Setelah kejadian semalam, Jesika sama sekali belum berani menatap Antonio secara langsung. Antonio tidak marah ketika Jesika secara tidak langsung mengusir Gaby dari kamarnya, akan tetapi wajahnya yang datar membuat Jesika jadi sedikit berpikir yang aneh-aneh.“Dia tidak marah padaku, kan?” batin Jesika. dia berbaring miring memunggungi Antonio yang entah sudah tidur atau belum.Jesika sendiri mendadak susah tidur. Selain karena gelisah, di belakangnya juga sering bergerak berganti posisi membuat ranjang terasa tidak nyaman. Saat terdengar lenguhan keras dan ranjang berguncang, Jesika buru-buru menutup mata. Pria di belakangnya sudah duduk lalu menyibakkan rambutnya ke belakang.Jesika tetap dalam posisi pura-pura tidur sekalipun Antonio sudah merangkak turun. Ketika telinganya mendengar suara langkah, perlahan Jesika mengintip dari balik kelopak matanya. Antonio berdiri di sana, di dekat nakas tapi sedikit jauh dari ranjang. Jesika hanya melihat bagian samping, akan tetapi cukup jela
“Jadi kamu sudah tahu keberadaannya?” tanya pria berbadan gempal.Joseph mengangguk. “Aku sudah tahu sejak lama.”“Lalu kenapa kamu diam saja? Uang yang kamu keluarkan tidak sedikit.”“Aku tahu …” desah Joseph dengan seringaian penuh arti. “Aku hanya sedikit memberi waktu saja supaya keluarga sialan itu bertanggung jawab. Mereka pikir aku sudah melepaskannya begitu saja? Tentu saja tidak, Pa.”Seorang Wanita berambut potongan bob muncul sambil membawa nampan berisi semilan. Di belakangnya, menyusul seorang pekayan yang membawa dua gelas minuman.“Apa rencana kamu, Jo? Kamu masih berharap perempuan itu akan jadi milik kamu?”Joseph menghela nafas lalu bersandar. Dia menatap mamanya dengan senyum cekung. “Tidak juga, sih! Tapi tetap saja aku tidak mau melepaskannya.”Kedua orang tuanya saling pandang lalu sama-sama angkat bahu. Tidak ada yang berani memberi solusi atau mengatur pria keras kepala seperti Joseph. Selain karena pria itu yang menguasai rumah, tentunya karena memang dia anak
Jesika pikir tidak ada siapapun yang mengejarnya di belakang. Dia terus berjalan lurus tanpa toleh sana sini, yang pada akhirnya justru membuat kakinya salah melangkah. Ketika kepalanya terangkat, Jesika menyadari kalau dirinya malah masuk ke sebuah gang yang terlihat banyak beberapa orang tengah duduk pada setiap ruang remang-remang. Ada yang sendirian sambil menikmati sebotol minuman keras, ada juga yang tengah merokok sampai ada juga yang berada di sudut bangunan melakukan sesuatu yang jorok.“Kenapa aku ke sini?” Jesika celingukan mulai panik. Area sekitar rasanya seperti memutar membuat kepalanya pening.“Kemari kamu! kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu … Jesika?” celetuknya begitu berhasil melihat wajah dari pemilik tangan yang Joseph cengkeram.Jesika menelan ludah penuh susah payah. Jantungnya seolah berhenti berdetak saat ini juga. Pria yang ia hindari, pria yang membuatnya hancur, benar-benar ada di depan mata.“Maaf, anda siapa?” Jesika menarik tangannya dengan cepat. “Ber
Sebuah tangan kekar menyelusup masuk melaui bagian pinggang. Jemari itu merasayap meyentuh punggung yang mulus tak berbulu. Sementara satu tangan lain, tengah mencengkeram tengkuk samping, memberi penekanakan membuat ciuman lebih intens.Jesika diam membisu seperti patung. Rasa terkejut masih membuatnya terperngah beberapa saat sampai mata tidak berkedip. Bibir kenyal yang melumat bibirnya sendiri itu, belum juga berhenti hingga sesuatu yang lain mencoba mendorong untuk masuk menyapu bagian dalam mulut yang wangi.Kenapa ini? apa yang sedang terjadi?Bukankah seharusnya Jesika mengelak? Tapi nyatanya tubuh Jesika mendingin tak bisa bergarak. Saat dua tangan mencengkeram tengkuk sampai ke sisi rahang, Jesika semakin merasakan ini bukan hanya sekedar ciuman saja. Ini sudah lebih dari sekedar mengecup saja.Perlahan wajah itu menjauh. Sisa liur menempel pada bibir yang memerah membuat bibir yang tengah Antonio tatap semakin terlihat seksi. Sedikit ternganga, seperti mengundang untuk kemb
