Share

Part 3 : Berita Duka

                                                      

Sesuai permintaan Fero, Sinta tidak ingin terlambat untuk datang ke sungai. Karena ia tidak mau Fero mencari-cari alasan untuk tidak memberikan kalung yang sangat berharga baginya itu. Jalan setapak demi setapak ia lalui, karena dini hari usai hujan, kini jalan yang ia lewati itu sedikit licin, dengan sangat berhati-hati sekali ia melangkahkan kakinya. Beberapa saat kemudian sampai jualah ia di tepi sungai.

"Masih sepi, tidak ada seorang pun di sini." bisik sinta dalam hati, sambil mengamati keadaan di sekelilingnya.

"Dia datang apa tidak ya?, jangan-jangan dia hanya ingin mempermainkan aku saja?!" imbuhnya.

Tiba-tiba datang seekor kupu-kupu hinggap di atas bunga-bunga yang berada tepat di depannya. Iapun menghampiri kupu-kupu tersebut, kemudian diletakkannya di atas jari-jari tangannya.

"Wooowww...!, cantik sekali kupu-kupu ini !" ujarnya sambil tersenyum.

"Benar sekali kupu-kupunya memang cantik seperti kamu!" sahut Fero yang tiba- tiba sudah berdiri di belakangnya. Sontak Sintapun menoleh, tanpa Sinta sadari ternyata wajah Fero berada persis di belakangnya hingga akhirnya mereka bertatap muka dengan begitu dekat.

"Kamu tahu apa perbedaan kamu dengan kupu-kupu ini?" tanya Fero

"Jelas sekali kami berbeda!" jawab Sinta asal, sambil melepaskan kupu-kupu tersebut dari jari tangannya.

"Bedanya adalah kupu-kupu itu selalu hinggap di atas bunga-bunga, sedangkan kamu, aku percaya sepenuhnya bahwa kamu akan selalu hinggap dalam hatiku!" sahut Fero ngegombal.

"Hemmm puuufftttt....!" Sinta tidak mampu lagi menahan tawanya kali ini.

"Loh apa ada yang lucu?, apa kamu tidak percaya dengan kata-kataku?"

"Selain pandai berbohong ternyata kamu juga pandai ngegombal."

"Ha..ha..ha...!, sejak pertama kali aku bertemu denganmu, baru kali ini aku melihat tawa indah di wajahmu itu, kamu itu sangat cantik, tapi lebih cantik lagi bila sedang tersenyum dan tertawa seperti ini!"

"Simpan saja pujian itu untuk gadis lain, aku sudah tidak percaya lagi dengan janji manis seseorang yang tidak menepati janjinya!"

Mendengar kata-kata Sinta, Fero pun menarik tangan Sinta hingga kedua tangannya terperangkap di dada Fero.

"Aku mohon percayalah kepadaku!" bisik Fero tepat di telinga kanan Sinta.

"Kamu mengajak bertemu di sini untuk mengembalikan kalungku kan?"

"Ini yang terakhir kalinya, aku benar-benar tidak membohongimu, karena aku tidak ingin terlambat bertemu denganmu, jadinya aku terburu-buru ke sini, sehingga kalungmu itu tertinggal di meja kamarku."

"Haaaa..., lupa ?!, yang benar saja, lihatlah...!, kamu sendiri yang bilang bahwa aku harus percaya dengan ucapanmu, tapi baru beberapa menit kamu sudah .......," Sinta tidak dapat melanjutkan kata-katanya lagi karena Fero menutup bibir Sinta dengan jari telunjuknya.

"Sssssttttt...!, cobalah lihat mataku lebih dekat lagi, sebuah kejujuran seseorang itu bisa dilihat dari matanya!" ucap Fero yang sedang berusaha untuk meyakinkan Sinta,

Seperti sedang terhipnotis Sinta menuruti perkataan Fero, ia pun melihat kedua mata Fero dengan seksama. Fero mengayunkan langkahnya maju mendekati Sinta, sedang Sinta yang menyadari hal itu berjalan mundur untuk menjauhi Fero, satu langkah, dua, langkah, tiga langkah dan ....,

"Byuurrr.....!"

Karena berjalan mundur, Sinta lupa kalau di belakangnya adalah sungai dan akhirnya dia tercebur ke dalamnya. Refleks nafasnya terengah-engah. Mengetahui hal itu Fero ikut menceburkan diri ke dalam sungai, lalu diangkatnya tubuh Sinta berjalan menuju pohon beringin yang teduh dan rindang, kemudian diletakkannya Sinta di atas akar besar yang menjalar.

