Seorang wanita penghibur bernama Shanum, ditugaskan oleh sang mucikari untuk mencari pelanggan yang akan meramaikan rumah bordir miliknya. Di rumah bordir itu juga Shanum mengais rejeki, sehingga mau tidak mau dia harus menuruti perintahnya. Tepat ketika dia melaksanakan tugasnya, Shanum malah terjebak pada seorang Kyai pemilik paras tampan. Awalnya Shanum mengira dia adalah pria blasteran atau turis asing yang sedang berkunjung di kota ini, namun ternyata dugaannya salah. “Karena kamu adalah wanita yang masuk ke dalam mobilku, maka maukah kamu menikah denganku untuk membantu diriku memenuhi janji yang telah aku buat, Nona?” Ucapan pria itu sungguh mengejutkan Shanum, tidak mungkin dia menikah, itu artinya dia tidak bisa bekerja dan bersenang-senang dengan banyak pria lagi. Sebuah syarat akhirnya diajukan oleh sang kyai bernama Rasyid itu, yang pada akhirnya disetujui oleh Shanum. Namun ternyata menikah dengan Rasyid adalah awal penderitaan bagi Shanum, lalu, mengapa seorang Kyai yang taat agama bisa membuatnya menderita?
Voir plus“Ra-Rasyid, akhirnya, kamu memenuhi janjimu.”
Setelah menyelesaikan doa, Ummi Zulaikha tersenyum melihat dengan penuh kasih sayang putra semata wayangnya yang telah menikah, namun ia harus segera mengalihkan perhatiannya ketika seorang tamu mendekat. "Apa benar mereka telah resmi menjadi pasangan hidup, Ummi?"tanya tamu tersebut. Ummi Zulaikha sedikit bingung mendengarnya. "Tentu saja, mereka baru saja menyelesaikan akad nikah, dan kau sendiri telah melihatnya, bukan?"jawab Ummi Zulaikha. "Apakah Ummi tahu, seperti apa wanita yang telah Ummi pilih?" Pertanyaan tamu tersebut membuat Ummi Zulaikha merasa agak kesal, karena tamu itu dianggap terlalu ingin tahu tentang kehidupan pribadinya. "Bagaimanapun juga, dia tetap menantu saya,"jawab Ummi Zulaikha dengan penuh keyakinan. "Meskipun dia seorang wanita penghibur?"tanya tamu tersebut. Ummi Zulaikha seketika menoleh mendengar ucapan tamu itu. "Aku tidak berbohong Ummi. Aku adalah korban wanita itu, suamiku jadi tidak pulang dan menghabiskan banyak uang hanya untuk bersenang-senang dengan wanita itu," jelas tamu tersebut dengan mimik wajah serius. Ucapan tamu itu menyebabkan tatapan Ummi Zulaikha tak dapat berpaling dari Shanum yang sedang berjalan mendekatinya bersama dengan Rasyid. "Tidak mungkin," lirih Ummi Zulaikha. Dia begitu tidak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh tamu itu. Dan pada saat itu, Rasyid tiba sambil bergandengan tangan dengan Shanum. “Tidak mungkin anakku menikahi seorang lacur!” “Ummi, kita sudah belasan tahun berada dalam majelis yang sama. Sumpah, Demi Allah, Ummi! Aku tidak bohong. Wanita itu adalah pelacur yang setahun terakhir bekerja di rumah bordir pinggiran kota!” Belum sempat Ummi Zulaikha membalas, Rasyid lebih dulu datang dengan senyuman mengembang di bibirnya. "Mohon doa restunya Ummi,"ucap Rasyid, lalu pria itu membungkuk ingin mencium tangan sang ibu. Namun, Ummi Zulaikha sudah lebih dulu menarik tangannya sambil membuang pandangan ke sembarang arah. "Ummi tidak akan memberikan restu dan doa sebelum kamu menceritakan kebenaran pada Ummi,"ucap Ummi Zulaikha dengan intonasi yang tenang namun penuh penekanan. Rasyid dan Shanum hanya bisa saling bertukar pandang ketika mendengar ucapan sang ibu. "Katakan siapa dia, Rasyid! Siapa wanita ini sebenarnya?! Dan darimana kau mengenalnya?!"seru Ummi Zulaikha yang tiba-tiba meradang. Rasa takut di hatinya menyebabkan wanita sholehah itu kehilangan kendali. Ekspresi kemarahan sang ibu membuat Rasyid dan Shanum dengan cepat memahami maksud dari ucapan Ummi Zulaikha. Kedua pengantin baru itu menarik nafas dalam lalu saling melempar pandang. Perlahan, Rasyid bersimpuh di hadapan ibunya, diikuti oleh Shanum. Mereka