Share

Bagaikan Mimpi Buruk

Penulis: Queen Sunrise
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-14 08:32:48

"Maksud Pak Devan apa, menggoda? Itu benar-benar keterlaluan!" ucap Mazaya tidak terima. "Saya tadi nolongin Pak Devan yang hampir jatuh di lorong hotel. Tapi, Pak Devan malah buat yang--"

Ucapan Mazaya tersekat dan lidahnya terasa begitu kelu karena rasanya ia tidak sanggup lagi meneruskan kata-katanya, di mana mengingatkannya dengan lembaran ingatan semalam yang membuatnya hampir tidak bisa bernafas.

Sementara Devan menaikkan sebelah alisnya melihat sikap Mazaya saat ini yang baginya seperti sedang bersandiwara. Ia sudah bertemu dengan berbagai wanita seperti Mazaya yang tampak polos dari luar tapi nyatanya tidak demikian.

Di mana bersikap layaknya korban, tapi sebenarnya merekalah penjahat yang sebenarnya. Terlebih lagi di saat para wanita itu tahu tentang latar belakang keluarganya yang merupakan keturunan konglomerat.

"Apa kamu mau bilang kalau saya meniduri kamu dan kamu mau saya bertanggungjawab?! Kamu lupa kalau saya akan menikah sama kakak kamu," ucapnya dengan angkuh seraya memakai pakaiannya.

Bibir Mazaya berkedut sambil mengepalkan tangannya, mendengar rentetan tuduhan Devan yang benar-benar merendahkannya.

"Pak Devan pikir saya serendah itu sampai melakukan hal licik seperti yang Pak Devan itu bilang? Saya masih waras dan saya juga punya pacar dan gak mungkin mau tidur dengan sembarang cowok, apalagi calon kakak ipar saya sendiri," ucapnya dengan nada kesal. Rasa sakit di belahan intinya saat ini tidaklah seberapa dibandingkan dengan hinaan Devan kepadanya.

Mazaya semakin menatap tajam ke arah Devan saat ini. Ia memang awalnya ingin minta tanggungjawab. Tapi, apa sekarang? Pria itu malah menuduhnya seperti wanita murahan.

"Jangan bersikap polos di depan saya! Baiknya kamu keluar dari kamar saya sekarang juga atau saya adukan kamu sama ayahmu!" balas Devan yang secara tidak langsung mengelak bahwa terjadi sesuatu di antara mereka.

Mazaya semakin meradang dengan apa yang dikatakan oleh Devan. Jika tahu pria itu akan menghinanya seperti itu, ia mungkin tidak akan menuntut apapun dan akan langsung angkat kaki dari kamar tersebut sejak dari tadi.

Namun, belum sempat Mazaya membalas ucapan Devan, pria tersebut dengan wajah tidak bersalahnya masuk ke kamar mandi.

"Dosen apanya?! Aku harap 'anumu' itu gak bakalan hidup selamanya, Pak Devan," kecamnya menatap tajam ke arah pintu kamar mandi di depannya.

Mazaya dengan dada yang bergemuruh itu segera keluar dari kamar tersebut. Rasanya percuma saja meminta pertanggungjawaban dari pria seperti Devan yang begitu angkuh dan arogan. Dirinya akan menganggap malam itu seperti mimpi buruk yang harus segera dilupakannya.

Meskipun masa depannya mungkin akan lebih suram dari sebelumnya atau lebih buruknya akan hancur. Ya, tentu saja. Ia sudah memiliki kekasih dan hubungannya pun harus kandas karena dirinya yang sudah kotor dan tidak perawan lagi saat ini.

Sementara itu, Devan yang sudah selesai mandi segera memakai pakaiannya dan menyingkap selimut untuk mencari ponselnya. Tapi, di saat yang sama ia melihat bercak noda darah di atas sprei.

"Apa ini darah?" gumamnya dengan sebelah alisnya yang terangkat.

Devan masih bertanya-tanya noda apa di kamarnya itu, tidak mungkin kan noda darah perawan dari Mazaya? Jika benar, bagaimana ia bisa tidak ingat apa yang terjadi diantara mereka?

