Kehadiran Shanum di rumah bordir dengan mengenakan hijab panjang dan blazer yang kebesaran membuat semua orang di sana terkesima, seakan tidak percaya bahwa wanita yang mereka lihat adalah Shanum.
"Sudah kubilang berulang kali, pakaian ini aku pakai atas permintaan pelanggan. Kenapa kalian tidak bisa percaya itu?" gerutu Shanum dengan nada kesal. "Bagaimana kami bisa percaya? Kita ini kan menjual tubuh kita sebagai barang dagangan, kalau tertutup seperti itu bagaimana bisa dilihat?" ujar salah satu wanita pelacur bernama Clara. "Sudah-sudah! Kembali ke tempat masing-masing!" "Shanum harus di hias untuk tampil sebagai bintang di acara pelacuran malam ini," ucap Mamih Elish yang tiba-tiba muncul dan membubarkan para wanita jalang yang sedang berkumpul. "Acara pelacuran apa yang Mamih maksud?" Tanya Shanum. "Fotomu di media sosial banyak dilirik oleh para turis asing. Karena terlalu banyak pria yang memintamu malam ini, jadi Mamih putuskan untuk membuat sebuah acara pelacuran agar bisa menentukan harga untukmu." "Nanti siapapun yang berani membayar paling mahal dia yang akan mendapatkanmu," jelas Mamih Elish. Shanum hanya mengangguk, karena acara semacam ini telah dia lakukan sebelumnya, dan penawaran tertinggi yang pernah diterimanya adalah lima puluh juta untuk dua malam. Sudah dapat diprediksikan bahwa harganya akan semakin tinggi tahun ini. Di luar rumah bordir tersebut, Rasyid tiba dan segera turun dari mobilnya. Saat pria Sholeh itu keluar dari mobil, sontak saja seluruh tatapan liar para jalang di sana langsung tertuju padanya. Tak butuh waktu lama, kini Rasyid sudah dikelilingi oleh wanita yang hanya mengenakan bikini sebagai busana mereka. "Hai tuan tampan," rayu salah satu pelacur itu sambil berusaha menyentuh tangan Rasyid. “Kau ingin bermain?” "Aku mencari seorang wanita bernama Shanum," ujar Rasyid tanpa menolehkan wajahnya. Mendengar nama Shanum, si jalang primadona, membuat para wanita jalang itu merasa kesal. "Kenapa setiap pria tampan selalu menanyakan Shanum? Dengar, Tuan, Shanum itu sebentar lagi akan menjadi bintang di acara pelacuran, dia tidak bisa disewa sekarang." "Kau harus menunggu sampai tengah malam. Satu jam lagi, pelelangan dilakukan." "Jadi, daripada kau tersiksa karena menunggunya, lebih baik kita bersenang-senang dulu," ucap wanita pelacur itu yang dengan sengaja mendekatkan dadanya ke badan Rasyid. Cpak! Satu amplop coklat berisi uang seratus ribuan ditamparkan Rasyid ke dada gadis itu. “Aku tidak butuh tubuhmu. Sekarang, pergilah!” “Cih,” desis lacur itu. … Tepat pukul 12 malam, rumah bordir tersebut terlihat telah dihiasi dengan dekorasi yang mempercantik rumah tersebut. Tidak hanya rumahnya, para wanita pelacur itu juga telah di hias dengan sangat cantik, hingga membuat mereka tak kalah indahnya dengan bulan di malam ini. Sayangnya, kecantikan para wanita itu di gunakan untuk memikat para lelaki yang akan menyewa mereka. Di dalam rumah bordir tersebut, terlihat telah tersusun banyak kursi yang mengelilingi sebuah tempat tidur yang dihiasi dengan pernak-pernik dan taburan kelopak mawar yang harum. Di tempat tidur itulah Shanum akan berpose dengan sangat anggun dan memikat, sehingga semua mata yang menatapnya akan terpesona pada saat itu juga. Setelah beberapa saat, terdengar suara gemerincing gelang kaki yang mempesona, dan semua mata segera tertuju pada Shanum yang melangkah dengan anggun. Mata para pria di sana tidak dapat berkedip saat melihat Shanum mengenakan gaun berwarna emas yang dipadu dengan selendang jaring yang menutupi wajahnya, serta perhiasan yang memperindah tubuhnya. Sambil terus menebar senyum manisnya, Shanum melangkah dengan anggun dan kemudian duduk di atas kasurnya. Senyum di bibir wanita itu segera memudar ketika dia melihat pria yang telah membuatnya merasa menjadi wanita terhina di dunia ini. Namun, wajah Shanum berubah