Share

Bab 2. Gwencana

Penulis: Kiaria Ann
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-11 12:27:36

Bohong bila Sheyra berkata tidak masalah mengenai kepergian Kafka ke benua seberang untuk meraih impiannya. Kenyataannya, hal itu hanya terucap di bibirnya saja dan tidak dengan hatinya. Jika boleh meminta, Sheyra ingin Kafka melanjutkan studinya masih dalam tanah air saja, tidak sampai harus ke luar negeri yang jaraknya begitu jauh dari jangkauan.

Namun, ketika mendengar Kafka menceritakan segala mimpi-mimpinya yang telah laki-laki itu susun dengan sedemikian rupa, rasanya Sheyra tidak berhak untuk melarang dan mencegahnya.

Seperti Kafka yang mempunyai mimpi, begitu juga dengan Sheyra. Dia selalu bermimpi setelah lulus kuliah nanti, Sheyra ingin bekerja dan mengumpulkan uang untuk modal menikah dan bisa hidup bersama Kafka setiap harinya. Menghabiskan waktu bersama, membicarakan tentang semuanya di bawah satu atap yang sama, dan masih banyak impian-impian lainnya yang ingin Sheyra lakukan bersama Kafka.

Mungkin karena hanya Kafka, satu-satunya manusia yang bisa Sheyra jadikan sebuah rumah ternyaman nya. Laki-laki itu mampu memahami Sheyra lebih dari ayahnya sendiri. Kafka tak hanya menjadi kekasihnya, melainkan telah menjadi teman hidup Sheyra juga. Oleh karena itu, Sheyra ingin Kafka menjadi teman di seumur hidupnya dengan meresmikan hubungan menuju ke jenjang yang lebih serius.

Namun, ekspektasi manis itu terkadang tak selalu berjalan sesuai realita. Kenyataannya, hanya Sheyra yang menginginkan pernikahan itu cepat dilaksanakan sementara Kafka menginginkan mengejar mimpinya terlebih dahulu. Padahal, bukankah Kafka dan Sheyra bisa mengejar mimpi bersama setelah menikah nanti?

"Sheyra?" panggil sebuah suara yang membuat lamunan Sheyra tersentak. Bergerak, Sheyra memindai sekitar dan dia mendapati jika seluruh keluarganya telah berkumpul di meja makan. Bukan! Maksud Sheyra bukan keluarganya, melainkan keluarga papanya.

"Kamu jauh-jauh dari kost ke sini cuma mau melamun?" tanya Tante Utari, istri papanya yang tidak lain merupakan ibu tiri Sheyra.

Nada suara Tante Utari tidaklah sinis, melainkan terkesan lembut. Namun, entah mengapa Sheyra selalu menangkap nada tak suka dari ibu tirinya itu setiap kali sang Papa mengundangnya untuk melakukan makan malam bersama.

"Udah, Ma. Mungkin Sheyra memang sedang banyak pikiran," ujar sang Papa berniat menengahi perang di antara anak dan istrinya itu.

"Banyak pikiran kenapa? Dia kuliah sama ngekost juga dibayarin Papa. Hidupnya udah enak. Kurang apa coba?"

Sheyra mengepalkan telapak tangannya dengan erat dan menggigit bibirnya setelah mendengar perkataan dari ibu tirinya itu. Ada rasa sesak yang tiba-tiba menelusup masuk menuju relung kalbunya.

"Memangnya kalau keliatannya nggak punya beban, nggak boleh melamun ya, Ma?" sahut Radit, saudara tiri Sheyra dari pernikahan sang Ayah dengan Tante Utari.

"Nggak boleh lah. Ngelamunin apa emangnya?" ketus Tante Utari yang membuat Radit menggeleng pelan.

"Banyak lah. Bisa aja, Kak Sheyra lagi ngelamunin Mama karena sikap Mama selalu gitu ke Kakak."

