Share

Iblis Berparas Kyai!

Author: Marlynazizah
last update Last Updated: 2024-06-19 10:05:49

"Kenapa kau marah begitu padaku? Bukankah seharusnya kau senang karena kau terjual dengan harga dua ratus ribu dollar?" Tanya Rasyid, entah apakah ia sedang mempertanyakan amarah Shanum atau mengejeknya.

"Aku tidak senang, Kyai! Sebenarnya, acara ini dibuat hanya untuk menyewaku!"

"Tapi, kau malah membeliku dan membuat aku terusir begitu saja dari rumah dan keluargaku!" sentak Shanum dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Rumah dan keluarga? Kamu sebut semua ini sebagai rumah dan keluarga?" Tanya Rasyid sambil mengangkat alisnya.

"Tentu saja! Mereka semua adalah keluargaku! Dan rumah bordir ini adalah tempat tinggalku!" ucap Shanum sambil terus menatap Rasyid dengan tajam. Wanita itu merasa semakin kesal saat Rasyid malah tertawa pelan.

"Kenapa tertawa begitu?! Aku sedang tidak bercanda, Kyai!" Shanum menggebu-gebu, emosi dalam dirinya semakin meningkat karena ekspresi wajah Rasyid.

"Kau ini lucu sekali, Nona. Kau menyebut mereka semua sebagai keluargamu, tapi apakah mereka memperlakukanmu seperti keluarga?" tanya Rasyid.

Shanum yang semula terlihat menggebu-gebu langsung membeku mendengar pertanyaan dari sang Kyai.

"Lihatlah, Nona. Apakah ada yang merasa sedih saat mengetahui bahwa kau akan pergi dari tempat ini?"

"Dan bagaimana dengan wanita yang kau sebut sebagai ibumu, apakah dia peduli denganmu sekarang?" tanya Rasyid lagi

Shanum mulai memandang sekelilingnya, melihat teman-temannya yang sibuk memikat para pria, sementara mami Elish sibuk menghitung uangnya.

Tidak seorang pun di antara mereka yang memperhatikan Shanum, mereka sibuk dengan urusan masing-masing seakan-akan menganggap Shanum sudah di lupakan oleh mereka.

Rasa sedih pun kini menyeruak di hati wanita ini. Dengan mata yang sudah dipenuhi oleh air mata, kini Shanum menatap ke arah Rasyid yang lebih sering menatap tanah dari pada wajahnya.

"Mari ikut denganku, aku akan menjelaskan alasan di balik tindakan ini," ucap Rasyid sambil meninggalkan rumah bordir menuju mobilnya.

Dengan ragu, Shanum mulai mengikuti pria tampan itu menuju mobilnya.

Shanum mengira bahwa setelah mereka masuk ke dalam mobil, Rasyid akan berbicara. Namun, yang terjadi adalah Rasyid malah melajukan mobilnya. "Kita akan ke mana?" tanya Shanum dengan suara yang agak serak.

"Ke Masjid," jawab Rasyid dengan singkat. "Untuk apa?" tanya Shanum kembali. "Untuk berbicara," jawab Rasyid sekali lagi. "Mengapa tidak berbicara di dalam mobil?" tanya Shanum sekali lagi.

"Aku adalah seorang pria yang memiliki harga diri, Nona. Aku tidak akan pernah berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahram," ucap Rasyid dengan tenang, namun kata-katanya mampu menusuk relung hati Shanum.

Shanum yang merasa tersinggung segera menundukkan kepalanya.

"Aku tahu aku ini wanita hina, kau tak perlu menyombongkan diri begitu," lirih Shanum yang membuat Rasyid menoleh dan menatap sebentar ke arah wajah Shanum yang terlihat sedih.

"Aku tidak menyombongkan diriku, Nona, tapi kalau kamu merasa rendah karena perkataanku tadi, itu artinya iman di hatimu masih berfungsi," ujar Rasyid yang membuat Shanum diam.

Setelah itu, tak ada lagi pembicaraan di antara mereka, sampai keduanya sampai di sebuah Masjid milik Syekh Abdurrahman.

