Share

Dipaksa Menikah.

Elsa sedang makan malam bersama dengan pimpinan dari perusahaan kosmetik ternama. Makan malam itu dilangsungkan di sebuah restoran hotel bintang lima. Acara makan malam itu untuk merayakan bergabungnya Elsa dengan perusahaan itu. Elsa resmi menjadi brand ambassador dari kosmetik itu.

"Nak Elsa, boleh saya bertanya?"

Elsa mengarahkan pandangannya ke arah pemilik perusahaan itu. Seorang wanita paruh baya yang masih nampak cantik dan energik.

"Silahkan, Nyonya Anita," sahut Elsa.

Perempuan itu menunjukan senyum ramahnya.

"Nak, Elsa ... kita sedang di luar pekerjaan. Jangan terlalu formal. Kamu bisa memanggilku 'tante'. Anggaplah saya sama seperti mendiang ibumu," ucapnya.

"Iya, Nyonya ... eh, maaf. Maksud saya, Tante."

Ada genangan air mata di mata Elsa. Mendadak ia mengingat mendingan ibunya. Elsa mengambil tisu untuk mengusap air mata di pelupuk matanya.

"Kamu baik-baik saja, El?" tanya Anita.

"Ya saya baik-baik saja. Hanya sedang mengingat ibu saya," jawab Elsa.

"Maaf, jika saya jadi membuatmu sedih," sesak Anita.

"Tidak masalah, Tante. Saya yang lagi baperan," ucap Elsa diikuti tawa kecilnya. "Oh iya, tadi Tante mau tanya apa?"

"Oh itu, saya mau tanya? Kamu cantik, muda, dan sukses ... apa kamu belum mau menikah?" tanya Anita.

"Aku belum berpikir sampai ke arah sana. Untuk saat ini, saya ingin fokus pada karir saya. Dan yang paling utama ... saya belum menemukan laki-laki yang pas di hati saya," jelas Elsa diikuti tawa kecilnya.

"Tante doakan semoga kamu cepat mendapatkan jodoh kamu," ucap Anita.

"Amiin."

Makan malam sudah selesai, Anita dan pada stafnya sudah pulang. Elsa sendiri masih berada di area restauran. Saat Elsa akan beranjak dari kursi, seseorang menghampirinya.

"Permisi, dengan Nona Elsa Maheswari?"

Elsa menoleh ke arah kanannya. Elsa melihat laki-laki memakai jas hitam berdiri di sampingnya.

"Ya, maaf Anda siapa?" tanya Elsa.

"Saya Reza. Bos saya ingin bertemu dengan Nona," jawab Reza.

"Bos? Memang siapa bos Kamu?" tanya Elsa.

"Tuan Erick Bramasta," jawab Reza.

"Erick Bramasta?" Elsa nampak berusaha mengingat-ingat tentang Erick Bramasta yang sepertinya tidak asing lagi.

"Apa bosmu adalah pengusaha muda yang katanya memiliki beberapa hotel berbintang dan pusat perbelanjaan itu?" tebak Elsa.

"Betul, Nona. Dan termasuk hotel ini?" jawab Reza.

"Wow!"

Elsa kembali duduk dengan gaya anggunnya.

"Ada urusan apa dia ingin menemuiku?" tanya Elsa.

"Bos saya ingin menawarkan sebuah kerjasama," jawab Reza.

"Kerjasama?"

"Betul, Nona."

"Kerjasama dalam bentuk apa?"

"Kalau itu hanya, bos saya yang tahu."

"Baiklah, lalu di mana bosmu itu?"

"Mari ikut saya, Nona Elsa."

Elsa melihat Reza, ada sedikit keraguan dalam diri Elsa. Haruskah, ia mengikuti orang itu?

"Mari, Nona saya akan mengantar Anda ke ruangan bos saya," ucap Reza.

"Baiklah, ayo."

Elsa beranjak dari kursi dan melangkah mengekori Reza. Elsa masuk ke dalam lift, sepertinya sebuah lift khusus. Elsa dan Reza keluar dari lift, ternyata mereka ada di puncak hotel itu.

"Di mana ruangannya?" tanya Elsa.

"Di sebelah sini, Nona," jawab Reza.

Reza membukakan pintu berwarna cokelat dengan ukiran klasik.

"Silahkan masuk, Nona!" Reza dan Elsa masuk ke dalam ruangan itu.

Elsa terperangah saat melihat betapa besar dan indahnya kamar itu. Mungkin itu adalah kamar paling mewah di hotel itu.

"Silahkan duduk, Nona. Tuan Erick sepetinya sedang mandi," ucap Reza.

Elsa tidak ingin duduk, ia terlalu terpesona dengan kamar itu. Elsa memutuskan untuk melihat-lihat kamar itu. Langkah Elsa terhenti tepat di tengah kamar itu.

Atap kamar yang transparan membuat pemandangan langit malam terlihat jelas.

Sangat indah!

"Sepertinya aku jatuh cinta pada kamar ini," gumam Elsa.

Pandangan Elsa teralihkan saat telinganya mendengar suara pintu terbuka. Mata Elsa tidak berkedip saat melihat seorang laki-laki keluar dari kamar mandi.

Elsa melihat laki-laki tampan berdiri di depan pintu kamar mandi. Rambutnya terlihat masih basah dan memakai handuk kimono berwarna hitam.

Apa dia Erick Bramasta? Ternyata dia lumayan juga.