ketika dia melihat sosok Rasyid berdiri di ujung ruangan. "Kyai? Kenapa Kyai berada di sini?" gumam Shanum sambil terus menatap ke arah Rasyid yang terus menundukkan kepalanya. “Tidak. Tidak mungkin. Dia pasti memiliki niat lain.” Ingin sekali Shanum menghujani Rasyid dengan berbagai pertanyaan, tapi semua itu terlambat karena Mami Elish lebih dulu membuka acaranya. Shanum dan beberapa wanita lacur lain berdiri di atas panggung. "Baiklah, para hadirin yang terhormat, dia adalah Shanum, wanita yang paling cantik dan memesona di rumah bordir ini." "Dia juga merupakan bintang utama di sini, sehingga tidak mengherankan jika harganya sangat tinggi. Dan, lama waktu untuk bersamanya juga akan tergantung dengan harga yang ditawarkan." "Siapapun yang bisa memberikan harga tertinggi, maka liburannya kali ini akan di temani oleh si cantik Shanum." "Dan sudah dapat dipastikan, siapapun yang bisa memberikan harga terbaiknya akan merasakan sebuah kepuasan dan kebahagiaan yang tiada tara!" "Untuk penawaran pertama, saya akan memulai dari angka seribu dollar!" ucap Mamih Elish dengan lantang dan logat bahasa Inggris yang unik. Tidak lama kemudian, terdengar suara riuh para pria bule yang mulai mengajukan penawaran dengan nilai yang jauh lebih tinggi. Namun, hal itu tidak terjadi pada Rasyid, pria itu hanya diam dengan ekspresi tenangnya. "Tiga ribu dollar!" teriak salah satu pria berambut pirang. "Tiga ribu dollar! Penawaran pertama mencapai tiga ribu dollar! Apakah ada yang bersedia menawar dengan harga yang lebih tinggi?" ujar Mamih Elish sambil memandang sekeliling. "Empat ribu!" jawab pria berbadan besar dengan kulit seputih susu. "Lima ribu!" ujar yang lainnya. "Sepuluh ribu!" teriak seorang pria yang mengenakan jas dan dianggap paling karismatik di antara yang lain. Suasana seketika menjadi hening karena para pria itu sedikit ragu untuk menawarkan harga yang lebih tinggi. Senyum di bibir pria bule berjas itu seketika timbul, saat dia merasa dialah yang akan mendapatkan wanita cantik itu. Teng! Teng! Teng! Suara lonceng yang digerakkan oleh Mamih Elish dengan penuh kegembiraan bergema ke segala penjuru ruangan. "Tawaran terakhir mencapai sepuluh ribu dollar! Apakah ada yang bersedia menawarkan harga yang lebih tinggi untuk bisa bersama wanita ini selama masa liburan?" ucap Mamih Elish sambil menunjuk ke arah Shanum. Sementara, Shanum sendiri terus memperhatikan sang kyai yang masih setia dengan kesunyiannya di kursi itu. Hingga dia lupa bahwa dia seharusnya menebar pesonanya saat ini. Merasa sudah tidak ada yang berani menawarkan harga lebih untuk Shanum, Mamih Elish pun segera mengumumkan pemenangnya. "Baiklah, jika sudah tidak ada yang berani menawarkan harga yang lebih baik, maka saya nyatakan-" "Lima puluh ribu," tiba-tiba saja Rasyid berdiri dan memberikan penawaran harga terbaiknya. “Aku akan membayarnya, malam ini juga!” Sontak saja tawaran harga dari Rasyid membuat seluruh hadirin di sana merasa terkejut, sebab harga itu bisa di bilang terlalu mahal jika hanya untuk menyewa seorang wanita pelacur selama liburan. "No! Aku pemenangnya di sini! Kau tidak boleh merebutnya dariku!" ucap pria bule sebelumnya yang merasa tidak terima dengan tindakan Rasyid. "Hah? Kau ingin gadis itu?” Rasyid menatap remeh bule di sampingnya. “Ambil saja, aku tidak masalah. Aku yakin, saldomu tidak akan bisa mengalahkan tawaranku!” “Orang Arab sialan!” desis bule itu. “Mami Elish, aku akan menawarnya…,” “Penawaran ditutup. Kita mendapat pemenang. Selamat, Tuan, Anda berhak memiliki Shanum seumur hidup. Dia adalah milik Anda selama liburan tiga bulan ini.” Mami Elish tampak bahagia karena mendapat keuntungan ratusan kali lipat dari pada harus merawat Shanum di rumah bordir. “Lihatlah, mucikari tidak akan membuang waktu untuk ratusan ribu dollar!” Rasyid mengejek bule di sampingnya. “Mentalmu tak cukup kuat untuk