Di dalam Masjid, terlihat Rasyid dan Shanum duduk dengan tirai pembatas di antara mereka. Tirai itu membuat Shanum hanya bisa melihat siluet dari pria yang saleh itu.

"Shanum, maafkan aku jika sejak mengenalku dan saat di rumah bordir itu aku bertindak atau berucap sesuatu yang membuatmu merasa tersinggung, dan maafkan aku jika aku mengganggu ketenanganmu itu."

"Aku ingin menjelaskan maksud dari alasanku membeli mu," suara Rasyid terdengar dari balik tirai. Shanum tidak menjawab, dia hanya diam memperhatikan siluet pria yang saleh itu.

"Sekembalinya aku dari Mesir, tanpa sengaja aku membuat janji pada Ummi ku, aku berjanji bahwa aku akan menikahi wanita pertama yang duduk di mobilku."

"Dan ternyata wanita itu adalah kamu. Jadi, apa kamu bersedia membantuku memenuhi janji itu?" ujar Rasyid yang menyebabkan jantung Shanum berdebar kencang.

"Apa maksudmu, kyai? Aku tidak begitu mengerti dengan ucapanmu," ucap Shanum, wanita itu enggan membenarkan dugaan di benaknya.

"Karena kamu adalah wanita yang masuk ke dalam mobilku, maka maukah kamu menikah denganku untuk membantu diriku memenuhi janji yang telah aku buat, Nona?" jawab Rasyid, terdengar suaranya sedikit gemetar.

"Apa?! Menikah?!" pekik Shanum dengan ekspresi tidak percaya, bahkan matanya sampai terbelalak akibat rasa terkejutnya.

Ucapan pria itu sungguh mengejutkan Shanum, tidak mungkin dia menikah, itu artinya dia tidak bisa bekerja dan bersenang-senang dengan banyak pria lagi.

"Ya, menikah. Aku tahu kau tidak akan bisa menikah selama masih bekerja di sana, itu sebabnya aku membelimu," pernyataan dari Rasyid membuat Shanum begitu terkejut sampai membekap mulutnya.

"Tapi, kenapa harus aku, Kyai? Aku merasa tidak pantas menjadi istrimu."

Lihatlah, aku hanya seorang wanita penghibur, bahkan dalam mimpi pun aku tidak pernah membayangkan menikah dengan pria sholeh sepertimu," ujar Shanum yang dengan jujur mengutarakan pendapatnya.

"Aku ingin menepati janjiku, Shanum,aku takut di laknat oleh Allah karena dengan mudahnya menebar janji dengan harga murah," sahut Rasyid. Mendengar pernyataan sang Kyai seketika mata Shanum terasa panas.

"Kau takut di laknat hanya karena melanggar janji, lalu aku yang sudah berlumuran dosa ini harus apa? Ganjaran apa yang akan aku dapatkan atas semua dosa yang menggunung ini?" ucap Shanum yang mulai terisak.

"Selama kamu masih bernapas, kesempatan untuk bertaubat selalu terbuka lebar."

" Kamu bisa memperbaiki diri dengan sungguh-sungguh bertaubat, jika kamu mengizinkan, izinkanlah aku menjadi imam yang akan membimbing mu ke jalan yang benar."

"Insyaallah, dengan izin-Nya, aku akan berusaha menjadikanmu wanita sholehah sesuai dengan ajaran Islam," ujar Rasyid sambil tersenyum manis.

Andai saja senyuman itu terlihat oleh Shanum, mungkin wanita itu tak akan menangis, melainkan ia akan langsung terpesona saat melihat senyuman itu.

"Apakah aku memiliki hak untuk menolak atau menerima? Saat ini aku adalah pelayanmu, jadi bukankah aku hanya bisa patuh?" tanya Shanum sambil sedikit terisak.

Mendengar pertanyaan wanita itu membuat Rasyid tersenyum tipis.

"Kucabut keterikatanmu antara seorang majikan dan seorang pelayan denganku, kini kau telah menjadi manusia bebas dengan hak untuk menentukan keputusanmu sendiri."