Pantat sebelah masih terasa sedikit sakit ketika tadi menbentur lantai. Jesika berdiri dengan wajah cemberut lalu naik ke atas ranjang sambil memeluk bantal. Kemana Antonio? Pria itu sudah beranjak menuju balkon saat mendapatkan panggilan telepon dari seseorang.“Di mana kamu?”“Di rumah.”“Sial! kamu tidak hadir?”Antonio bergeming beberapa saat sampai kemudian matanya melebar sambil menaikkan dada. Tampaknya Antonio lupa kalau malam ini ada acara di sekolahnya dulu.“Ya, aku datang. Tunggu sebentar …” Atonio melihat arloji di pergalangan tangan masih menunjukkan pukul Sembilan kurang lima belas menit. “Acara juga belum dimulai, kan?”Setelah panggilan selesai, Antonio berbalik badan. Dia melihat sosok Jesika sudah berbarik dibalik selimut.“Apa dia sudah tidur?” gumam Antonio.Antonio meninggalkan balkon, menutup pintu kaca dan menutup tirai barulah beranjak mendekati ranjang. Kepala Antonio miring untuk memastikan kalau Jesika benar-benar sudah tidur.Antonio menarik badannya kemba
Sampai di tempat tujuan, Jesika merasa perutnya sedikit tidak nyaman. Dia menahan buang air kecil dan sekarang harus segera tersalurkan. Begitu turun dari mobil, Jesika memasang wajah bingung dan gelisah. Reaksi itu berhasil mengundang tatapan Antonio.“Kenapa kamu?”“Eum, maaf, boleh aku pergi ke toilet sebentar?”Antonio terdiam beberapa saat dengan ekspresi yang sulit ditebak. Berikutnya dia menatap Tian lalu memberi kode untuk mengantar ke belakang sementara dirinya masuk lebih dulu.Gedung sekolah ini sangat luas, sementara acara dilakukan di gedung aula dekat dengan gedung gor. Ruangan sangat luas karena acara juga berlangsung sampai ke luar pintu. Koridor juga terlihat dihiasi lampu malam dan beberapa meja berderet di dinding menyediakan makanan dan minuman.Jesika masuk ke dalam lalu segera membuang apa yang membuat perutnya merasa tidak nyaman. Benar-benar lega rasanya. Jesika meninggalkan toilet lalu keluar untuk bercermin sebentar di dekat wastafel. Dia memandang wajahnya y
Wajah Antonio sudah dingin menatap Jesika yang masih tersnyum tipis sambil mengatur nafasnya. Rasanya lelah, tapi tarian tadi membuatnya terhibur. Sayangnya, rasa senang itu mendadak sirna ketika tatapan tajam Antonio terus menusuk. Sebuah tatapan yang berhasil menghilangkan senyum Jesika.Antonio masih belum berkata-kata, sejak dia mendengar beberapa orang memuji Jesika. setelah itu, dia menarik tangan Jesika menjauh dari sana, menuju sisi lain yang tidak terlalu ramai.Music kembali diputar berganti music DJ lagi.“Jadi Wanita itu sungguh istri Antonio?” tanya Selena pada Pamela.“Kurasa begitu.”Tidak jauh di belakang Montana mendengar percakapan itu.“Antonio sedang tidak main-main, kan? Wanita itu sungguh masih jauh dibawahku. Cih!”Di belakang, Montana tampak membuang mata jengah lalu berbalik pergi. Dia cukup dekat dengan Selena, tapi setelah Wanita itu kabur dari pernikahannya dengan Antonio, rasa dekat perlahan menjadi jauh. Apalagi dengan entenganya Wanita itu tiba-tiba munc
Antonio masih mendekap tubuh Jesika dengan begitu erat. Tidak ada suara sama sekali, melainkan hanya nafas yang berderu yang Jesika dengar. Antonio memeluk dengan wajah terbenam di dada Jesika. pipi itu menempel tanpa penghalang yang artinya menyentuh kulit Jesika.Jesika hanya duduk terdiam di tepi ranjang, bersandar pada dinding ranjang. Dia sudah menelan saliva beberapa kali merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Mungkin sedang melompat-lompat.“Jantungmu berdegup cepat sekali?”“Eum, ha?” Jesika mendadak tergagap. Dia mana tahu kalau Antonio akan bertanya hal seperti itu.Antonio kembali menempelkan pipinya pada dada Jesika yang terhalang kain tipis piama. Sejenak dia terdiam, seperti tengah mendengar lebih jelas.“Kenapa jantungmu berdegup cepat sekali?”Dasar bodoh! Kenapa harus tanya seperti itu? apa pria ini tidak mengerti bagaimana aku sedang gugup?Jesika meringis kikuk lalu menggigit bibirny. Rasanya semakin menegang sekarang. Jesika ingin segera menyingkir, tapi kedua