Namun, Devan saat ini tidak mempunyai cukup waktu untuk memikirkan semua pertanyaan yang berputar di kepalanya. Ia harus segera pergi ke suatu tempat.

Devan sudah berada di mobilnya , tapi pertanyaan tentang apa yang terjadi dengannya dan Mazaya kembali mengusiknya. Ia menghubungi satu-persatu teman-temannya untuk bertanya apa ada seorang wanita yang masuk ke kamarnya? Tetapi, dirinya sama sekali tidak mendapatkan jawaban yang puas. Hingga sebuah kemungkinan pun muncul dalam pikirannya.

Devan pun berpikir mungkin saja ada seseorang yang memasukkan obat di minumannya. Tapi, siapa? Ia mulai mengingat-ingat kembali apa yang terjadi kepadanya usai makan malam.

Hingga salah satu teman Devan yang kebetulan ada di hotel itu menelpon dan mengatakan melihat Devan dan seorang wanita masuk ke kamar hotel.

"Gimana, Van. Sukses?"

"Maksud kamu apa hah?!"

"Katanya sih 'anu' mu itu gak bangun-bangun. Tapi, aku lihat kamu bawa cewek ke hotel. Kalian lagi itu kan?"

"Kurang ajar!"

Devan langsung memutus panggilan tersebut dan melemparkan ponselnya di atas kursi mobilnya saat ini.

"Sialan! Gimana aku bisa bawa Mazaya ke kamar?"

Devan kesal sekaligus marah karena bisa-bisanya temannya itu mengatakan tentang miliknya yang tidak bangun dan menudingnya berhubungan dengan Mazaya. Meskipun pada kenyataannya ia sengaja menyebarkan rumor tentang dirinya yang 'impoten'.

Itu semata-mata dilakukan agar fokus dengan pekerjaan dan tidak ada yang mengganggunya. Selain itu masalahnya di kampus tidak ada yang tahu jika dirinya sudah dijodohkan dengan kakaknya Mazaya.

Devan segera melajukan kendaraan roda empat yang dikemudikannya itu dan entah akan pergi kemana.

Sementara itu di tempat lain.

Mazaya sendiri sudah berada di dalam taksi, lalu memilih untuk pulang ke rumah untuk menenangkan hati dan pikirannya.

Akan tetapi, pada akhirnya Mazaya memilih untuk tidak pulang dan akan menemui sang kekasih di apartemennya. Setidaknya hubungan mereka harus berakhir dengan cara yang baik. Meskipun ia yakin sang kekasih tidak akan terima dengan keputusannya yang mendadak untuk putus.

'Apa aku harus bicara jujur aja kalau udah tidur sama cowok lain? Apa iya harus bilang cowok itu Pak Devan?''

Mazaya bermonolog di dalam hatinya. Menebak-nebak dan berperang batin, apakah mungkin sang kekasih bisa menerima keadaannya yang sudah tidak perawan lagi?

'Ah, enggak! Aku gak boleh egois seperti ini. Aku udah kotor dan gak pantas lagi buat dia 'kan ....'

Mazaya pun memantapkan hatinya untuk menemui sang kekasih dan akan mengakhiri hubungan mereka. Siap atau tidak, ia harus melakukannya hari itu juga.

Tidak sampai satu jam, Mazaya tiba di sebuah apartemen mewah .

Kemudian Mazaya menuju ke apartemen kekasihnya. Tapi, begitu sampai ia malah berdiri cukup lama di depan pintu apartemen sang kekasih. Dirinya merasa ragu untuk masuk dan tidak punya cukup banyak keberanian untuk menyatakan putus. Hingga pada akhirnya tangannya pun menekan tombol sandi yang ada di sisi pintu.

Mazaya memang sudah mengetahui kata sandi tempat tinggal kekasihnya tersebut, lalu masuk layaknya tempat tinggalnya sendiri. Ia memang tidak mengabari akan datang karena yakin sang kekasih berada di apartemennya karena itu hari Minggu.

