas perbuatan kamu ini. Camkan itu baik-baik!!!!!"
Arsenio memunguti baju miliknya. Setelah Arsenio selesai masukkannya ke dalam tas. Arsenio langsung berdiri. Arsenio menatap Dyra sekilas, dan setelahnya dia melangkahkan kakinya. Melihat itu, Jihan pun mengikutinya.
"Akhirnya kita berhasil membuang sampah di rumah kita ya Ma."
"Iya Dyra. Pilihan kamu ini yang paling tepat."
Gelak tawa Dyra dan mamanya pun terdengar keras. Mendengar itu, tangan Arsenio terkepal kuat. Rasa dendam di dalam hatinya pun semakin berkobar. Arsenio bersumpah. Suatu saat nanti Arsenio akan membalas perbuatan istri dan Mama mertuanya.
Langkah Arsenio terus berderap keluar dari dalam rumah. Arsenio tak membalikkan badannya sedikitpun. Hatinya sudah mantap meninggalkan rumah yang banyak meninggalkan kenangan untuknya. Tapi juga memberikan luka yang amat mendalam baginya.
Saat keluar dari gerbang rumah. Saat itu Arsenio menyadari. Ada yang mengikutinya. Arsenio menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya.
“Jihan.”
“Jihan.”“Maaf Kak, aku mengikuti Kakak.”Saat itu Arsenio baru sadar. Jika Jihan tengah menggendong putranya. Karena amarahnya. Arsenio hampir saja melupakan putranya."Biar aku yang menggendong Arlo.""Iya Kak."Arsenio mengambil Arlo yang digendong Jihan. Arsenio memandangi wajah putranya. Dia sangat mirip dengannya. Amarah yang tadinya menguasai Arsenio pun mulai menghilang."Papa akan membuat kamu bahagia sayang. Papa janji."Arsenio mengecup kening putranya penuh cinta. Dan setelahnya Arsenio melangkahkan kakinya kembali.Langkah Arsenio terus berderap menjauhi rumah Dyra. Namun tidak lama setelahnya Arsenio menghentikan langkahnya kembali. Arsenio membalikkan badannya."Kamu mengikutiku?""Aku tidak tahu mau tinggal di mana Kak."Arsenio melihat Jihan. Meski selama menikah dengan Dyra hubungannya dengan Jihan tak begitu dekat, namun Arsenio tahu jika Jihan wanita baik. Dan itu terbukti semenjak Arlo lahir. Dia lah yang merawatnya."Aku tidak punya rumah. Kamu tetap mau ikut den
Jihan membalikkan badannya dan melihat Arsenio yang melihat kearahnya.Pandangan Arsenio memperhatikan Jihan dari kaki hingga kepalanya. Jihan terlihat sangat menyedihkan. Wajahnya penuh dengan keringat. Tidak hanya itu saja. Penampilannya juga degil dengan mata panda. Komplit sudah penampilan Jihan yang sangat buruk di mata Arsenio."Pasti semalam dia tidak tidur, dan melaksanakan perintahku," bisiknya.Arsenio mengedarkan pandangannya. Rumahnya yang tadinya penuh dengan debu dan sarang laba-laba. Kini terlihat bersih dan indah. Arsenio kembali melihat Jihan yang diam di depannya."Biarkan saja. Ini tugasnya karena numpang di rumahku," bisiknya kembali."Ada apa Kak Arsenio memanggilku?""Buatkan aku sarapan. Saat aku ke dapur. Makanan itu sudah harus terhidang di atas meja makan.""Baik Kak."BrakkkkArsenio membanting pintu kamarnya. Meski saat itu Jihan masih berdiri di depan pintu.Perhatian Arsenio tertuju pada amplop putih itu. Arsenio membalik amplop tadi, dan saat itu Arsenio
Arsenio mengepalkan tangannya. Telinganya panas mendengar setiap cacian yang mereka lontarkan. Jika membunuh tidak dikenakan pasal. Pasti Arsenio akan melakukan itu. Arsenio memilih bungkam saat itu."Lihat sayang, dia diam saja. Pasti itu karena dia masih sangat mencintai kamu.""Mau dia masih mencintai aku atau tidak. Aku tidak perduli. Aku tidak mau bersama laki-laki kere seperti dia.""Tapi nyatanya dulu kamu lebih memilih dia daripada aku kan?""Aku pikir dia laki-laki kaya. Gak tahunya kere. Sekarang aku nyesel banget."Arsenio memejamkan matanya. Ini tidak lagi bisa dibiarkan. Mereka sudah sangat keterlaluan. Meski hatinya perih saat itu, tapi Arsenio tidak mau lemah di depan mereka.“Kamu harus bisa Arsenio,” bisiknya"Aku juga menyesal menikah dengan wanita sialan seperti kamu. Aku pikir kamu wanita baik-baik. Gak tahunya wanita murahan," balas Arsenio tersenyum mengejek."Apa kamu bilang?"David marah. Dia yang tidak terima langsung keluar dari dalam mobil. David berjalan me