"Kamu tidak apa- apakan?" Tanya Fero cemas. 

"Aku..., aku tidak apa- apa!" jawab Sinta sambil mengatur nafasnya yang masih ngos-ngosan.

"Syukurlah kalau tidak apa-apa, aku benar-benar cemas." Sahut Fero lirih, sambil menyingkap rambut yang menutupi wajah Sinta dengan perlahan, kemudian diraihlah janggut Sinta dan dixxxx bibir Sinta dengan lembut, sontak jantung Sinta berdetak kencang dan spontan kedua matanya terbelalak karena kaget.

"Betapa bodohnya aku, mengapa aku membiarkan dia mexxxxx bibirku." bisik Sinta dalam hati.

"Maafkan aku!, aku tidak bermaksud kurang ajar kepadamu, Sinta aku...,"

"Aku harus pergi!" sahut Sinta memotong perkataan Fero dan mendorongnya untuk menjauh, kemudian Sinta berlari meninggalkan Fero seorang diri di bawah pohon beringin yang sangat rindang itu.

***

Malam itu Sinta berusaha memejamkan matanya, namun rasa kantuk belum juga menghampirinya sedikitpun. Ia rebahkan tubuhnya miring ke kiri, miring ke kanan, lalu duduk bersila memeluk bantal. Teringat jelas di benaknya kejadian pagi tadi di sungai. Pelan pelan disentuhlah bibirnya itu dengan jari-jari tangannya.

"Ciuman tadi pagi adalah ciuman pertama dalam hidupku." ucapnya lirih.

"Deg..deg...deg...!" seketika itu pula jantung Sinta berdegup kencang.

"Ya Allah apa yang terjadi dengan ku?, perasaan aneh apakah ini?" bisiknya lirih .

****

Hari demi hari silih berganti, beberapa Bulan pun berlalu, karena kondisi Bu Lina kian hari semakin menurun Sinta dan Sarah memutuskan untuk membawa ibunya ke rumah sakit. Setibanya di rumah sakit Bu Lina langsung dibawa ke IGD. di sana Bu Lina mendapatkan perawatan secara intensif. Di ruang IGD hanya satu orang anggota keluarga saja yang diperbolehkan mendampingi, setelah 2 jam lamanya di IGD akhirnya Bu Lina dipindahkan ke ruang ICU, di situ Sinta dan Sarah hanya bisa menunggu ibunya dari luar ruangan, Sinta sangat menyayangi Bu Lina, karena meskipun Sinta yang secara garis keturunan adalah anak dari Adik perempuannya ( keponakan ), akan tetapi Bu Lina sangat menyanyangi Sinta sama seperti menyayangi anak kandungnya sendiri. Bu Lina tidak pernah membeda-bedakan antara Sarah dan Sinta, Sedangkan Ayah dan Ibu kandung Sinta telah meninggal saat Sinta masih berumur 3 tahun dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang. Dari peristiwa itulah kemudian Bu Lina dan Almarhum suaminya mengurus proses hak asuh Sinta, meski harus melalui proses yang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama, sampai pada akhirnya proses tersebut selesai kemudian mereka memasukkan nama Sinta dalam  Kartu Keluarga ( KK ).

 ***

Sudah 3 hari Bu lina dirawat di Rumah Sakit, kondisi Bu Lina bahkan semakin menurun, Sarah dan Sinta tetap menunggu ibunya meski hal tersebut hanya bisa mereka lakukan dari luar ruangan, akan tetapi mereka secara bergantian memantau perkembangan ibunya dengan berkomunikasi lewat perawat. Sementara itu pula Fero memberikan dukungan moril kepada Sinta dengan menemani di rumah sakit meski tidak full 24 jam, jikalau ada urusan Perusahaan yang tidak bisa ditinggal barulah Fero tanya kabar Bu Lina via telfon kepada Sinta. Hingga menjelang siang hari, Perawat memanggil Sarah dan juga Sinta,

"Kondisi ibu anda semakin menurun, saat ini dokter dan beberapa perawat yang lain sedang menangani beliau, saya harap anda tetap tenang dan menunggu kabar perkembangan beliau dari sini!" Setelah perawat tersebut berlalu pergi, beberapa saat kemudian seorang dokter keluar dari ruangan ICU.

"Di mana anggota keluarga Bu Lina?"

"Saya Dok!" Sarah dan Sinta menjawab pertanyaan dokter tersebut bersamaan.

"Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, segala upaya sudah kami lakukan, namun Allah berkehendak lain, ibu anda sudah meninggal dunia baru saja pada pukul 11.01 WIB."

"Iiibbuuuuu....!" sontak Sarah dan Sinta berlari meninggalkan dokter menuju pintu masuk ruang ICU, di situ mereka melihat para perawat sedang melepas semua peralatan infus dan selang oksigen. Sarah dan Sinta sudah tidak bisa lagi membendung air mata yang mengucur deras. Kemudian salah seorang perawat menyarankan kepada mereka untuk mengurus administrasi pemulangan jenazah. Mendengar kabar meninggalnya Bu Lina dari Sinta, maka Fero menginstruksikan beberapa anak buahnya untuk mengurus Administrasi rumah sakit dan prosesi pemakaman termasuk memanggil seorang Ustad dan juga mencarikan beberapa orang untuk menggali makam. Ibu-ibu yang jarak rumahnya dekat juga membantu Sarah dan Sinta memandikan serta mengkafani jenazah. Para tetangga pun mulai berdatangan, ada yang membantu mengangkat meja dan kursi ke halaman samping rumah, ada yang membantu memasak di dapur, ada yang menggelar tikar di ruang tamu dan teras. semua tetangga memiliki perannya masing-masing. Maklum saja, semasa hidup Bu Lina dikenal sangat baik, ramah dan suka menolong, terutama jika ada tetangga yang kesusahan ataupun tertimpa musibah, Almarhumah tidak akan segan-segan mengulurkan tangannya membantu tanpa pamrih.

 

*******

Seminggu sudah Bu Lina telah berpulang, Sinta begitu sedih, ia merasa sangat kesepian, karena memang ia mengajukan cuti kuliah sementara saat Bu Lina mulai sakit-sakitan. Sinta lebih banyak di rumah menemani hari-hari ibunya. Sebenarnya Bu Lina keberatan bila Sinta sampai harus cuti kuliah, tapi Sinta tetap bersikeras, karena terkadang ia harus menemani ibunya pergi ke Rumah Sakit, membantu pekerjaan rumah, menjaga toko, juga berbelanja barang-barang yang dijual di toko. Namun setelah 7 hari kepergian Bu Lina, keesokan harinya Sinta sudah memberikan surat permohonan aktif kembali kuliah kepada Dekan dan Rektor. Puji Syukur Alhamdulillah Dekan juga sudah memberikan surat ijin aktif kembali kuliah kepada Sinta, maka hari ini pun ia harus bersiap-siap untuk pergi ke kampus.

Sinta bangun pagi-pagi sekali memasak dan menyiapkan sarapan. Setelah semua masakannya matang ia hidangkan semuanya ke meja makan, kemudian Sinta mandi dan berganti pakaian, lalu lanjut ke meja makan kembali untuk sarapan pagi. Dengan agak terburu-buru Sinta pun menyantap menu yang ada di hadapannya itu, tak lama berselang, Sarah pun ikut bergabung di meja makan.

"Apa menu sarapan kita pagi ini?" tanya Sarah

"Ini ada sayur sop, udang goreng tepung, tempe goreng tepung, dan perkedel kentang."

"Kok rapi sekali kamu hari ini?, apa kamu mau ke kampus?"

"Iya Kak aku ada kuliah pagi hari ini, karena sarapanku sudah selesai aku harus cepat-cepat berangkat, aku takut terlambat kak, sudah ya!, jangan lupa kunci pintunya!"

"Iya..iya...!, cepat kamu berangkat sana!"

Rupanya seorang tukang ojek sudah menunggu Sinta di depan rumah.

Jarak kampus dan rumah Sinta memang terbilang jauh, membutuhkan waktu kurang lebih satu jam untuk sampai di kampus. Karena tukang ojek tersebut sudah langganan, ditambah beliau adalah tetangga, jadinya Sinta membayar jasa beliau jauh lebih murah dari tukang ojek lainnya. Untungnya lalu lintas lancar, 50 menit kemudian Sinta sudah sampai di depan kampus. Di pintu gerbang ia bertemu dengan salah seorang temannya.

"Hai apa kabar ?" sapa Erna.

"Alhamdulillah kabar baik, kamu sendiri gimana kabar?" tanya Sinta balik

"Aku juga baik, oh ya aku turut berduka cita ya atas meninggalnya ibu kamu!"

"Iya terima kasih ...!"

"Ayo cepat sekarang jamnya pak Leon, jangan sampai kita terlambat!" ajak Erna

"Oke..oke...!" sahut Sinta

Beberapa menit kemudian Sinta telah tiba di ruangan kuliahnya. Baru saja ia duduk di kursi, namun tak lama kemudian pak Leon masuk ke dalam ruangan.

