Apakah Renata akan memaafkan Arfan?
🏵️🏵️🏵️ Status sebagai istri Mas Arfan tetap aku ingat walaupun ia telah berbuat tidak mengenakkan. Saat ia membangunkan untuk salat Subuh, aku tetap menjadikannya imam. Aku akan berusaha memaklumi apa yang terjadi tadi setelah dirinya kembali meminta maaf. Aku berpikir sejenak, mungkin sangat keterlaluan jika aku harus tetap kesal terhadap Mas Arfan hanya karena kejadian itu. Aku tidak ingin membesar-besarkan masalah yang tidak perlu diperpanjang. Aku harus ingat nasihat Ayah dan Bunda. Setelah selesai menunaikan dua rakaat, aku mencium punggung tangan Mas Arfan. Ia pun mencium puncak kepalaku lebih lama dari biasanya. Entah kenapa aku tiba-tiba merasa bersalah karena sempat berpikir kalau tujuannya menikahiku hanya ingin mengusikku. Jika melihat usaha dan mendengar pengakuan Mas Arfan selama ini, aku tidak seharusnya meragukan cinta dan ketulusannya. Ia mengaku tidak pernah membuka hati untuk wanita lain setelah mengenalku. Aku tidak pernah menyangka kalau cinta seperti itu ter
🏵️🏵️🏵️ Sepertinya Mas Arfan lupa kalau kami sedang berada di rumah kakek dan neneknya. Terbukti saat ini, ia tampak santai langsung menutup pintu kamar, padahal tadi kakeknya melihat kami sambil tersenyum ketika hendak menuju ruang TV. Entah apa yang orang tua itu pikirkan sekarang tentang aku dan Mas Arfan. Sungguh, aku tidak mengerti jalan pikiran Mas Arfan. Tiada angin dan tiada hujan, ia tiba-tiba membuat diriku berpikir sesuatu yang sulit diungkapkan. Apa mungkin ia masih berharap agar aku segera bersikap layaknya seorang istri pada umumnya? Mas Arfan memintaku duduk di tempat tidur, sedangkan ia mengambil sesuatu dari koper. Ia menyerahkan sebuah buku harian bertuliskan namaku dan namanya. Aku sangat terkejut setelah membuka benda tersebut, isinya menjelaskan kalau dirinya mengirimkan barang-barang kesukaan sang pujaan hatinya yang tidak lain adalah aku. Ternyata dugaanku benar, Mas Arfan yang telah memberikan apa yang aku terima selama SMP hingga SMA. Jadi, ia tidak perna
🏵️🏵️🏵️ Setelah dua malam menginap di rumah kakek dan neneknya Mas Arfan, juga satu malam di rumah Ayah dan Bunda, akhirnya kami kembali pulang ke rumah orang tua Mas Arfan. Malam ini seperti sebelumnya, kami makan bersama. Papa dan mama mertua mengaku merasa kesepian sejak kepergian anak dan menantunya. Aku sangat bersyukur dan bangga memiliki mertua seperti orang tua Mas Arfan. Mereka memperlakukan aku bukan seperti menantu, tetapi layaknya anak perempuan yang dimanja. Mengingat kebaikan kedua orang tua tersebut, aku merasa bersalah karena belum mampu bersikap layaknya seorang istri seutuhnya terhadap Mas Arfan. Saat ini saja, aku merasa takut jika Mas Arfan meminta haknya sebagai suami. Entah bagaimana caraku menolaknya. Mungkin lebih baik aku masuk kamar setelah ia tertidur pulas. Terus terang, aku benar-benar masih belum terima sepenuhnya kalau ternyata aku telah resmi menjadi istrinya. “Pasti kalian mengingat bagaimana awal pertemuan kalian waktu berkunjung ke rumah Kakek d
🏵️🏵️🏵️ Ternyata Devi mampu menebak apa yang aku pikirkan. “Terus terang, aku masih belum percaya sepenuhnya dengan pernikahanku, Dev. Ini terlalu tiba-tiba.” Aku berusaha jujur kepadanya. “Mas Arfan kurang apa, Ren? Dia mapan dan pasti didambakan banyak cewek. Siapa yang nggak bangga punya suami seorang direktur? Kamu itu cewek paling beruntung, Ren.” Entah kenapa Devi berubah menjadi sosok yang sangat serius dan dewasa. “Iya, deh. Aku juga lagi belajar mencintainya.” “Menurutku, kamu itu bukan nggak cinta, tapi belum menyadari perasaanmu aja.” Aku tidak tahu harus berkata apa saat Devi mengucapkan kalimat itu. Aku belum dapat menyimpulkan apakah perasaanku selama ini terhadap Mas Arfan dapat diartikan cinta atau tidak. Namun, aku merasakan kenyamanan saat bersamanya akhir-akhir ini. Jika memang benar aku telah memiliki cinta untuknya, kenapa aku belum bersedia menyerahkan diri kepadanya? Aku masih tetap dihantui rasa bersalah hingga saat ini karena belum memberikan hak Mas Ar