Sheyra pun melirik ke arah Radit yang kini telah mengambil posisi duduk pada kursi yang berhadapan dengannya, yang hanya dibatasi dengan sebuah meja. Radit mengerlingkan satu matanya kemudian tersenyum manis menatap Sheyra. "Iya nggak, Kak?" tanya remaja yang baru duduk di kelas sepuluh itu sambil mengangkat satu alisnya.

Seketika, Sheyra melotot kesal yang justru membuat Radit terkekeh pelan. Adiknya itu memang senang sekali menjahilinya. Walau demikian, Sheyra tidak menjadikannya suatu masalah. Justru, dia menganggap bahwa sikap Radit itu merupakan sikap refleks sebagaimana adik menjahili kakaknya. Karena sikap Radit itulah, perasaan Sheyra yang semula tidak nyaman, berubah menjadi lebih baik saat berada di rumah 'ayah dan keluarga barunya'.

"Udah ... Udah. Kita makan dulu ya. Nanti keburu dingin." Papa menginterupsi semuanya guna menghentikan perdebatan yang selalu terjadi di meja makan itu.

Beruntung, Utari tak lagi ingin menyerang Sheyra begitu juga Radit yang akhirnya menurut pada perintah sang Papa. Makan malam pun berjalan dengan lancar sampai semuanya menandaskan makanan yang terhidang di atas meja.

Tidak berapa lama, seorang ART di rumah papanya datang untuk membereskan alat-alat makan yang kotor dan membawanya ke belakang. Setelah meja makan kembali dalam keadaan bersih dan hanya menyisakan keranjang berisi buah-buahan beraneka jenis itu, sang Papa pun berdehem, pertanda akan ada pembicaraan yang serius.

"Kamu .. acara wisudanya kapan?" tanya Papa yang tertuju pada Sheyra.

"Masih dua minggu lagi, Pa," jawab Sheyra sambil berusaha mengulas senyum tipisnya.

Sang Papa pun tampak mengangguk-angguk dengan alis yang saling bertaut, seperti sedang memikirkan sesuatu yang tidak Sheyra ketahui.

"Sepertinya, Papa nggak bisa datang di acara wisuda kamu. Nggak tau kalau Mama—"

"Aku juga nggak bisa, Pa. Sibuk," sela Tante Utari cepat.

Sheyra tersenyum getir dengan dada yang menahan sesak karena ribuan belati seperti sedang menghujam ulu hatinya. "Nggak papa, Pa. Lagian, acara gitu-gitu cuma formalitas aja. Aku juga nggak tau mau datang atau nggak. Yang penting 'kan aku udah bener-bener lulus dan menyelesaikan studiku," jawab Sheyra berusaha menguatkan dirinya sendiri.

"Baguslah. Jadi, kamu nggak buat repot keluarga."

"Ma," tegur Radit dengan suara yang pelan, mungkin agar tak terkesan membentak mamanya yang telah berbicara seenaknya saja.

Tante Utari justru membuang muka setelah sebelumnya menatap sengit ke arah Sheyra.

"Nggak papa, Kak. Nanti biar aku yang datang ke acara wisuda Kakak," ucap Radit dengan senyuman yang membuat Sheyra pun ikut tersenyum sambil menatap Radit dengan hangat.

"Nggak boleh. Kalau kamu datang ke acara itu gimana sekolah kamu?" sela Tante Utari tampak kesal dengan keputusan putranya yang sangat berseberangan dengan jalan pikiran beliau.

"Tinggal izin ke guru aja, Ma. Gampang," balas Radit tanpa beban sambil menjentikkan ibu jarinya pada telunjuk.

Hal itu membuat Tante Utari marah dan meninggalkan meja makan lebih dulu. Melihat kepergian istrinya itu, sang Papa pun menyusul hingga di meja makan itu menyisakan Sheyra dan Radit saja. "Makasih ya, Dit," ujar Sheyra terharu.

Radit mengangguk tersenyum sambil mengangkat ibu jarinya, jumawa.

"Kakak pulang dulu ya, Dit," pamit Sheyra, setelah di rasa tidak ada lagi keperluannya di sana.