Baru beberapa langkah kakinya memasuki apartemen tersebut, ia mendengar suara desahan wanita dari kamar sang kekasih.

"Su-suara siapa itu?"

Mazaya bergumam lalu dengan langkah hati-hati menghampiri pintu kamar yang tidak tertutup rapat itu. Ia pun mengintip apa sebenarnya yang terjadi di dalam sana.

'I-itu kan?'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mengandung Anak Pak Dosen    Chapter 89.

    "Mas, kita harus bagaimana menghadapi Patricia? Pasti dia akan cari cara buat bisa nikah sama Mas Devan. Selain itu juga aku khawatir Askara sekolah dengan guru TK seperti dia."Mazaya mengeluarkan uneg-uneg yang ada di kepalanya saat ini, di saat minum teh di balkon kamar karena hari itu waktu libur kerja mereka.Devan menghela nafasnya panjang. Ia pun sama gelisah dan khawatir seperti Mazaya. Tapi, ia tidak akan tinggal diam saja. Itu karena dirinya sudah diam-diam menyewa detektif swasta untuk mengikuti dan mengawasi PatriciaDan siapa sangka usaha Devan itu membuahkan hasil. Di mana Patricia pada akhirnya ditangkap, hingga kabar tentang penangkapannya segera menyebar luas.Ternyata Patricia selama ini menjadi duri bagi Devan dan Mazaya itu telah melakukan penipuan kepada beberapa orang, hingga akhirnya aparat kepolisian berhasil menangkapnya karena laporan beberapa korbannya. Di balik jeruji besi, Patricia harus merasakan kepedihan hati dan penyesalan.Devan dan Mazaya yang menden

  • Mengandung Anak Pak Dosen    Chapter. 88

    "Apa ini sebenarnya? Sejak kapan aku menulis ini semua?"Devan membaca surat perjanjian yang ada di tangannya dengan perasaan tidak percaya. Kata-kata dalam surat tersebut terasa seperti cambuk yang menghantam hatinya. Semakin ia membaca, semakin sulit baginya untuk menahan ketakutan yang melanda dirinya, menyadari bahwa isinya bisa menyeretnya ke dalam jeruji besi penjara. Meskipun begitu dirinya tidak menunjukkan langsung bagaimana raut wajahnya saat ini di depan Patricia.Sementara itu, di sudut ruangan tersebut, Patricia menatap Devan dengan senyuman licik yang tersungging di bibirnya. Ia menikmati melihat bagaimana raut wajah Devan berubah-ubah, mulai dari penasaran, kemarahan, hingga ketakutan yang tergambar jelas. Matanya terus mengikuti gerak-gerik Devan, seakan ingin memastikan bahwa pria itu benar-benar merasa terpojok.Tangan Devan bergetar saat dirinya mencoba menahan amarah yang membara. Ia menggenggam surat perjanjian itu dengan erat, seolah mencoba menemukan kekuatan u

  • Mengandung Anak Pak Dosen    Chapter 87.

    "Bercerai? Apa aku gak salah dengar, Mas? Bukannya dia waktu itu ngotot dan gak mau pisah sama kamu?"Mazaya hampir saja tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Devan, mengenai permintaan Nasuha yang ingin berpisah. Padahal jelas-jelas semalam kakak angkatnya itu dengan tegas mengatakan tidak mau bercerai apapun alasannya"Bukannya kamu senang kalau dia minta bercerai? Itu kan yang kamu mau, Yaya?" Devan balik bertanya."Iya sih, Mas. Tapi, kok aku ngerasa ada yang aneh aja. Kenapa dia tiba-tiba minta pisah gitu aja. Apa Mas Devan gak ngerasa curiga apapun gitu," ungkap Mazaya yang merasa harus waspada untuk hal-hal yang tidak diinginkan."Aku juga sama, makanya aku ingin menemuinya langsung dan mungkin saja ada hal yang bisa ketahui nanti," ungkap Devan yang saat ini memiliki pikiran yang sama dengan istrinya tersebut.Mazaya manggut-manggut tanda mengerti apa yang dikatakan oleh Devan."Memang harus seperti itu, Mas. Syukur-syukur kalau dia memiliki niatnya untuk berubah, ta

  • Mengandung Anak Pak Dosen    Chapter 86.