"Oleh karena itu, Nona, aku kembali meminta jawabanmu sebagai manusia yang bebas tanpa ikatan apapun," perkataan Rasyid membuat Shanum merasa heran dengan cara berpikir pria di balik tirai ini.

"Jika kau menghilangkan keterikatanku sebagai seorang pelayan, maka kau tidak akan bisa memerintahiku lagi. Apakah kau tidak merasa rugi dengan uangmu yang telah kau keluarkan?" tanya Shanum.

"Kamu bisa mengganti uang itu," balas Rasyid yang membuat Shanum mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu?" tanya Shanum.

"Aku tidak akan memaksa kamu untuk menikah denganku, dan aku juga sudah melepaskan kamu dari ikatan antara seorang majikan dengan seorang pelayan."

"Jadi jika kamu menolakku, maka kau bisa menyicil semua uang yang telah aku keluarkan," jawab Rasyid.

Tak dapat di pungkiri, wanita itu begitu terkejut mendengarnya. Sekarang dia berada dalam dilema berat. Karena keputusan yang akan dia ambil akan menentukan kehidupannya setelah ini.

"Bagaimana caranya aku mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya Shanum.

"Kau bisa melakukan pembayaran secara bertahap tanpa batas waktu, asalkan uang yang digunakan untuk melunasi utangmu padaku tidak berasal dari hasil jual diri," jelas Rasyid lagi.

"Aku memberikan kau waktu hingga pagi untuk memutuskan apakah ingin menikah atau mengganti uangku, semua tergantung pada keputusanmu, jadi jangan merasa terpaksa ya," ujar Rasyid lagi sambil senyum manis.

Namun, senyum tersebut lagi-lagi tidak terlihat oleh Shanum.

"Kau boleh tinggal semalam di sini, besok pagi aku akan datang meminta jawabanmu, sekarang aku harus pergi. Assalamualaikum," sambungnya lagi lalu bayangannya terlihat bergerak menjauh dari tirai.

"Waalaikumsalam..." jawab Shanum sambil menghela nafas panjang.

Wanita itu mulai bersandar di dinding Masjid sambil merenungkan setiap kata yang diucapkan oleh Rasyid. Dalam pikirannya, dia sungguh tak percaya bahwa seorang pria sholeh seperti kyai Rasyid telah melamarnya.

"Dia bilang, jangan merasa terpaksa? Ucapannya sendiri telah berhasil menciptakan situasi di mana aku tak bisa menolaknya," gumam Shanum sambil menghela nafas panjang.

"Sepertinya tidak ada salahnya menerima lamaran dari kyai Rasyid. Lagipula, dia menikahiku hanya untuk memenuhi janjinya, bukan karena mencintaiku."

"Dia juga tidak mungkin meminta haknya sebagai suami dari seorang wanita seperti aku."

"Lebih baik aku menerimanya, daripada harus berjuang mencari rumah dan pekerjaan."

"Belum lagi jika aku menolak, aku harus memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar hutang sebanyak itu," pikir Shanum sambil bangkit dan mencoba sholat dengan mengikuti seseorang di depan sana.

...

"Bagaimana? Apa keputusan yang telah kau ambil?" tanya Rasyid pada Shanum yang terus menunduk. Saat ini, hari telah berganti.

Tepat pukul delapan pagi, Rasyid kembali datang sesuai dengan janjinya untuk meminta jawaban dari wanita tersebut.

Shanum yang telah merenungkan segalanya sejak semalam, bahkan wanita itu sampai berdoa memohon ampunan dan petunjuk kepada sang Kholiq, dengan rasa malu, Shanum menjawab.

"Semalaman berada di Masjid ini membuat aku merasa begitu terbebani dengan semua dosa yang telah aku lakukan."

"Jika aku ingin memperbaiki diriku dengan sungguh-sungguh maka aku membutuhkan seorang pembimbing. Maka dari itu, aku memohon bimbingan dari Kyai sebagai imamku," ucap Shanum dengan rona merah di pipinya.

Pria itu langsung tersenyum bahagia saat mendapatkan jawaban yang sesuai dengan harapannya.

"Alhamdulillah... Terimakasih banyak ya, kau telah bersedia membantuku untuk menepati janjiku," ucap Rasyid yang membuat Shanum tersenyum kecut.