mengalahkan tawaranku. Sekarang, dia milikku!” Shanum sendiri hanya bisa terperangah mendengar harga yang di berikan oleh Rasyid. Ternyata, sang kyai yang sedari tadi diam berhasil menyewanya dengan satu kali tawaran harga yang cukup fantastis. "Aku tidak menyewanya, tapi aku membelinya." ucap Rasyid yang membuat senyum di bibir Mamih Elish memudar, wanita itu kini memasang ekspresi seriusnya. "Maaf tuan, ini adalah acara pelacuran bukan pelelangan wanita," ucap mamih Elish tanpa mengurangi rasa hormatnya. Rasyid hanya diam sambil mengeluarkan koper hitamberisikan uang. Lalu memperlihatkannya pada Mamih Elish. "Total jumlah uang ini adalah lima puluh ribu dollar, dan ada dua ratus ribu dollar lagi di dalam mobil asal kau memberikan Shanum sepenuhnya padaku," ucap Rasyid. “Bagaimana? dua ratus lima puluh ribu dollar untuk seorang wanita?” Melihat sejumlah uang sebesar itu membuat Mamih Elish terpana, dan tanpa ragu dia membawa Shanum mendekat ke arah Rasyid lalu berkata, "Baiklah tuan, bawalah wanita ini, aku tidak membutuhkannya lagi!” "Mih? Kau menjualku? Bukankah acara ini bertujuan untuk menyewa diriku saja?" tanya Shanum. Mata wanita itu terlihat mulai memancarkan kekecewaannya. "Ah, sudahlah! Berhenti berbicara! Kapan lagi aku bisa mendapatkan sebanyak ini? Pergilah sekarang! Dan jangan pernah kembali ke rumah bordir ini! Kamu sudah aku jual!" ujar mamih Elish dengan nada sarkastik. Mendengar ucapan Mamih Elish, tentu saja Shanum merasa sedih, dan kini tatapan tajamnya terus tertuju pada Rasyid. "Apa yang kau mau, Kyai?! Kenapa kau membuat hidupku jadi sulit?! Apa salahku padamu?!" "Kenapa kau mengganggu ketenanganku sampai-sampai aku harus diusir dari rumahku ini?!" teriak Shanum dengan penuh emosi pada pria yang sholeh itu.“Jangan menuduhku seperti itu, Rasyid. Aku ini ibumu, jaga ucapanmu itu. Kau tahu dosa besar akibat dari menyakitkan hati seorang ibu, kan?” cekat Ummi Zulaikha sambil memberikan tatapan sengitnya kepada sang anak. Mendengar itu, Rasyid pun mendengus kesal. Bukan tanpa alasan dia mencurigai sang Ummi, tapi, beberapa kejadian belakangan ini membuat rasa curiga itu tidak dapat di elakkan. “Maaf, Ummi.” ucap Rasyid pada akhirnya. Biar bagaimanapun, ucapan Ummi nya memang benar, dia bisa mendapatkan dosa besar jika dia dengan sengaja menyakiti hati Ummi nya itu. Seketika suasana di dalam mobil itu menjadi hening. Pada awalnya, Rasyid tidak menghiraukan itu. Namun, berlama-lama dengan keadaan seperti ini membuat Rasyid canggung sendiri. “Ekhem, kok nggak di lanjutin ngobrol nya?” tanya Rasyid dengan hati-hati sambil melirik ke arah spion. Di belakang sana, Ummi Zulaikha dan Zulfah langsung memberikan lirikan sinisnya. “Pikir aja sendiri. Huh!” ucap keduanya secara bersamaan lalu
Pov Author “A-aku mohon, Tuan...” mohon Shanum sambil terus menatap sendu ke arah Tuan Abrahah. Sebenarnya, Shanum tahu jika permohonannya ini sia-sia, tapi ia tidak punya pilihan. Shanum sampai melupakan pakaiannya yang sobek hingga sebagian tubuhnya terlihat. Kali ini, dia bukan lagi seorang wanita yang berusaha mempertahankan kehormatannya, atau, seorang istri yang berusaha menjaga kepercayaan sang suami. Kali ini, Shanum hanyalah seorang ibu yang ingin anak di dalam kandungannya baik-baik saja. Tuan Abrahah berjongkok. Ia menukik senyum seringainya lalu membelai lembut pipi Shanum yang bengkak. “Baiklah, Sayang. Aku akan menolongmu. Tapi nanti, setelah keponakanku mati di perutmu! Hahaha!” ucap Tuan Abrahah. Tawa jahatnya menggema di ruangan tersebut. Pria ini seolah telah berubah menjadi iblis yang tidak memiliki hati nurani. Shanum menggeleng pelan dengan ekspresi yang menyedihkan. Ia benar-benar cemas akan kandungannya, tapi sepertinya, Tuan Abrahah tidak peduli ata
