Gisa dan Dean saat ini tengah duduk di dalam mobil. Catra sendiri tengah menghubungi Abhi untuk membicarakan sesuatu.
"Mommy, tas Kakak mana?" tanyanya dengan pelafalan yang sudah jauh lebih baik. Dean sudah terbiasa dengan panggilan Kakak yang Kayanna sematkan padanya.
"Buat apa, Baby?" tanya Gisa sambil menoleh ke belakang.
"Sudah mommy simpan di bagasi." lanjut Gisa.
"Buku, kakak ... " rengek nya.
"Nanti, ya!"
"Tapi, Mommy ... " rengek nya kembali dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Anak-anak kalau bangun tidur, sebagian besar memang lebih sensitif. Termasuk Dean. Karena penolakan kecil dari ibunya, mood Dean bahkan langsung jelek.
"Ya Tuhan ... apa gak bosan setiap saat baca buku? Mommy saja yang hanya lihatin kamu membaca, gemes pengen Mommy umpetin semua buku-buku kamu!" ceroscos Gisa membuat Dean semakin berkaca-kaca.
"Mommy mau kamu bersosialisasi dengan orang lain. Bermain, berlari, seperti anak-anak y
Terima kasih sudah membaca❤️❤️ Jangan lelah untuk meramaikan komentar dan sumbangkan GEMS ya. Love u sayang-sayangnya mommy 😘😘
Catra dan Dean yang baru masuk kedalam angkringan, langsung bergabung bersama sang mommy yang sudah lebih dulu menduduki tempatnya. Orang-orang masih tampak antusias menatap keluarga kecil tersebut. Namun, dengan handphone yang sudah mereka kantongi, karena takut dengan bodyguard yang berjejer, berjaga di luar. "Katanya gak mau turun." ucap Gisa menyindir suaminya. "Ckk, terus ninggalin mommy di sini sendirian?" tanya Catra sambil duduk di sebelah Gisa dengan ragu. Bahakan Catra melapisi tempat duduknya, menggunakan saputangan berbahan sutra limited edition miliknya. "Oh, God!" ucap Gisa spontan, saat melihat suaminya duduk di atas saputangan. Dean sendiri, duduk diatas kursi khusus miliknya, yang bodyguard bawa dari dalam bagasi mobil, Catra. "Hhhuuusshh ... " Gisa hembuskan nafas lelahnya, menyaksikan kelakuan suaminya. "Daddy mau makan?" tawar Gisa. Catra menggeleng ragu. Dia lapar, namun untuk makan di tempat sepert
"Ini kakek Brahmana?" tanya Zeca sedikit memekik. "Iya, kenapa?" tanya Abhi heran. "Oh my God!" pekik Zeca dengan tangan yang dia simpan diatas kepalanya. "Kenapa yank?" tanya Abhi memfokuskan perhatiannya pada Zeca. "Apa kak Abhi ingat, saat Aden hilang tempo hari?" tanya Zeca pada suaminya. Abhi mengangguk. Tentu saja dia mengingatnya. Itu adalah hari dimana kesabaran Abhi benar-benar di uji. Dia harus memohon untuk rapat yang sebelumnya Catra batalkan. Menahan segala umpatan yang ingin dia lontarkan. Serta menahan sakit di seluruh tubuhnya, karena perjalanan dari Jakarta ke Surabaya kemudian Surabaya-Jakarta yang mereka tempuh hanya dengan satu hari saja. "Kenapa?" tanya Abhi kembali. "Dia, kakek yang Aden bantu tempo hari." jelas Zeca pada suaminya. Abhi melebarkan matanya tidak percaya. "Perhatikan dengan seksama, yank. Mungkin salah lihat," pinta Abhi pada istrinya. "Gak salah, Kak Abhi! Warna mata
Gisa tengah terduduk di atas lantai ruang walk-in closet kamarnya. Di hadapannya tersimpan sebuah koper yang tengah terbuka lebar meminta untuk di isi. Gisa berkemas untuk perjalanannya menuju Singapura besok siang. Gisa mulai memasukan beberapa potong pakaian ke dalam koper. Rencananya, Kayanna akan menjemput Gisa dan Dean di bandara, untuk selanjutnya membawa mereka bertemu dengan Ayumma dan memperkenalkan Gisa pada mertuanya. Gisa merupakan keluarga Kayanna satu-satunya, selain sang Kakak dan sang kakek. Oleh karena itu, saat Gisa dan Dean sampai di Singapura, Kayanna berencana memperkenalkan mereka kepada keluarga besar dari suaminya. "Mom ... " panggil Catra yang baru saja masuk kedalam walk-in closet. Handuk masih melilit diatas pinggangnya. Rambut basahnya pun, belum Catra keringkan. Gisa memalingkan kepalanya, ketempat sang suami datang. "Ckk," decak Gisa sambil bangkit dari duduknya. Gisa berjalan kehadapan Catra, kemudian mer