"Yaah. Kenapa nggak nginep aja sih, Kak?" pinta Radit memohon, tetapi segera mendapat jawaban dari Sheyra berupa sebuah gelengan kepala.

"Kakak pergi dulu ya. Habis ini, kamu langsung tidur, jangan kebanyakan main game."

Setelah berkata demikian, Sheyra pun beranjak dari duduknya kemudian melambaikan tangan sebagai salam perpisahan atas berakhirnya perjumpaan Sheyra dengan Radit.

Ketika langkah kakinya sudah melewati gerbang rumah mewah tersebut, saat itu juga Sheyra tak mampu membendung perasaan marah dan kecewanya pada sang Papa. Dia meluapkannya dengan menangis sampai tetes demi tetes air matanya mengalir begitu deras membasahi pipi.

"Nggak papa, Shey. Nggak papa," gumam Sheyra berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Namun karena ucapan dirinya sendirilah, Sheyra merasa telah menjadi manusia yang paling menyedihkan. Dia selalu berusaha berkata 'tidak apa-apa' pada setiap hal yang berada di luar kendalinya dan hal itu semakin membuat perasaannya hancur sampai tak berbentuk.

Setelah cukup tenang, Sheyra pun mengotak-atik ponselnya untuk memesan ojek online. Dia ingin segera pulang ke kamar kost nya kemudian bisa menangis sejadi-jadinya untuk meluapkan perasaan tak nyamannya.

****

"Makasih, Pak," ucap Sheyra saat ojek yang mengantarnya telah sampai di depan pagar kostnya dan bersiap untuk pergi demi mencari penumpang baru lagi.

"Sama-sama, Mbak."

Setelah itu, Sheyra pun berbalik dan berniat untuk masuk. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara seseorang memanggil namanya.

"Sheyra!"

Ketika Sheyra menoleh ke samping kiri, dia mendapati sosok Kafka yang tengah duduk di jok motornya sambil melemparkan tatapan sendu ke arahnya. "Kafka?" gumam Sheyra yang membuat laki-laki itu tersenyum padanya.

"Harusnya, tadi kamu minta aku yang jemput," ucap Kafka sambil berjalan mendekati Sheyra yang masih terpaku di tempatnya berdiri. Dia sengaja menunggu Sheyra di depan kost,an dan ingin memastikan jika kekasihnya itu dalam keadaan baik-baik saja setelah dari rumah papanya.

Tentunya bukan tanpa sebab Kafka melakukan hal itu. Karena sepanjang yang dia tahu, 'makan malam' yang papa Sheyra adakan itu selalu membuat kekasihnya pulang dalam keadaan bersedih. Tak jarang, Kafka menemukan Sheyra dalam keadaan mata bengkak, hidung memerah, dan begitu kacau, seperti malam ini.

Tanpa Sheyra bercerita panjang lebar, Kafka sudah mengerti jika di rumah papanya, Sheyra kembali mendapatkan sesuatu yang menyakiti perasaanya.

Sheyra tersenyum ketika menemukan wajah Kafka sudah lebih dekat dari jangkauannya, sehingga dia bisa menatapnya dengan puas. Namun, sebuah sentuhan di punggung tangannya membuat Sheyra menunduk dan mendapati telapak tangan Kafka sedang bergerak menggenggam tangannya.

"Lagi sedih ya?" tebak Kafka sambil satu tangannya yang lain menyentuh pipi Sheyra.

Mendapat pertanyaan seperti itu, sontak saja membuat bibir Sheyra melengkung ke bawah dengan pandangan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Mau jalan-jalan nggak? Kebetulan, malam ini aku bawa motor," ajak Kafka berusaha menghibur kekasihnya.

Tidak sulit untuk membuat Sheyra kembali ceria. Terbukti saat Kafka selesai melontarkan tanya, perempuan itu seketika tersenyum lebar dengan matanya yang berbinar. "Mau seblak," ucapnya yang membuat Kafka terkekeh renyah.