mulai memegang kaki sang ibu dengan penuh rasa hormat. "Ummi, dia adalah wanita yang pertama duduk di mobil Rasyid." "Sesuai dengan janjiku, aku harus menikahinya tanpa memandang siapa pun dia dan bagaimana kehidupannya," ucapan Rasyid itu berhasil membuat Ummi Zulaikha semakin tak karuan. Apalagi ketika melihat Shanum mulai terisak di bawah kakinya. "Ummi, aku ini mantan wanita pelacur, tolong maafkan aku yang baru jujur pada Ummi..."ujar wanita itu lirih, mendengar pengakuan Shanum, Ummi Zulaikha refleks memegangi dadanya sambil beristighfar. … Beberapa hari yang lalu. Di sebuah rumah bordir, seorang wanita berpenampilan menarik, berwajah cantik, dan memiliki keindahan tubuh yang sempurna sedang merasa sangat kesal pada sang mucikari, Mamih Elish namanya. "Mih, aku kan gundik yang paling berkelas di sini, kenapa aku diminta mencari pelanggan di pinggir jalan?!" keluh wanita cantik itu kepada pemilik rumah bordir. "Ya ampuunn! Kamu itu cantik sekali, tapi sayangnya kurang berpikir! Coba pikirkan, Shanum! Saat ini sedang musim liburan, pasti akan banyak turis asing yang datang." "Mamih ingin banyak turis asing berkunjung ke rumah ini, dan menurutku kamu sangat cocok untuk menarik perhatian mereka," ucap mami Elish sambil terus menyempurnakan riasannya dengan bedak mahal. Mendengarkan penjelasan dari Mamih Elish membuat Shanum terdiam sejenak, memikirkan bagaimana teriknya sinar matahari di sana. "Tapi Mih, nanti kulit aku yang indah ini akan terbakar jika terus berdiri di pinggir jalan," kata Shanum sambil mengerucutkan bibirnya. Karena kesal, Mamih Elish memukul dahi Shanum hingga membuat wanita itu mengaduh kesakitan. "Aduh Mamih! Itu sakit sekali! Jika kecantikan Shanum berkurang, tanggung jawabmu lho," ucap Shanum sambil mengusap dahinya. "Sudah berhenti dengan pemikiranmu yang konyol itu! Tidak mungkin ada wanita jalang yang berjalan-jalan di siang hari. Kamu benar-benar kacau Shanum," kesal mamih Elish yang membuat anak gundiknya tersenyum kikuk. "Ayo segera bersiap! Malam ini kamu akan diantarkan ke lokasi oleh si Darmo," ucap mamih Elish lagi sebelum pergi ke panggung untuk menyambut tamu yang datang. Di dalam ruangannya, wanita itu mulai duduk di depan meja rias, menatap wajahnya di depan cermin, lalu mulai mengaplikasikan make-up dari berbagai produk mahal ke wajahnya. "Aku memang akan selalu terlihat cantik," bisik Shanum ketika wajahnya telah terhias dengan make-up yang begitu elegan dan mewah. Sekarang, wanita cantik itu mulai membuka lemari pakaian, memilih sebuah gaun berwarna merah yang sangat menonjolkan lekuk tubuhnya meskipun tidak terlalu terbuka. "Mamih! Aku sudah siap!" seru Shanum sambil berpose di depan pintu kamarnya. Dengan senyum yang memancar, Mamih Elish berjalan mengelilingi Shanum sambil berdecak kagum. "Wow, wow! Kalau sudah cantik seperti ini, Mamih yakin kamu akan mudah mendapatkan banyak pelanggan," ucap Mamih Elish sambil mencubit gemas pipi Shanum. Di sisi lain, seorang pria berkulit putih, bermata biru yang tampan rupawan, dengan tubuh yang tinggi dan atletis sedang berjalan di dalam bandara sambil menarik kopernya. Pria itu mengenakan jas hitam, celana panjang dan peci di kepalanya, juga syal yang melingkar di lehernya. Saat pria itu sedang berjalan, dia dihentikan oleh panggilan telepon dari ibunya. "Assalamualaikum, Ummi," sapa pria itu dengan lembut. "Waalaikumsalam. Bagaimana Rasyid? Sudah adakah calon istri yang kau bawa dari Mesir?" tanya sang ibu. Pertanyaan yang kembali di lontarkan oleh sang ibu untuk kesekian kalinya, membuat Rasyid menghela nafas panjang. "Ummi, aku baru saja pulang. Kenapa Ummi tidak mau menanyakan perjalananku dulu?" keluh pria sholeh itu kepada ibunya. "Astaghfirullah... Ummi sampai lupa karena terlalu tidak