"Selamat pagi semuanya!" sapa Pak Leon kepada semua Mahasiswa dan Mahasiswi di ruangan itu.

"Selamat pagi pak!" jawab mereka.

"Ssstttt.... ini Dosen mirip artis ya?, sudah gagah, tinggi, ganteng, putih, hidungnya mancung pula, makin semangat aja jadinya ikut mata kuliahnya, bener nggak?" bisik Erna

"Husss, nanti kedengaran orangnya, diam jangan berisik, ah !" sahut Sinta.

Sementara itu Pak Leon menerangkan materi kuliah secera detail dan jelas. Tidak bisa dipungkiri bila Pak Leon adalah salah satu Dosen yang diidolakan di kampus Brata Jaya Atmaja  yang di singkat dengan kampus BJA. Saat jam kuliah Pak Leon telah selesai, Sinta mencari buku tulisnya yang berisi materi yang disampaikan oleh pak Leon barusan.

"Sin... aku duluan ya!, karena aku ada janji dengan kakakku, kalau gak on time bisa kena damprat aku!" pamit Erna

"Iya.. iya...!" jawab Sinta sambil mengambil  isi tasnya kemudian meletakkannya di atas meja kemudian mengeluarkan semua isi tasnya untuk mencari buku catatannya.

Melihat salah seorang mahasiswinya seorang diri di kelas seperti kehilangan sesuatu, Leon pun menghampiri Sinta.

"Kenapa belum pulang?, apa yang sedang kamu cari ?" tanya Leon

"Eh maaf Pak, saya sedang mencari buku catatan saya." jawab Sinta

Mendengar jawaban dari mahasiswinya itu, membuat Leon juga ikut mencarikan buku yang dimaksud. Setelah bola matanya menyisir ke kolong meja dan kursi, akhirnya Leon menemukan sebuah buku tulis yang berada persis di kolong kursi yang duduki Sinta saat ini, kemudian diambilnya buku tersebut.

"Apakah kamu mencari ini?" ucap leon sambil memberikan sebuah buku kepada Sinta.

"Iya benar Pak, ini buku yang saya cari."

"Saya tidak pernah melihat wajah kamu sebelumnya, apa kamu baru pertama kali ikut mata kuliah saya?"

"Sebenarnya ini bukan yang pertama kali Pak, akan tetapi sejak ibu saya sakit-sakitan memang saya mengajukan ijin cuti kuliah."

"Lantas bagaimana keadaan ibu kamu sekarang?, apa sudah sehat-sehat saja?"

"Ibu saya sudah meninggal 8 hari yang lalu pak!" jawab Sinta, Sontak matanya pun berkaca- kaca.

"Saya minta maaf, saya tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan kamu?"

"Tidak pak, kalau membicarakan ibu saya memang saya agak sensitif. Mendengar nama Almarhumah saja saya rasanya ingin menangis."

"Insyaa Allah ibumu sudah tenang di Alam sana, sekarang tinggal tugas kamu untuk mengikuti kuliah dengan sebaik-baiknya!, bukankan kamu sudah ketingalan satu semester jadi kamu harus mengejar ketertinggalanmu itu!"

"Baik pak terima kasih atas masukannya!, saya akan berusaha mengejar ketertinggalan tersebut dengan sebaik-baiknya!" jawab Sinta yakin.

"Untuk mata kuliah saya yaitu Psikologi Pendidikan, maka saya akan memberikan jam tambahan untuk kamu, jadi pada saat saya selesai mengajar saya akan memberitahu kamu, bagaimana?"

"Baik pak, saya mohon maaf sebelumnya, jika kedepannya saya akan sering sekali menyita waktu Bapak!"

"Tidak apa-apa justru saya lebih suka jika semua mahasiswi memiliki semangat belajar yang tinggi seperti kamu."

"Iya Pak terima kasih banyak, kalau begitu saya undur diri dulu!" pamit Sinta.

"Baik silahkan!" jawab Leon.

Setelah Sinta keluar ruangan, segera Sinta menuruni anak tangga untuk turun ke lantai satu kemudian menuju ke jalan raya yang terletak persis di depan kampus. Sinta bermaksud naik kendaraan umum, biarpun sedikit terlambat ketika sampai di rumah bila dibandingkan dengan naik ojek, itu tidak masalah baginya, yang penting ia bisa sampai di rumah dengan aman dan selamat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status