"Ingat Shanum, dia menikahimu hanya karena janji yang tidak sengaja dia buat. Jadi, jangan sampai kau jatuh hati padanya," ucap Shanum dalam hati yang berusaha mengingatkan dirinya agar tidak melewati batas yang ada.

“Ingat, dia adalah iblis berparas Kyai!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Cemas

    “Jangan menuduhku seperti itu, Rasyid. Aku ini ibumu, jaga ucapanmu itu. Kau tahu dosa besar akibat dari menyakitkan hati seorang ibu, kan?” cekat Ummi Zulaikha sambil memberikan tatapan sengitnya kepada sang anak. Mendengar itu, Rasyid pun mendengus kesal. Bukan tanpa alasan dia mencurigai sang Ummi, tapi, beberapa kejadian belakangan ini membuat rasa curiga itu tidak dapat di elakkan. “Maaf, Ummi.” ucap Rasyid pada akhirnya. Biar bagaimanapun, ucapan Ummi nya memang benar, dia bisa mendapatkan dosa besar jika dia dengan sengaja menyakiti hati Ummi nya itu. Seketika suasana di dalam mobil itu menjadi hening. Pada awalnya, Rasyid tidak menghiraukan itu. Namun, berlama-lama dengan keadaan seperti ini membuat Rasyid canggung sendiri. “Ekhem, kok nggak di lanjutin ngobrol nya?” tanya Rasyid dengan hati-hati sambil melirik ke arah spion. Di belakang sana, Ummi Zulaikha dan Zulfah langsung memberikan lirikan sinisnya. “Pikir aja sendiri. Huh!” ucap keduanya secara bersamaan lalu

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Kehilangan

    Pov Author “A-aku mohon, Tuan...” mohon Shanum sambil terus menatap sendu ke arah Tuan Abrahah. Sebenarnya, Shanum tahu jika permohonannya ini sia-sia, tapi ia tidak punya pilihan. Shanum sampai melupakan pakaiannya yang sobek hingga sebagian tubuhnya terlihat. Kali ini, dia bukan lagi seorang wanita yang berusaha mempertahankan kehormatannya, atau, seorang istri yang berusaha menjaga kepercayaan sang suami. Kali ini, Shanum hanyalah seorang ibu yang ingin anak di dalam kandungannya baik-baik saja. Tuan Abrahah berjongkok. Ia menukik senyum seringainya lalu membelai lembut pipi Shanum yang bengkak. “Baiklah, Sayang. Aku akan menolongmu. Tapi nanti, setelah keponakanku mati di perutmu! Hahaha!” ucap Tuan Abrahah. Tawa jahatnya menggema di ruangan tersebut. Pria ini seolah telah berubah menjadi iblis yang tidak memiliki hati nurani. Shanum menggeleng pelan dengan ekspresi yang menyedihkan. Ia benar-benar cemas akan kandungannya, tapi sepertinya, Tuan Abrahah tidak peduli ata

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Awal Bencana Besar

    Sesuai apa yang di ucapkannya semalam, Rasyid sudah siap dengan mobilnya seusai sholat subuh. Sepertinya, dia masih sedikit marah padaku perihal ucapanku semalam. Memang, setelah sentakannya semalam, dia tidak mau mendengarkan perkataanku lagi dan meminta aku untuk segera tidur.“Berhati-hatilah di jalan, Rasyid,” ucap Tuan Abrahah sambil menepuk bahu suamiku. Sungguh sandiwara yang sempurna. Ingin sekali rasanya aku meneriaki semua niat busuknya di hadapan semua orang.Tapi, aku yakin tidak akan ada yang mempercayaiku. Yang ada aku hanya akan mendapatkan cibiran dari mertuaku dan amarah yang semakin besar dari suamiku. Setelah menutup bagasi mobilnya, Rasyid berjalan menghampiriku.Aku langsung mencium punggung tangannya saat dia menyodorkan tangannya padaku. Dia memelukku cukup lama, lalu berbisik, “Maafkan aku karena semalam telah membentakmu.”Kami mengendurkan pelukan kami. Aku menatapnya lalu mengangguk pelan. Saat dia tersenyum tipis, aku pun ikut tersenyum. Rasa kesal ya

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Dia Menggodaku, Buby!”

