Setelah pamit pada papanya, Marco bergegas pergi dengan mengendarai mobil. Tadi pagi dia mengantar Maryam ke RS, untuk cek kesehatan. Dokter bilang luka di kaki Maryam sudah berangsur sembuh. Setelah itu Maryam minta diantar ke sebuah TK, katanya dia dapat DM dari Bu Fatimah.Bu Fatimah adalah mantan kepala sekolah di TKIT Bungan Bangsa yang sudah tutup. Kemudian ada yang memintanya untuk menjadi kepala sekolah sebuah TK. Bu Fatimah menghubungi beberapa mantan guru di TK yang dulu, menawarkan pekerjaan sebagai guru pendamping. Karena Bu Fatimah tidak tahu nomor ponsel Maryam, maka dia mengirim DM ke akun sosmed milik Maryam, menawarkan pekerjaan itu. Maryam antusias untuk mendatangi TK tersebut, dan meminta Marco mengantarnya setelah dari RS.Itulah sebabnya, sang pengintai yang memantau dari kafe di seberang rumah, tak melihat Maryam ataupun Marco datang dan pergi dari rumah itu, karena Maryam dan Marco pergi pada saat matahari baru terbit. Mereka berangkat ke RS pagi-pagi sekali unt
Pak Ardi mengisahkan sebuah peristiwa di masa lalu, ketika Pak Waluya menikah untuk keempat kalinya. Istri muda itu tinggal di rumah yang baru dibeli oleh Pak Waluya. Wanita itu mengajak anak dan ibunya tinggal bersamanya. Kemudian rumah di sebelahnya direnovasi untuk dibuat toko. Pemilik rumah tidak tinggal di rumah yang lagi direnovasi itu, maka para pekerja bangunan tinggal di sana. Suatu hari Pak Waluya datang menjenguk istri mudanya itu. Dia menemukan ketiga orang itu sudah tiada. Mereka berd@rah. Polisi menyelidiki, dan akhirnya ketahuan bahwa pelakunya adalah dua orang kuli bangunan yang mondok di rumah sebelahnya. Oknum kuli bangunan itu masuk ke rumah yang dihuni istri muda Pak Waluya. Kata polisi, niat awal orang itu mencuri, tapi kepergok sama penghuni rumah. Karena panik oleh jeritan penghuni rumah, membuat mereka gelap mata lantas melukai hingga tew@s.Ardi bertutur, “Pelaku kejahatan itu sudah dihukum. Setahun setelah kejadian itu, ayah meminta aku untuk mencari orang
Pak Waluya Wiratama, kakeknya Marco, akhirnya berpulang. Seluruh keluarga melepas dengan ikhlas di pemakaman keluarga yang terletak di Kabupaten Bandung. Usai pemakaman, akan ada tahlilan selama tujuh hari berturut-turut di kediaman almarhum.Pak Waluya memiliki delapan anak, dari tiga istri. Papanya Marco adalah anak sulung, tapi ibu kandungnya meninggal saat dia masih bayi. Kemudian ayahnya menikah lagi, dan memiliki empat anak. Di usia 40 tahun, istri Pak Waluya sakit kanker, kemudian dia fokus berobat dan tidak lagi melayani suami. Dia mengizinkan suaminya menikah lagi. Maka Pak Waluya menikah untuk ketiga kalinya. Dari istri ketiga, Pak Waluya memiliki tiga orang anak.Semua anak Pak Waluya mengecap bangku kuliah, kemudian menjadi PNS, ataupun pegawai BUMN. Pak Waluya yang pernah menjabat Kepala Dinas level propinsi, tentu bisa mengupayakan anak-anaknya mendapat pekerjaan yang layak. Hanya Ardian Wiratama yang tidak mau menjadi PNS, karena dia melihat peluang lebih besar jika dir
Ibunya Sabrina bicara, “Kalau kamu dan Marco bekerja di kantor yang sama, besar peluangnya untuk bertemu setiap hari. Mungkin saja Marco itu memang jodoh kamu. Hanya saja saat ini Marco belum memikirkan pernikahan, karena sedang banyak masalah. Papanya sakit, kakeknya juga sakit. Dia mengurus orang tuanya, karena kakaknya mesti mengurus bengkel besarnya itu. Sedangkan dua saudaranya ada di luar negeri. Ibu menilai, Marco itu laki-laki yang sanggup memikul banyak tanggung jawab, tanpa mengeluh. Dia cocok banget untuk jadi menantu. Tapi kamu harus lebih banyak sabar menghadapinya, karena watak Marco memang keras, nggak suka diatur, apalagi diultimatum. Begitu kata mamanya.”“Kalau dia sudah punya cewek, percuma saja bekerja sekantor dengan dia.”“Kayaknya belum. Bu Marianne lebih ingin kamu yang menjadi istrinya Marco. Keluarga kita selevel dengan mereka.”Keesokan harinya, menjelang siang, Sabrina pamit mau ke kampus. Dia memang ke kampus sebentar untuk bertemu temannya. Di kampus dia
Marco memberikan ponsel baru untuk Maryam. Setelah makan malam, Marco menerima chat di grup keluarga, berkaitan dengan kondisi kakeknya. Dokter akan melakukan intubasi, yaitu memasukkan selang oksigen ke dalam mulut dan tenggorokan pasien. Kakek sudah sulit bernapas sendiri, dan pernapasannya akan dibantu oleh mesin ventilator. Metode intubasi akan menyakitkan pasien, sehingga pasien mesti ditidurkan dengan anestesi. Keluarga sudah menandatangani persetujuan intubasi. Semua ini adalah ikhtiar terakhir, walau berat, karena ada resiko besar efek samping anestesi pada orang yang sudah uzur.Marco sebenarnya berat meninggalkan Maryam seorang diri di rumah itu, karena Nanang sudah kembali ke tempat kosnya. Nanang harus mulai fokus kuliah, setelah beberapa hari ini pikirannya bercabang. Perkara biaya kuliah, Nanang tidak perlu lagi bekerja untuk mencari uang. Bu Diah yang merupakan istri bapaknya, bersedia membiayai kuliah Nanang hingga selesai.“Nggak apa-apa aku sendirian, di sini aman.”
Marco menatap pamannya, Pak Jatnika Wiratama, yang ternyata tidak bisa diangkat sebagai CEO menggantikan Pak Ardi. Marco bertanya, “Terus Paman dapat jabatan apa di perusahaan itu?” “Kalau nggak bisa jadi CEO, ya minimal jadi direktur keuangan,” jawab Pak Jatnika, “biar bagaimana pun, saya ini kan, mewakili kepentingan keluarga Pak Ardian yang punya 52 % saham di perusahaan itu.” “Mereka setuju?” suara Pak Ardi lemah. Yang dia maksud mereka adalah dewan komisaris perusahaannya. “Masih nego, Kang.” jawab Pak Jatnika. “Zakki bagaimana? Bisa kerja di sana?” Pak Ardi beralih pada putra sulungnya. “Bingung Pa. Masalahnya aku kan, selama ini ngurusin perusahaan automotive. Ngurus bengkel dan showroom mobil. Bukan masalah aku nggak ngerti pekerjaan di perusahaan konstruksi, toh aku bisa belajar. Tapi kalau beneran aku mesti nyemplung di perusahaan konstruksi, nanti perusahaan automotive siapa yang memimpin? Sedangkan perusahaan automotive itu kan, milik keluarga kira, nggak ada p