Sesuai apa yang di ucapkannya semalam, Rasyid sudah siap dengan mobilnya seusai sholat subuh. Sepertinya, dia masih sedikit marah padaku perihal ucapanku semalam. Memang, setelah sentakannya semalam, dia tidak mau mendengarkan perkataanku lagi dan meminta aku untuk segera tidur.“Berhati-hatilah di jalan, Rasyid,” ucap Tuan Abrahah sambil menepuk bahu suamiku. Sungguh sandiwara yang sempurna. Ingin sekali rasanya aku meneriaki semua niat busuknya di hadapan semua orang.Tapi, aku yakin tidak akan ada yang mempercayaiku. Yang ada aku hanya akan mendapatkan cibiran dari mertuaku dan amarah yang semakin besar dari suamiku. Setelah menutup bagasi mobilnya, Rasyid berjalan menghampiriku.Aku langsung mencium punggung tangannya saat dia menyodorkan tangannya padaku. Dia memelukku cukup lama, lalu berbisik, “Maafkan aku karena semalam telah membentakmu.”Kami mengendurkan pelukan kami. Aku menatapnya lalu mengangguk pelan. Saat dia tersenyum tipis, aku pun ikut tersenyum. Rasa kesal ya
Hari-hari berlalu, sangat terasa bagiku setiap detiknya saat Tuan Abrahah tinggal di sini bersamaku. Dia gila! Tuan Abrahah sangat gila! Dia berkali-kali berusaha mencelakai aku dan kandunganku.Tuan Abrahah seringkali membasahi lantai yang akan aku pijak dengan menggunakan minyak agar aku terpeleset dan jatuh, atau, sengaja mencampurkan bahan-bahan makanan yang dapat menggugurkan kandunganku.Untunglah aku memiliki suami yang sangat perhatian padaku. Semua siasat busuk Tuan Abrahah selalu di gagalkan oleh Rasyid. Saat aku hendak terjatuh karena memijak lantai yang licin, Rasyid dengan sigap menangkapku dan memarahi para asisten rumah tangga yang dia anggap kurang teliti dalam mengeringkan lantai.Begitupun saat Rasyid mengetahui jika ada bahan makanan yang membahayakan ibu hamil di makananku. Seluruh koki yang baru di sewa oleh Rasyid setelah mengetahui kehamilanku langsung di marahi habis-habisan bahkan di pecat. Padahal, ini bukan kesalahan mereka, tapi kesalahan dari kakaknya.
“Tidak! Rasyid!” aku berteriak. Ini memang sangat nekat. Tapi, lebih baik aku di marahi Rasyid dan menjadi bulan-bulanannya Ummi Zulaikha daripada harus melayani Tuan Abrahah. Tuan Abrahah panik seketika. Ia langsung membekap mulutku saat Rasyid mulai menggedor-gedor pintu. “Shanum? Kau kah itu yang berteriak? Tolong buka pintunya, Sayang.” kata Rasyid sambil terus menggedor pintu.Aku berusaha memberontak, tapi, tenaganya sangat kuat. “Dasar pelacur gila!” umpatnya padaku dengan suara berbisik sambil menyeret diriku bersembunyi di balik bak. Kamar mandi ini memang di sediakan untuk art di rumah ini. Itulah sebabnya tidak ada bathub di sini, melainkan sebuah bak yang terbuat dari semen dan di lapisi dengan keramik.Ukuran bak ini cukup untuk menyembunyikan aku dan Tuan Abrahah. Gedoran pintu terdengar semakin keras. “Shanum, jangan membuat aku cemas, cepat buka pintunya!” teriak Rasyid dari arah luar.Tuan Abrahah sedikit mengintip sambil terus memegangiku. Dari suara yang aku de
“Apa maksudmu, Bang?” tanya Rasyid pada Tuan Abrahah. Lelaki itu mengalir pandangannya dariku. Dia tersenyum pada Rasyid. “Ah, bukan apa-apa. Aku hanya bergurau,” jawabnya. Dia memang sedang berbicara dengan Rasyid, tapi, matanya selalu mengarah kepadaku.Di ruang tamu ini, ada beberapa orang yang wajahnya sangat asing bagiku, tapi, jika di perhatikan, Tuan Abrahah terlihat mirip dengan Rasyid. Ada dua orang perempuan seusiaku dan tiga orang perempuan seusia Ummi Zulaikha, juga ada tiga orang pria di sini, tiga pria itu terlihat sudah cukup berumur.Kami pun duduk di sofa yang sudah tersedia. Aku cukup terkejut saat melihat dua perempuan seusiaku itu duduk mengapit Tuan Abrahah, lalu, melingkarkan tangan mereka di kedua lengan lelaki itu.“Shanum, perkenalkan, mereka adalah kerabat almarhum Abi mertuamu yang baru sah warga negara Indonesia satu pekan yang lalu,” ucap Ummi Zulaikha padaku. Oh, shit! Jadi, Tuan Abrahah sudah menetap selama satu pekan di sini?Aku tersenyum singkat p