"Oke. Malam ini kita akan kulineran."

Bersambung..

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak Jadi Istri Sahabat Kekasihku   Bab 46. Mulai mencintai

    "Pumping ASI-nya yang banyak sekalian, Shey."Mendengar itu, Sheyra pun sontak menggelengkan kepala sambil terkekeh pelan. "Aku nggak lama kok, Ma. Habis dari makam rencananya mau langsung pulang. Sekalian biar Arya bisa istirahat di rumah. Mumpung lagi hari Minggu," ujarnya menjelaskan. Bu Hanum yang sedang menimang-nimang Aksa di dekat pintu balkon kamarnya pun sontak berjalan mendekat dengan bibir beliau yang terlihat mencebik. "Lama juga nggak papa, Shey. Udah lama juga kamu nggak pergi jalan sama Arya. Soal Aksa, kamu tenang aja. Mama akan jaga cucu Mama dengan baik. Makanya, Mama suruh kamu untuk pumping ASI lebih banyak, takutnya Aksa lahap banget minumnya." Sheyra mendongak kaget. Kedua matanya pun berkedip-kedip lama dengan kondisi bibir yang terbuka. Dalam benaknya pun bertanya-tanya mengenai, hal baik apa yang sudah dia lakukan di masa lalu hingga di masa kini dia mendapatkan seorang ibu dan ayah mertua yang selayaknya orang tua kandung? "Mama ... Nggak papa aku titipin

  • Mendadak Jadi Istri Sahabat Kekasihku   Bab 45. Menawan

    Sheyra baru keluar dari kamar mandi dengan kondisi tubuh yang lebih segar. Dia masih mengenakan bathrobe untuk menutupi tubuhnya serta sebuah handuk kecil yang melilit di atas kepala, guna mengeringkan rambutnya yang basah karena baru saja keramas. Ketika melirik pada ranjang bayi, putranya itu masih terlelap. Mungkin karena pukul tiga pagi tadi Aksa terbangun dan sempat bermain sebentar dengan Arya. Setelah itu, baik Aksa maupun Arya, keduanya sama-sama kembali tidur hingga membuat keduanya belum juga bangun padahal waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit. Pandangannya pun beralih pada Arya yang masih bergelung fi bawah selimut tebalnya. Bibirnya seketika mengulas senyum manis sedangkan kakinya memutuskan berjalan mendekat dan berakhir duduk di pinggiran ranjang. "Arya? Bangun. Udah siang. Nanti kamu telat ke kantor loh," pinta Sheyra dengan suara lembutnya. Namun, hal itu tidak sedikit pun mengganggu tidur nyenyak suaminya karena dia hanya menggeliat sambil membalik

  • Mendadak Jadi Istri Sahabat Kekasihku   BB 44. Seberapa jauh

    Sudah tiga hari ini Arya masih mendiamkan Sheyra. Bahkan, selama tiga hari itu juga Arya tidur di kamar yang berbeda. Dia hanya akan masuk ke kamarnya ketika butuh mengambil pakaian ganti dan barang-barang pribadi yang dibutuhkan untuk bekerja. Atau, sesekali akan masuk ketika mendengar Aksa menangis karena Arya selalu berhasil menenangkan sang Putra dan membuatnya kembali tertidur pulas. Malam ini, Sheyra tidak akan membiarkan Arya tidur di kamar lain lagi. Dia akan berusaha untuk membujuk suaminya itu agar mau berbaikan lagi. Karena mendapati sikap Arya yang seperti itu, justru sangat tidak nyaman dan membuat Sheyra ketakutan. Entahlah. Semenjak Arya bersikap cuek dan tak peduli padanya, sejak itu juga Sheyra merasa telah kehilangan sosok yang selalu menjaganya. Namun karena hal itu juga, Sheyra menjadi sadar bahwa kehadiran Arya di sisinya yang akan selalu memberikan dukungan serta mau mendengar segala keluh kesahnya itu adalah hal yang sangat dirinya butuhkan. Dan bisa dikataka