    "Ini maksudnya apa ya? Saya calon istri dari mana, Pak? Pak Malvin jangan seenaknya gitu dong! Saya gak terima diperlakukan seperti ini!"Melinda langsung melayangkan protes kepada Malvin karena pria tersebut malah bersikap seenaknya, mengatakan dirinya itu adalah calon istri dari pria tersebut. Terlebih lagi dirinya sudah mempunyai kekasih dan apa jadinya sampai menimbulkan kesalahpahaman nantinya.Malvin nyatanya tanpa sadar mengatakan hal tersebut sebagai refleknya agar mantan tunangannya itu menjaga sikap. Ia sama sekali tidak memikirkan bagaimana tanggapan Melinda akibat perbuatannya tersebut."Maaf, tadi aku salah bicara, Linda. Aku tidak bermaksud lain," ucapnya yang tidak ingin memperpanjang masalah yang ada di depan matanya saat ini. Belum sempat Melinda menanggapi ucapan Malvin, tapi pria tersebut malah bergegas pergi dengan membawa Vivian dari hadapan mereka."Kita harus bicara di tempat lain, Vivian?!" Malvin dengan nada tegas."Oke, ayo," jawab Vivian yang memang ingin

  • Mengandung Anak Pak Dosen    Chapter 85.

    Tiga puluh menit sebelumnya.Patricia, yang mengenakan pakaian serba hitam dan berkacamata gelap, melirik Mazaya dengan tatapan tajam. Ia berjalan mendekati Mazaya dan Devan dengan langkah pasti dan pura-pura bertanya, "Permisi, apakah anda tahu dimana toilet di tempat ini?" Patricia pura-pura tersenyum ramah pada Mazaya.Mazaya menoleh, awalnya tersenyum ramah sambil menjawab, "Oh, itu tinggal mengikuti jalur ini saja, Mbak pasti akan sampai di sana."Namun, tidak lama setelah itu raut wajah Mazaya berubah dingin, dan ia mulai berbicara dengan nada lebih tegas."Sebenarnya, apa mau kamu di sini, Mbak?" tanya Mazaya dengan curiga dan setengah berbisik.Devan pun ingin mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh istrinya tersebut. Tapi, ia harus bertemu dengan beberapa kliennya yang datang ke acara tersebut."Sayang, aku ke sana dulu sebentar. Gak apa-apa kan?" tanyanya memastikan terlebih dahulu."Iya, Mas," jawab Mazaya. Ia lebih dari mampu menghadapi Patricia seorang diri

  • Mengandung Anak Pak Dosen    Chapter 84

    "Om aku mau es krim yang rasa blueberry. Yang ukurannya besar ya. Terus nanti beli popcorn juga."Askara tampak membuat Malvin dibuat pusing tujuh keliling dengan permintaan bocah laki-laki tersebut yang ternyata begitu banyak ini dan itunya.Berbanding terbalik dengan Melinda saat ini, ia malah senang dengan kata-kata yang keluar dari wajah menggemaskan bocah laki-laki di depan itu dan sama sekali tidak menunjukkan lewat wajah kekesalan atau merasa dibuat pusing dengan tingkah Askara saat ini. Seakan wanita tersebut sudah terbiasa menghadapi yang namanya anak kecil."Hmm, boleh. Boleh banget Aska mau es krim, popcorn atau permen dan bahkan coklat. Tapi ada satu syarat yang harus dilakukan sama Aska," ucapnya yang bernegosiasi dengan Askara saat ini."Apa syaratnya, Tante?" Askara langsung menanggapi ucapan Melinda dan tampak begitu antusias.Dan Melinda pun tak kalah antusiasnya saat ini. "Hmm, syaratnya mudah kok. Askara harus mau makan makanan berat dulu sebelum makan eskrim, mau

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status