Yah, Arsenio menyadari jika Jihan tidak punya uang. Karena selama tinggal bersama Dyra dan mamanya. Jihan hanya diperlakukan seperti babu."Kau gendong Arlo dulu. Aku akan membeli susu."Setelah Arsenio menyerahkan putranya pada Jihan. Arsenio langsung berjalan keluar dari dalam rumahnya.Langkah Arsenio kembali berderap. Kali ini Arsenio berjalan menuju minimarket. Untungnya minimarket yang dituju Arsenio tidak jauh dari rumahnya. Arsenio tidak perlu berjalan jauh seperti tadi.Sesampainya Arsenio di depan minimarket. Arsenio tak langsung masuk. Arsenio berdiam di depan sana sembari memikirkan cara untuk mendapatkan susu."Aku tidak punya uang. Bagaimana aku bisa membeli susu untuk anakku?"Arsenio benar-benar pusing. Sekarang hidupnya berada di titik terendah. Arsenio tidak punya apa-apa. Bahkan hanya sekedar untuk membeli susu."Wah, wah, ternyata dunia begitu sempit."Arsenio mengalihkan pandangannya. Saat itu Arsenio melihat David yang datang bersama Dyra. Huh, Arsenio sudah bis
Taxi terus melaju di tengah gemerlapnya taburan lampu di sepanjang jalan. Meski saat itu Arsenio melihat kebingungan Jihan, namun Arsenio mengabaikannya. Arsenio terus fokus pada jalan yang hampir sampai membawanya menuju tujuannya.Cklek"Ayo turun," kata Arsenio saat mereka sampai. Jihan pun langsung turun saat melihat Arsenio yang sudah turun dari dalam taxi."Kita ada di mana Kak?""Tidak usah banyak tanya. Ikuti aku saja."Arsenio melangkahkan kakinya, berjalan masuk ke dalam hotel yang sudah ia sepakati dengan omnya."Di mana Om Mahendra?" tanya Arsenio pada sekertaris omnya."Tuan sedang ada keperluan sebentar. Tadi tuan berpesan untuk meminta anda membawa wanita itu ke kamar langsung.""Kamar berapa?""Kamar 306.""Baiklah, aku akan ke sana."Arsenio kembali melangkahkan kakinya, dan Jihan pun langsung mengikutinya.Setelah melewati deretan kamar yang berjejer. Akhirnya Arsenio sampai juga di depan kamar yang ia tuju.Cklek"Kakak mau apa membawaku ke sini?" tanya Jihan yang t
Saat pintu life terbuka, saat itu juga Arsenio langsung masuk ke dalam life. Perhatian Arsenio bergantian melihat jam tangannya dan juga pintu life. Padahal baru masuk. Tapi rasanya seperti satu abad di dalam sana."Cepat dong."Arsenio langsung berlari keluar saat pintu life sudah terbuka.Arsenio yang kebingungan berlari ke sana kemari. Sudah hampir separuh hotel yang Arsenio keliling, tapi Arsenio belum juga menemukan Jihan."Sialan. Di mana tua bangka itu menyembunyikan Jihan?"Arsenio panik. Arsenio cemas. Ia tak henti mengacak rambutnya frustasi. Arsenio mengedarkan pandangannya, tapi hanya orang asing yang Arsenio lihat. Arsenio semakin bingung. Arsenio takut. Jika dia sampai telat menemukan Jihan."Br*ngsek si tua bangka itu."Arsenio kembali berlari. Arsenio menghampiri setiap orang yang ia temui dengan menyodorkan foto Jihan kepada mereka.“Apakah anda melihat wanita ini nyonya?”“Oh, wanita ini ya?”“Iya, wanita ini nyonya. Nyonya melihatnya?” balas Arsenio yang terlihat sa
Arsenio berjalan keluar dari dalam hotel. Arsenio mengedarkan pandangannya. Arsenio ingat jika dia masih memiliki selembar uang seratus di dalam saku bajunya. Yah, uang yang ia dapat dari menjual barang di rumahnya.“Aku harus ke pinggir jalan raya. Siapa tahu ada taxi lewat.”Arsenio kembali melangkahkan kakinya. Untungnya saat itu Arsenio melihat taxi yang melintas di depannya.“Taxi.”Teriakan Arsenio yang keras, membuat sopir taxi menghentikan mobilnya. Arsenio pun tersenyum, dan langsung berjalan mendekat.“Silakan masuk Mas,: kata sopir taxi yang membukakan pintu.“Iya Pak, terima kasih.”Arsenio langsung berjalan masuk ke dalam mobil, begitu juga dengan sopir taxi yang juga masuk ke dalam mobil. Sopir taxi pun melajukan mobilnya pergi.Perhatian Arsenio kembali fokus pada Jihan. Dari tatapannya yang sayu. Jihan terlihat begitu trauma. Arsenio percaya. Jika Jihan wanita baik-baik yang tidak pernah berhubungan dengan laki-laki, karena itulah dia bisa setrauma ini. Arsenio semaki
BrukkkkArsenio menghempaskan tubuhnya di sofa. Arsenio menyandarkan kepalanya, dan seketika itu. Arsenio teringat dengan kejadian tadi. Arsenio mengacak rambutnya frustasi. Bisa-bisanya Arsenio sampai tergoda dengan Jihan.“Kamu sangat memalukan Arsenio. Untung tadi Jihan sampai tidak melihatmu.”Arsenio memejamkan matanya. Arsenio mencoba melupakan kejadian tadi. Meski kejadian itu terus mengganggu pikirannya.Arsenio mulai terbawa suasana. Rasa kantuk yang tak tertahankan, membuat Arsenio mulai terbawa ke dalam samudra mimpi.Deg“Arlo.”Arsenio langsung membuka matanya. Arsenio panik saat mengingat putranya. Arsenio sudah meninggalkan putranya, dan Arsenio harus tahu keadaannya saat ini. Arsenio langsung beranjak dari duduknya, dan berlari menuju kamarnya.BrakkkkSaking paniknya. Arsenio membuka pintu kamarnya dengan keras. Arsenio berjalan masuk ke dalam kamar. Dan perhatiannya langsung tertuju pada ranjang."Arlo."Arsenio semakin panik dan juga cemas. Saat itu Arsenio tidak m