  • Mendadak Jadi Istri Sahabat Kekasihku   Bab 43. Hanya orang luar

    Dua minggu kemudian, kondisi kesehatan Bu Diana sudah semakin membaik, dan saat Kafka berkonsultasi pada dokter mengenai kepulangan mamanya ke Indonesia, dokter pun mengizinkan. Dengan catatan, mamanya itu harus tetap meminum obat yang sudah diresepkan tanpa boleh terlambat satu jam pun. "Segera pesankan tiket, Ka. Mama udah nggak mau tinggal di negara ini lagi," pinta Bu Diana sambil menatap kosong pada pemandangan di luar jendela. Setelah kepulangan Bu Diana dari rumah sakit itu, Pak Hardy belum menemui beliau lagi yang saat ini memilih tinggal di apartemen Richelle untuk sementara waktu. Entahlah. Mengapa suaminya itu bisa melupakan dirinya dengan cepat. Padahal, Bu Diana tidak berharap demikian. Setidaknya, suaminya itu menemui beliau dan meminta maaf atas segala kesalahan serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Namun pada kenyataannya, sang Suami sepertinya benar-benar sudah melupakan cinta dan perjuangan Bu Diana selama lebih dari dua puluh tahun ini. Kafka yang menden

  • Mendadak Jadi Istri Sahabat Kekasihku   Bab 42. Marahnya Arya

    Setelah memungut buket bunga dan kotak beludru yang sudah terlanjur jatuh ke lantai, Arya pun langsung berjalan cepat meninggalkan kamar Aksa—untuk kemudian pergi dari rumah dan memutuskan untuk kembali ke kantor. Dia sudah menyempatkan waktu di saat pekerjaannya sedang menumpuk hanya demi memberikan kejutan pada Sheyra. Namun yang dia dapat setelahnya justru hanya perasaan kecewa. "Harusnya, aku nggak perlu sekecewa ini 'kan? Bukankah aku sudah tahu sejak awal lalu Sheyra memang nggak pernah cinta aku?" monolog Arya yang kemudian memukul stir mobilnya kencang sebagai bentuk pelampiasan. Berbeda halnya dengan Sheyra, perempatan itu justru malah mematung sambil memandangi ambang pintu kamar yang masih dalam kondisi terbuka. "Apa itu tadi? Apakah Arya berniat memberiku buket bunga dan..." Ucapannya tak selesai karena terlalu terkejut akan kehadiran Arya yang datang tiba-tiba, lalu pergi dengan tindakan yang sama. "Kenapa aku lihat ada kotak beludru yang jatuh?" gumamnya lagi yang k

  • Mendadak Jadi Istri Sahabat Kekasihku   Bab 41. Penyesalan?

    Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan, Bu Diana pun di vonis mengalami serangan jantung ringan. Mendengar itu, Kafka tentu saja terkejut sebab mamanya itu tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Ketika Kafka bertanya dengan lebih lanjut, dokter pun menjelaskan bahwa hal itu bisa saja terjadi mengingat usia mamanya yang semakin bertambah tua. Sehingga ketika jantungnya mengalami kejutan, maka sistem kerjanya bisa terhenti secara mendadak. Beruntung, mamanya itu lekas siuman dan dokter bisa memeriksa lebih lanjut mengenai keadaan tubuh sang Mama saat ini. Katanya, tidak ada komplikasi apapun. Hanya gejala serangan jantung biasa. Namun, dokter tetap menyarankan agar mamanya itu selalu menjaga pola hidup sehat dan kurangi aktifitas berat. "Ma?" sapa Kafka ketika dokter dan perawat yang menangani Bu Diana sudah keluar dari ruangan. "Kenapa kamu sembunyikan hal sebesar itu dari Mama?" tanya Bu Diana dengan tatapan yang kosong dan lurus ke depan. "Kafka nggak bermaksud begitu, Ma. A

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status