Tampak Anna dari kejauhan, tengah berjalan sambil melambaikan tangannya ke arah Dean. Wajahnya sumringah, dengan senyum yang tidak lepas dari kedua sudut bibirnya. Apalagi, saat matanya menangkap sosok keponakan yang sudah sangat dia rindukan. Dean tengah duduk di atas stroller, dengan Zeca dibelakangnya yang siap untuk mendorong. Gisa sendiri, belum menyadari kehadiran adik iparnya, karena tengah menerima panggilan. Jadi, hanya Dean yang sudah mengetahui kedatangan Kayanna. Zeca pun, tengah fokus memperhatikan Gisa yang menerima panggilan dari Abhi, sang suami. Gisa mematikan panggilannya, bersamaan dengan kedatangan Kayanna ke hadapannya. "Kakak!" pekik Kayanna kegirangan. Gisa menatap Anna sambil tersenyum. Namun, hanya sebuah senyum sendu yang Gisa berikan pada Kayanna. Zeca pun tidak berani bertanya tentang apa yang Gisa bicarakan dengan suaminya. Dia menunggu Gisa sendirilah yang menceritakannya. "Apa kakak tidak bahagia
Gisa bergegas keluar dari ruangan Melisa, sebelum pikiran kotor memenuhi otaknya. Dia takut, dengan terus menyaksikan suaminya yang tengah memberi perhatian pada Fazzura, membuat kepercayaan Gisa sedikit berkurang.Gisa mematung di depan pintu, sesaat setelah pintu itu ia tutup. Kedua tangannya terkepal memegang dadanya."Kakak, tidak apa-apa?" tanya Zeca yang terus mengekori Gisa.Gisa terperanjat. Dia melupakan Zeca yang saat ini ada disampingnya. Gisa menengok kearah Zeca, "Tidak apa-apa, Zeze. Kamu bisa pulang ke rumah Tante Melisa bersama kak Abhi, dan mempersiapkan pemakamannya," Gisa memberi perintah."Tapi, kak," ragu Zeca."Jangan khawatir. Lagi pula, di sini kan ada kak Catra." ucap Gisa meyakinkan Zeca."Baiklah, kalau begitu.""Sana pergi, jangan lupa ajak kak Abhi. Suruh Dean ke lantai atas saja. Di sana pasti sudah ada Bu Bertha." pesan Gisa pada Zeca.Gisa berjalan menuju kamar mayat tempat jasad bibinya tersimpa
"Mommy!" pekik Catra yang entah sejak kapan ada di hadapan Gisa dan kakek Bram. Catra menarik tangan Gisa dengan kencang sambil menjauhkan tubuhnya dari kakek Bram. "Daddy!" bentak Gisa tidak enak dengan kakek Bram. Catra menyembunyikan Gisa di belakang tubuhnya. Dadanya naik turun menahan amarah. "Mommy, masuk ke dalam!" perintah Catra dengan suara dinginnya. "Tapi dad__" "Masuk!" bentak Catra tanpa ingin di bantah. "Da-dad," gagap Gisa dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Catra menatap tajam Gisa dengan telunjuk yang terangkat menunjuk ruangan di lantai atas. Dia meminta Gisa pergi ke lantai atas, tempat sang anak dan sang adik berada. Dengan tangis yang mulai pecah', Gisa berlari dan pergi menuju lantai atas. Catra kembali memfokuskan perhatiannya pada kakek Bram. Kakek Bram sendiri, masih duduk di tempat sebelumnya, sambil bertumpang kaki dengan kedua tangan terlipat di atas dada. Wajah kakek bram me
Dean berlari sambil memanggil nama seseorang. "Kakek Bram ... " teriakannya, dan masuk kedalam pelukan Brahmana. Catra, Kayanna dan Fazzura melebarkan matanya tidak percaya. "Kakek Bram?" tanya Catra saat mendengar nama tersebut. "Jadi, selama ini ... ??" pekik Catra tidak percaya. Brahmana berjongkok mensejajarkan tinggi badannya sambil merentangkan kedua tangannya, menyambut kehadiran sang cicit. "Baby, stop!" pekik Catra saat sang anak berlari menghampiri sang kakek. Dean menghentikan langkahnya, sambil menatap sang Daddy dengan tatapan penuh tanya. Brahmana sendiri mengerutkan keningnya. "Kenapa kamu melarangnya mendekat? Dia cicit ku!" tegas Brahmana dengan sorot mata tajam yang mengintimidasi, Catra. "Sini sayang. Jangan dengarkan Daddy mu!" ucapnya sambil meraih tubuh mungil Dean untuk masuk kedalam pelukannya. Dean tersenyum bahagia dapat bertemu kembali dengan kakek Bram nya. "Sudah sejauh mana kakek me
Gisa masih duduk berjauhan dengan suaminya. Fazzura tengah mengemas barang-barang Melisa, untuk dia bawa pulang. "Kak Zurra, maaf tidak bisa membantu," tulus Gisa. Fazzura tidak menjawab. Dia hanya menatap Gisa sesaat, sambil memberikan sebuah senyum ambigu, kemudian kembali fokus, membereskan barang Melisa di bantu oleh Kayanna. Gisa masih tidak bisa mendekati Fazzura karena mual yang menderanya, saat parfum Fazzura menyeruak masuk kedalam indera penciumannya. Oleh karena itu, Gisa masih menolak untuk di dekati suaminya, karena parfum Fazzura masih menempel pada pakaian Catra. "Kakak ipar masih mual?" tanya Kayanna pada Gisa. "Ya Anna. Sudah beberapa hari belakangan ini, mual terus. Tapi hanya mencium bau parfum saja. Mungkin juga, Gisa masuk angin," jawab Gisa menyebutkan kemungkinan dari penyebab rasa mualnya. "Bukan hamil?" tanya Kayanna tiba-tiba, membuat semua orang yang ada di ruangan melebarkan matanya mendengar kata hamil.