    Hari-hari berlalu, sangat terasa bagiku setiap detiknya saat Tuan Abrahah tinggal di sini bersamaku. Dia gila! Tuan Abrahah sangat gila! Dia berkali-kali berusaha mencelakai aku dan kandunganku.Tuan Abrahah seringkali membasahi lantai yang akan aku pijak dengan menggunakan minyak agar aku terpeleset dan jatuh, atau, sengaja mencampurkan bahan-bahan makanan yang dapat menggugurkan kandunganku.Untunglah aku memiliki suami yang sangat perhatian padaku. Semua siasat busuk Tuan Abrahah selalu di gagalkan oleh Rasyid. Saat aku hendak terjatuh karena memijak lantai yang licin, Rasyid dengan sigap menangkapku dan memarahi para asisten rumah tangga yang dia anggap kurang teliti dalam mengeringkan lantai.Begitupun saat Rasyid mengetahui jika ada bahan makanan yang membahayakan ibu hamil di makananku. Seluruh koki yang baru di sewa oleh Rasyid setelah mengetahui kehamilanku langsung di marahi habis-habisan bahkan di pecat. Padahal, ini bukan kesalahan mereka, tapi kesalahan dari kakaknya.

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Selamat Atas Kehamilanmu

    “Tidak! Rasyid!” aku berteriak. Ini memang sangat nekat. Tapi, lebih baik aku di marahi Rasyid dan menjadi bulan-bulanannya Ummi Zulaikha daripada harus melayani Tuan Abrahah. Tuan Abrahah panik seketika. Ia langsung membekap mulutku saat Rasyid mulai menggedor-gedor pintu. “Shanum? Kau kah itu yang berteriak? Tolong buka pintunya, Sayang.” kata Rasyid sambil terus menggedor pintu.Aku berusaha memberontak, tapi, tenaganya sangat kuat. “Dasar pelacur gila!” umpatnya padaku dengan suara berbisik sambil menyeret diriku bersembunyi di balik bak. Kamar mandi ini memang di sediakan untuk art di rumah ini. Itulah sebabnya tidak ada bathub di sini, melainkan sebuah bak yang terbuat dari semen dan di lapisi dengan keramik.Ukuran bak ini cukup untuk menyembunyikan aku dan Tuan Abrahah. Gedoran pintu terdengar semakin keras. “Shanum, jangan membuat aku cemas, cepat buka pintunya!” teriak Rasyid dari arah luar.Tuan Abrahah sedikit mengintip sambil terus memegangiku. Dari suara yang aku de

  • Mendadak Jadi Istri Kyai Tampan    Terjebak!

    “Apa maksudmu, Bang?” tanya Rasyid pada Tuan Abrahah. Lelaki itu mengalir pandangannya dariku. Dia tersenyum pada Rasyid. “Ah, bukan apa-apa. Aku hanya bergurau,” jawabnya. Dia memang sedang berbicara dengan Rasyid, tapi, matanya selalu mengarah kepadaku.Di ruang tamu ini, ada beberapa orang yang wajahnya sangat asing bagiku, tapi, jika di perhatikan, Tuan Abrahah terlihat mirip dengan Rasyid. Ada dua orang perempuan seusiaku dan tiga orang perempuan seusia Ummi Zulaikha, juga ada tiga orang pria di sini, tiga pria itu terlihat sudah cukup berumur.Kami pun duduk di sofa yang sudah tersedia. Aku cukup terkejut saat melihat dua perempuan seusiaku itu duduk mengapit Tuan Abrahah, lalu, melingkarkan tangan mereka di kedua lengan lelaki itu.“Shanum, perkenalkan, mereka adalah kerabat almarhum Abi mertuamu yang baru sah warga negara Indonesia satu pekan yang lalu,” ucap Ummi Zulaikha padaku. Oh, shit! Jadi, Tuan Abrahah sudah menetap selama satu pekan di sini?Aku tersenyum singkat p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status