sabar ingin memiliki menantu," ucap ibunya dari seberang sana. "Sabar ya, Ummi. Aku belum menemukan pasangan yang tepat," ucap Rasyid. "Kapan menurutmu kamu akan membawakan Ummi menantu? Ummi ini sudah tidak muda lagi Rasyid.” "Sampai kapan Ummi harus menunggu? Kamu sudah mengecewakan Ummi, Rasyid..." sahut sang ibu dengan suara parau di seberang sana, wanita itu terus mendorong anaknya untuk segera menikah. "Yasudah kalau begitu Ummi, demi Allah, aku tidak ingin membuat Ummi kecewa." Aku berjanji Ummi, atas dasar bakti ku pada Ummi dan atas izin Allah, wanita pertama yang duduk di mobilku saat perjalanan, dia adalah jodohku." "Wallahi, Ummi, aku janji akan menikahi dia," ucap Rasyid tanpa berpikir panjang lagi ketika mendengar suara ibunya yang terdengar sedih. Ketika sang Ummi hendak merespons, tiba-tiba panggilan tersebut terputus karena jaringan yang mendadak hilang. Saat panggilan telepon terputus, Rasyid baru menyadari akan janji konyol yang telah dia buat. Dengan cepat dia menghubungi ibunya kembali untuk meminta maaf atas janji yang tidak dapat ia tepati. "Astaghfirullahalazim... Apa yang baru saja kau katakan, Rasyid? Bagaimana mungkin aku membuat janji seperti itu kepada Ummi?” Pria itu tertunduk lesu. “Nadzar adalah janjiku pada Tuhan-ku. Aku tidak boleh ingkar!” “Gadis yang duduk di mobilku, dia adalah calon istriku, tidak peduli walau dia sudah tua, meski pelacur sekalipun!” Rasyid memantapkan hatinya seraya berdoa dipertemukan dengan wanita terbaik.“Jangan menuduhku seperti itu, Rasyid. Aku ini ibumu, jaga ucapanmu itu. Kau tahu dosa besar akibat dari menyakitkan hati seorang ibu, kan?” cekat Ummi Zulaikha sambil memberikan tatapan sengitnya kepada sang anak. Mendengar itu, Rasyid pun mendengus kesal. Bukan tanpa alasan dia mencurigai sang Ummi, tapi, beberapa kejadian belakangan ini membuat rasa curiga itu tidak dapat di elakkan. “Maaf, Ummi.” ucap Rasyid pada akhirnya. Biar bagaimanapun, ucapan Ummi nya memang benar, dia bisa mendapatkan dosa besar jika dia dengan sengaja menyakiti hati Ummi nya itu. Seketika suasana di dalam mobil itu menjadi hening. Pada awalnya, Rasyid tidak menghiraukan itu. Namun, berlama-lama dengan keadaan seperti ini membuat Rasyid canggung sendiri. “Ekhem, kok nggak di lanjutin ngobrol nya?” tanya Rasyid dengan hati-hati sambil melirik ke arah spion. Di belakang sana, Ummi Zulaikha dan Zulfah langsung memberikan lirikan sinisnya. “Pikir aja sendiri. Huh!” ucap keduanya secara bersamaan lalu
Pov Author “A-aku mohon, Tuan...” mohon Shanum sambil terus menatap sendu ke arah Tuan Abrahah. Sebenarnya, Shanum tahu jika permohonannya ini sia-sia, tapi ia tidak punya pilihan. Shanum sampai melupakan pakaiannya yang sobek hingga sebagian tubuhnya terlihat. Kali ini, dia bukan lagi seorang wanita yang berusaha mempertahankan kehormatannya, atau, seorang istri yang berusaha menjaga kepercayaan sang suami. Kali ini, Shanum hanyalah seorang ibu yang ingin anak di dalam kandungannya baik-baik saja. Tuan Abrahah berjongkok. Ia menukik senyum seringainya lalu membelai lembut pipi Shanum yang bengkak. “Baiklah, Sayang. Aku akan menolongmu. Tapi nanti, setelah keponakanku mati di perutmu! Hahaha!” ucap Tuan Abrahah. Tawa jahatnya menggema di ruangan tersebut. Pria ini seolah telah berubah menjadi iblis yang tidak memiliki hati nurani. Shanum menggeleng pelan dengan ekspresi yang menyedihkan. Ia benar-benar cemas akan kandungannya, tapi sepertinya, Tuan Abrahah tidak peduli ata