Selama ini Elsa melihat Erick hanya dari layar tv, majalah, ataupun surat kabar. Saat Elsa melihatnya secara langsung, mata Elsa hampir tidak bisa berkedip.

Elsa tersadar dari lamunannya saat suara jentikan jari mengejutkan dirinya.

"Sudah puas memandangnya?"

Elsa terperangah saat melihat Erick dalam jarak yang begitu dekat.

Melihat Elsa termenung, Erick menunjukkan senyum sinisnya.

"Reza ...." Erick mengibaskan tangannya, memberi isyarat agar asisten pribadinya itu pergi dari kamar itu.

"Mau sampai kapan kamu berdiri di situ? Duduklah!" suruh Erick dengan dinginnya.

Elsa menyusul Erick yang sudah lebih dulu duduk di sofa.

"Kerjasama apa yang ingin Anda tawarkan padaku, Tuan?" tanya Elsa tanpa basa-basi.

Erick mengambil salah satu berkas yang ada di meja. Erick memberikannya pada Elsa dengan sedikit melemparkannya.

"Bacalah!" suruh Erick.

Elsa mulai membuka berkas itu dan mulai membacanya. Setelah selesai membacanya, Elsa menutup berkas itu dengan kasar dan menaruhnya ke atas meja dengan penuh emosi.

"Apa-apaan ini, Tuan Bramasta! Sejak kapan sebuah pernikahan adalah sebuah bentuk kerjasama?" kesal Elsa.

"Turunkan nada bicaramu, Nona Elsa!" suruh Erick dengan suara dinginnya.

"Apa-apaan ini?"

"Kita akan diuntungkan dengan pernikahan ini. Karir kamu akan semakin naik jika menikah denganku, dan kamu akan terbebas dari isu jika kamu adalah seorang pelakor," ucap Erick. "Dan aku bisa keluar dari rumah orang tuaku."

"Kenapa harus aku? Kamu bisa memilih wanita lain di luaran sana," tanya Elsa.

"Karena mataku memilihmu. Harusnya kamu bangga dengan hal itu."

"Bagaimana jika aku tetap menolaknya?" tantang Elsa.

"Dalam sekejap aku bisa menghancurkan kariermu," ancam Erick.

Elsa diam, ia tahu jika Erick bukanlah orang sembarangan. Ternyata dirinya sudah salah jalan. Langkahnya membawanya masuk ke kandang singa dan pasti Erick tidak akan membiarkan ia keluar dengan hidup-hidup.

Elsa berpikir untuk memutar otaknya dan mencari sebuah alasan untuk menolak hal itu.

Elsa berpindah tempat dan duduk tepat di sebelah Erick. Dengan gaya centilnya, Elsa mencoba merayu Erick.

Elsa bersandar pada dada bidang Erick dan menggerakkan jarinya pada bidang itu.

"Kamu yakin ingin memperistri diriku?" tanya Elsa.

Erick mengangguk, "Hanya karena sebuah alasan."

"Tapi aku tidak bisa masak."

"Tidak masalah, aku punya banyak koki handal di hotel maupun di rumahku sendiri."

"Aku hobi belanja dan jalan-jalan keluar negri."

"Aku punya banyak uang."

Huh, sombong!

Elsa kembali memutar otaknya. Ia kembali mencari cara agar bisa Erick mengurungkan niatnya.

"Kamu yakin tidak ingin mencari perempuan lain?"

Erick mencengkram tangan Elsa membuat pergerakan jari Elsa terhenti. Erick menatap mata Elsa.

"Sudah aku bilang ... aku hanya menginginkan dirimu saja," tegas Elsa.

"Tapi bagaimana jika aku mengatakan kalau aku sudah tidak perawan."

Elsa menatap lurus ke mata Erick. Elsa ingin melihat reaksi Erick.

Elsa berpikir Erick akan langsung mengusirnya dari kamar itu, tetapi tebakannya Elsa salah. Justru Erick menarik pinggang Elsa untuk mempersempit jarak di antara mereka.

"Aku tahu, aku tahu semua tentang dirimu, Elsa Maheswari."

"Lalu apa kamu pikir aku juga masih perjaka?" Erick menunjukan senyum tipis yang terkesan sedang meledek Elsa.

Elsa menaikan satu alisnya mendengar pengakuan Erick.

"Kita impas, 'kan?" ledek Erick.

Elsa mendorong dada Erick, menjauhkan tubuh laki-laki itu dari dirinya.

Elsa berdecak kesal.

Apalagi yang aku harus lakukan untuk menolak pria menyebalkan ini?

"Apa kamu sedang mencari alasan untuk mencoba menolakku?" tanya Erick.

"Ya." Elsa langsung membungkam mulutnya.

"Ck, apa kamu ini bisa membaca pikiranku?" decak Elsa.

"Jika aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan, aku tidak perlu berdebat denganmu sekarang," balas Erick.

"Menyebalkan!" umpat Elsa.

"Kamu tidak akan bisa menolaknya," ucap Erick.

"Kenapa? Kenapa aku tidak bisa menolak dirimu? Aku akan pergi sekarang juga." Elsa beranjak dari sofa. Namun, Erick menahannya.

"Tunggu!"

Erick menunjukan selembar foto. "Kamu tentu mengenal anak ini, iya, 'kan?"

"Gevan."

"Dia keponakanmu atau ...." Ucapan Erick terpotong oleh Elsa.

"Oke, aku akan menikah denganmu. Apa Anda puas, Tuan Erick Bramasta?" tekan Elsa.

"Puas sekali," balas Erick dengan senyum penuh kemenangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status