🏵️🏵️🏵️ Malam ini setelah makan malam bersama, aku memilih langsung masuk kamar. Aku takut jika sewaktu-waktu, Kak Dylan tiba-tiba menelepon atau sekadar mengirim pesan. Sungguh, aku belum siap menceritakan yang sebenarnya kepada keluarga Mas Arfan, walaupun aku tahu mama mertua sering membaca novel Kak Dylan. Aku takut mereka curiga jika mengetahui diriku berbicara dengan laki-laki lain di telepon. Entah seperti apa penilaian mereka kalau sampai hal itu terjadi. Lebih baik aku memilih menghindar dengan bersantai di kamar sambil membuka buku. Di samping itu, aku juga harus fokus mencari bahan dalam menyusun skripsi. Bu Riani sebagai dosen pembimbing telah menyetujui judul yang aku ajukan. Jadi, aku sudah mulai mengumpulkan beberapa referensi sebagai acuan untuk menentukan pendahuluan. “Ren, Mama boleh masuk?” Aku dikagetkan suara mama mertua dari balik pintu kamar. “Iya, Mah. Masuk aja.” Aku segera mematikan ponsel karena ingin menghindar dari hal-hal yang tidak kuharapkan. Wan
🏵️🏵️🏵️ “Kalau aku ingin menemuinya, memang kenapa, Mas?” tanyaku dengan nada kesal. “Apa hakmu larang-larang aku?” Aku sengaja melontarkan pertanyaan itu meskipun sebenarnya, aku tidak berniat lagi bertemu dengan Kak Dylan. “Jelas aku sangat berhak karena aku suamimu. Aku tidak ingin istriku dianggap sebagai wanita tidak memiliki harga diri hingga menemui laki-laki yang bukan mahramnya.” Sungguh, aku tidak pernah menyangka seperti itu penilaian Mas Arfan terhadapku. “Jaga omongan kamu, Mas. Kamu nggak berhak menilaiku seperti itu.” Aku memukul-mukul pelan dadanya. “Sayang, kamu salah paham. Aku hanya ingin menjaga kehormatanmu.” Ia meraih tanganku lalu menciumnya. “Aku tahu, kamu pasti ingin balas dendam karena aku belum menyerahkan diri padamu. Aku belum memberikan hakmu sebagai suami. Aku belum melayanimu. Jika hal itu yang membuatmu memberikan penilaian nggak benar terhadapku, aku akan memenuhi keinginanmu.” Aku menuntun tangannya memegang dadaku. “Kamu kenapa, Sayang?” Ia
🏵️🏵️🏵️ Aku sama sekali tidak berniat untuk menolak keinginan Mas Arfan, tetapi aku menyadarkannya yang saat ini sedang sakit pinggang. Aku berusaha memberikan pengertian yang akhirnya dapat ia pahami. Aku kembali mengoleskan minyak urut ke pinggangnya, lalu memijatnya secara pelan-pelan. Mas Arfan banyak bercerita tentang bagaimana ia mengetahui barang-barang yang aku suka dulu. Ia bahkan mengaku kalau dirinya sudah lama mendekati Ayah. Ia juga mengatakan kalau awalnya, Ayah menganggap usahanya hanya sekadar kagum saja kepadaku. Akan tetapi, Mas Arfan membuktikan kalau dirinya benar-benar serius untuk menjadikan aku sebagai pendamping hidupnya. Aku baru sadar sekarang, pantas saja Ayah mengaku kalau Mas Arfan adalah menantu idaman untuknya. Mas Arfan telah berhasil meluluhkan hati orang tuaku tersebut. Aku masih sangat ingat saat pertama kali menerima kiriman paket dari Mas Arfan waktu kelas tujuh SMP. Aku sangat terkejut karena nama pengirimnya sangat asing. Ternyata ia sengaja
🏵️🏵️🏵️ “Mungkin kamu nggak ngerti saat ini bagaimana rasanya mendapatkan perhatian dari orang yang kamu cintai. Kamu berjanji akan berusaha membuka hati untukku, itu anugerah yang sangat luar biasa.” Ia memegang tanganku. “Maafin aku karena saat ini belum membalas perasaanmu.” “Nggak apa-apa, Sayang. Aku akan tetap menunggu.” Ia mencium jemariku. “Nggak nyangka, ya, cowok yang dulu usil dan jail ternyata seromantis ini.” Aku tersenyum kepadanya. “Tapi cowok usil dan jail ini yang akhirnya nikahin kamu.” Ia menarik pelan hidungku. “Ih, nggak ada yang minta kamu nikahin aku.” Aku mengejeknya dengan menjulurkan lidah. “Udah, ah … yuk, jalan lagi.” Aku pun menjauhkan tanganku dari genggamannya. “Nggak perlu ada yang minta aku nikahin kamu, Sayang. Niatku memang ingin menjadikanmu ibu dari anak-anakku. Semoga perjuangan kita yang kemarin membuahkan hasil, ya.” Ia memainkan mata kanannya. Aku merasakan pipiku memanas. Ucapannya benar-benar membuatku malu. Keusilan dan kejailannya