Sesuai apa yang di ucapkannya semalam, Rasyid sudah siap dengan mobilnya seusai sholat subuh. Sepertinya, dia masih sedikit marah padaku perihal ucapanku semalam. Memang, setelah sentakannya semalam, dia tidak mau mendengarkan perkataanku lagi dan meminta aku untuk segera tidur.“Berhati-hatilah di jalan, Rasyid,” ucap Tuan Abrahah sambil menepuk bahu suamiku. Sungguh sandiwara yang sempurna. Ingin sekali rasanya aku meneriaki semua niat busuknya di hadapan semua orang.Tapi, aku yakin tidak akan ada yang mempercayaiku. Yang ada aku hanya akan mendapatkan cibiran dari mertuaku dan amarah yang semakin besar dari suamiku. Setelah menutup bagasi mobilnya, Rasyid berjalan menghampiriku.Aku langsung mencium punggung tangannya saat dia menyodorkan tangannya padaku. Dia memelukku cukup lama, lalu berbisik, “Maafkan aku karena semalam telah membentakmu.”Kami mengendurkan pelukan kami. Aku menatapnya lalu mengangguk pelan. Saat dia tersenyum tipis, aku pun ikut tersenyum. Rasa kesal ya
Hari-hari berlalu, sangat terasa bagiku setiap detiknya saat Tuan Abrahah tinggal di sini bersamaku. Dia gila! Tuan Abrahah sangat gila! Dia berkali-kali berusaha mencelakai aku dan kandunganku.Tuan Abrahah seringkali membasahi lantai yang akan aku pijak dengan menggunakan minyak agar aku terpeleset dan jatuh, atau, sengaja mencampurkan bahan-bahan makanan yang dapat menggugurkan kandunganku.Untunglah aku memiliki suami yang sangat perhatian padaku. Semua siasat busuk Tuan Abrahah selalu di gagalkan oleh Rasyid. Saat aku hendak terjatuh karena memijak lantai yang licin, Rasyid dengan sigap menangkapku dan memarahi para asisten rumah tangga yang dia anggap kurang teliti dalam mengeringkan lantai.Begitupun saat Rasyid mengetahui jika ada bahan makanan yang membahayakan ibu hamil di makananku. Seluruh koki yang baru di sewa oleh Rasyid setelah mengetahui kehamilanku langsung di marahi habis-habisan bahkan di pecat. Padahal, ini bukan kesalahan mereka, tapi kesalahan dari kakaknya.
“Tidak! Rasyid!” aku berteriak. Ini memang sangat nekat. Tapi, lebih baik aku di marahi Rasyid dan menjadi bulan-bulanannya Ummi Zulaikha daripada harus melayani Tuan Abrahah. Tuan Abrahah panik seketika. Ia langsung membekap mulutku saat Rasyid mulai menggedor-gedor pintu. “Shanum? Kau kah itu yang berteriak? Tolong buka pintunya, Sayang.” kata Rasyid sambil terus menggedor pintu.Aku berusaha memberontak, tapi, tenaganya sangat kuat. “Dasar pelacur gila!” umpatnya padaku dengan suara berbisik sambil menyeret diriku bersembunyi di balik bak. Kamar mandi ini memang di sediakan untuk art di rumah ini. Itulah sebabnya tidak ada bathub di sini, melainkan sebuah bak yang terbuat dari semen dan di lapisi dengan keramik.Ukuran bak ini cukup untuk menyembunyikan aku dan Tuan Abrahah. Gedoran pintu terdengar semakin keras. “Shanum, jangan membuat aku cemas, cepat buka pintunya!” teriak Rasyid dari arah luar.Tuan Abrahah sedikit mengintip sambil terus memegangiku. Dari suara yang aku de
“Apa maksudmu, Bang?” tanya Rasyid pada Tuan Abrahah. Lelaki itu mengalir pandangannya dariku. Dia tersenyum pada Rasyid. “Ah, bukan apa-apa. Aku hanya bergurau,” jawabnya. Dia memang sedang berbicara dengan Rasyid, tapi, matanya selalu mengarah kepadaku.Di ruang tamu ini, ada beberapa orang yang wajahnya sangat asing bagiku, tapi, jika di perhatikan, Tuan Abrahah terlihat mirip dengan Rasyid. Ada dua orang perempuan seusiaku dan tiga orang perempuan seusia Ummi Zulaikha, juga ada tiga orang pria di sini, tiga pria itu terlihat sudah cukup berumur.Kami pun duduk di sofa yang sudah tersedia. Aku cukup terkejut saat melihat dua perempuan seusiaku itu duduk mengapit Tuan Abrahah, lalu, melingkarkan tangan mereka di kedua lengan lelaki itu.“Shanum, perkenalkan, mereka adalah kerabat almarhum Abi mertuamu yang baru sah warga negara Indonesia satu pekan yang lalu,” ucap Ummi Zulaikha padaku. Oh, shit! Jadi, Tuan Abrahah sudah menetap selama satu pekan di sini?Aku tersenyum singkat p
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires