Share

Part 4 : Mengenal Lebih Dalam

Sebuah mobil warna hitam mengkilat meluncur lirih ke arah Sinta, kemudian berhenti tepat di depannya. Pintu mobil tersebut pun terbuka, lalu keluarlah sosok pemuda gagah yang mengenakan setelan jas hitam dengan memakai sebuah kaca mata hitam berjalan mendatangi Sinta, sedangkan Sinta acuh tak acuh dengan kehadiran pemuda tersebut karena merasa tidak mengenalnya. Karena jengkel dengan perlakuan Sinta yang tidak merespon kehadirannya, pemuda tersebut membuka kaca matanya. Terlihatlah jelas wajahnya yang tampan, putih, dengan brewok tipis di wajahnya. Sinta dibuat kaget, Ia tak percaya bahwa Fero sedang berdiri di hadapannya saat ini.

"Fero....!, apa yang sedang kamu lakukan di sini?"

"Coba tebak apa yang akan aku lakukan?"

"Bagaimana aku tau?" jawab Sinta sambil mengangkat kedua pundak dan tangannya sebagai isyarat kalau ia benar-benar tidak tahu.

"Aku mau menculik kamu agar kamu mau menjadi kekasihku!" jawab Fero sambil menarik tangan Sinta untuk masuk ke dalam mobil, dan setelah Sinta ditarik masuk ke dalam mobil, pintu mobil tersebut tertutup secara otomatis dengan menggunakan remote control yang dipegang oleh Fero.

"Kamu akan membawaku ke mana Fero?" tanya Sinta penasaran

"Aku akan membawamu pergi ke suatu tempat, kamu akan tahu setelah kita sampai di sana!"

"Ayolah Fero kamu akan membawaku kemana?"

"Sssssttttt....!, diam dan duduk manis di sini atau aku akan menxxxxmu biar sopir melihatnya secara live!"

Karena takut dengan ancaman Fero, tidak ada pilihan lain bagi Sinta selain menuruti kata-katanya. Sekitar 45 menit akhirnya mereka sampai di sebuah Perusahaan, di mana pada pintu gerbang telah berdiri beberapa security memberikan hormat dengan menundukkan kepala ketika mobil Fero melintas di depan mereka. Setelah tiba di lobi perusahaan, mobil pun berhenti kemudian pintunya terbuka. Fero menggandeng tangan Sinta untuk turun. karena malu ada beberapa orang memakai seragam yang sama hilir mudik di depan lobi, Sinta meminta Fero untuk melepaskan genggaman tangannya. Sambil tersenyum penuh misteri Fero melepaskan tangan Sinta. Setiap orang yang berpapasan dengan Fero semua memberi hormat. Sinta mengikuti Fero dari belakang, tak berapa lama kemudian sampailah mereka di depan sebuah ruangan yang bertuliskan : CEO's Office

"Haaaa....Jadi Fero adalah CEO perusahaan ini?!" tanya Sinta dalam hati,

"Pantas saja setiap orang yang berpapasan dengan kami barusan semuanya memberi hormat." imbuhnya pula.

Sesampainya di dalam ruangan CEO, nampak sekali terlihat semuanya tertata rapi, lantainya bersih mengkilap dan ruangannya pun cukup luas. Kemudian Fero mempersilahkan Sinta untuk menunggunya di sofa.

"Tok..tok..tok...!" Seseorang mengetuk pintu dari luar ruangan.

"Masuk....!" sahut Fero dengan nada sedang,

"Dewi, hari ini kosongkan schedule, karena saya ada keperluan!" imbuh Fero. 

"Baik Pak...!, dan ini dari Departemen Pemasaran minta berkasnya untuk di tanda tangani Pak..!" jawab Dewi sambil memberikan beberapa lembar berkas yang dibawanya itu kepada Fero. Setelah membacanya dengan teliti Fero pun menandatangani berkas tersebut.

"Oh ya, tolong bawakan soft drink dan cemilan ke sini ya!"

"Baik Pak!"

Tak lama kemudian Dewi membawakan beberapa soft drink dan cemilan yang ia letakkan di atas baki untuk diberikan kepada Sinta.

"Terima kasih mbak!" ucap Sinta kepada  Dewi.

"Sama-sama nona !" jawab Dewi seraya menundukkan kepala dan tersenyum. 

Setelah Dewi berlalu pergi dari ruangan, Fero beranjak dari meja kerjanya untuk pindah tempat duduk, persis di depan Sinta.

"Fero...!" panggil Sinta

"Iya...!" jawab Fero

"Untuk apa kamu membawaku ke sini?"

"Menurutmu kenapa?"

"Pertanyaan tak seharusnya di jawab dengan pertanyaan, karena itu bukanlah jawaban Fero!"

"Baiklah aku akan menjawab pertanyaan kamu itu dengan jawaban, emmmm...alasanku membawamu ke perusahaan karena aku ingin mengenalmu lebih dekat."

"Untuk apa Fero?"

"Karena sejak pertama bertemu denganmu di sungai itu, bayanganmu selalu ada disetiap langkahku, aku sudah jatuh cinta denganmu Sinta, aku tidak ingin main-main lagi, jadi aku ingin menjalin hubungan yang serius denganmu."

"Haaa... kamu serius dengan apa yang kamu katakan Fero?, maaf ini sama sekali nggak lucu!" Sahut Sinta sambil mengernyitkan dahinya karena tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Loh, siapa bilang aku sedang bercanda, ini aku benar-benar serius Sinta!"

"Fero, ini tidak mungkin, aku ini hanya gadis biasa, aku bukan siapa-siapa, aku hanya berasal dari keluarga sederhana, aku rasa kita tidak sepadan Fero, kamu bisa menemukan gadis manapun sesuai kriteriamu, yang sederajat denganmu dengan latar belakang yang sama dan yang pasti gadis itu bukanlah aku Fero!"

"Tapi aku sudah jatuh cinta denganmu Sinta, aku tidak mau yang lainnya, yang aku mau hanya kamu!"

"Menurutku ini terlalu dini Fero!, dan terus terang, aku masih belum memikirkan untuk memiliki kekasih, aku masih ingin menyelesaikan kuliahku, aku ingin fokus itu dulu untuk saat ini!"

"Baiklah sesuai keinginanmu, kamu silahkan menyelesaikan kuliah hingga selesai, yang penting jangan melarang aku untuk mendekatimu, ayo sekarang kita pergi ke tempat lain !"

"Kita mau pergi ke mana lagi Fero?"

"Bukan kejutan lagi namanya jika aku memberitahukanmu sekarang."

Setelah Fero dan Sinta masuk ke dalam mobil, mereka menuju ke lokasi lain. Jalan yang mereka lalui kali ini agak berliku. Deretan Bebukitan nampak indah terlihat dari kaca mobil. Hamparan perkebunan teh yang hijau membuat Sinta kagum saat melihatnya. 30 menit pun berselang, kini mereka tiba di sebuah rumah yang berdiri megah di tengah-tengah perkebunan teh. Laju mobil berhenti persis di depan halaman rumah yang cukup luas.

"Ayo... !" ajak Fero kepada Sinta.

Seperti yang sebelumnya Sinta mengikuti Fero dari belakang. Setibanya di ruang tamu Fero mempersilahkan Sinta untuk duduk di sofa. Dilihatnya dengan seksama suasana di ruang tamu, sangat berbeda sekali dengan rumah yang dikontrak oleh keluarga Sinta yang cukup sederhana dan mungil. Di ruang tamu ini terdapat sebuah tangga dengan pelindung kaca bening, ruangannya pun cukup luas dengan dilengkapi furniture mewah, guci antik serta beberapa lukisan yang tertata apik dan juga rapi. Tak lama kemudian datanglah seseorang wanita yang umurnya berkisar 50 tahunan memakai seragam rapi dengan membawakan segelas minuman juga beberapa toples kue kering untuk diletakkan di meja yang berada persis di depan Sinta.

"Silahkan non, Monggo dinikmati!" sapa Bibik

"Iya Bik, terima kasih!" jawab Sinta. 

Tak lama kemudian Fero pun datang.

"Kamu tau apa yang aku bawa sekarang?" tanya Fero kepada Sinta sambil menyembunyikan sesuatu di belakang punggungnya.

"Entahlah, aku sama sekali tidak tahu apa itu?"

"Aku membawa ini, benda yang sudah lama kamu cari!" ujar Fero seraya menunjukkan sebuah kalung kepada Sinta. Mengetahui kalungnya saat ini sudah ada di depan mata. Sinta pun tersenyum lebar.

"Kamu akan memberikan kalung itu kepadaku sekarang kan?" tanya Sinta senang.

"Tentu saja, apa mau ku pakaikan kalungnya?" jawab Fero sambil menawarkan diri untuk memakaikan kalung tersebut ke leher Sinta.

"Yyyeessss...!" jawab Sinta bahagia. kemudian diangkatnya rambutnya sendiri yang panjangnya sepunggung itu tinggi-tinggi dengan kedua tangannya. Mendapat sebuah kode Fero pun langsung memakaikan kalung tersebut, Fero melakukannya dengan mudah, padahal ini pertama kalinya bagi Fero untuk memakaikan sebuah kalung kepada seorang wanita, dan wanita tersebut adalah Sinta. Dengan refleks Sinta memeluk Fero dengan erat. Mendapatkan sebuah pelukan yang tiba-tiba sontak membuat Fero membelalakkan matanya karena kaget.

"Deg...deg..deg...!" jantung Fero berdetak kencang, namun Sinta tidak menyadari hal itu, karena saking senangnya.

"Aku tidak mengingkari janji dan juga tidak berbohongkan?" tanya Fero

"Iya sekarang aku yakin bahwa kamu orang yang bisa di percaya!"

"Yyyeessss...!" Fero mencoba menirukan gaya Sinta. Karena merasa malu seolah Fero sedang menyindirnya, sontak secara perlahan Sinta pun memukul-mukul dada Fero. Mengetahui hal itu dengan gesit pula Fero memegang kedua tangan Sinta itu cukup dengan satu tangan kirinya saja, lalu dengan pelan didorongnya Sinta ke tembok. Merekapun saling beradu pandang satu sama lain, tangan kanan Fero meraih janggut Sinta dengan pelan kemudian dixxxxnya bibir Sinta dengan lembut, dan anehnya Sinta sama sekali tidak menolak bahkan ia menikmati cixxxxx Fero yang ke 2 kalinya ini, begitu juga dengan Fero karena tidak mendapatkan penolakan dari sinta, ia pun mexxxat bibir Sinta tanpa henti seperti harimau yang sedang kehausan, hingga akhirnya nafas mereka ter engah-engah lalu keduanya pun menghentikannya.

"Fero...., aku mau pulang!" ucap Sinta sambil mengambil tasnya di sofa untuk mengalihkan rasa canggung yang melanda antara dirinya dan Fero.

"Apa pulang?, apa kamu yakin akan meninggalkan aku sendirian sekarang di sini?" tanya Fero menggoda Sinta.

"Tentu saja, kenapa tidak?!" jawab Sinta sambil membalikkan badannya membelakangi Fero karena malu dan gugup dengan suasana yang dihadapinya saat ini.

"Oh ya...!, coba katakan hal itu sekali lagi sambil melihat mataku!" ujar Fero sambil kedua tangannya membalikkan tubuh Sinta untuk dihadapkan kepadanya. Untuk kesekian kalinya mereka kembali beradu pandang satu sama lain, kembali tangan kanan Fero menyentuh janggut Sinta, sedang tangan yang satunya menarik kemudian memegangi pinggang Sinta untuk mengunci agar Sinta tidak bisa pergi darinya, lalu di cixxxx bibir Sinta untuk yang kesekian kali, seperti sedang ketagihan Fero rupanya hingga ia mexxxat bibir Sinta tanpa jeda sontak nafas mereka kembali terengah-engah.

"Fero..., aku mohon !, jangan lakukan ini kepadaku, ini...ini..., tidak boleh di teruskan!" ucap Sinta, spontan matanya berkaca-kaca menahan tangis.

"Tidak boleh diteruskan, maksudnya?"

"Iya, kita tidak bisa seperti ini Fero, kita berasal dari latar belakang yang berbeda, aku sadar kamu siapa dan aku siapa?, kita bagaikan bumi dan langit Fero, aku tak sepadan denganmu, jadi berikutnya tidak boleh ada kejadian seperti ini lagi!"

"Apa kamu menyesali apa yang baru saja terjadi?"

"Fero ..aku mohon mengertilah..!"

"Tidak ada yang harus dimengerti, dan jangan katakan kalau kamu tidak ada perasaan apapun kepadaku, karena apa yang terjadi barusan adalah jawaban kalau kamu memiliki perasaan yang sama denganku, aku bisa merasakannya dari cixxxmu itu!"

"Fero....!"

"Sssssttttt, cukup jangan katakan apa-apa lagi, sekarang yang aku inginkan cuma kamu, aku tidak mau yang lainnya, aku tidak peduli status sosial, jenjang pendidikan, materi atau apalah itu. Aku mencintaimu Sinta, sangat..sangat mencintaimu, sejak pertama kali aku bertemu denganmu, aku merasakan apa yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan jika Fero Ardinata Prayuda sudah mencintai seorang wanita, aku pastikan tidak akan bisa lari wanita itu dariku!" ungkap Fero panjang lebar untuk meyakinkan Sinta, sambil menutup bibir Sinta dengan menggunakan jari telunjuknya, setelah itu diciumnya kedua telapak tangan Sinta dengan lembut. Sedangkan Sinta sendiri tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena semakin Sinta mengenal Fero semakin ia tahu bahwa Fero adalah sosok yang gigih dan pantang menyerah dalam memperjuangkan serta mendapatkan sesuatu.

****

Di rumah Deni malam itu begitu ramai. Deni sedang merayakan pesta Ulang Tahun dengan mengundang teman-teman juga beberapa kerabatnya, suasana pesta begitu meriah. Iringan musik klasik yang lembut menambah kesan romantis di dalamnya. Karena Fero yang sebenarnya tidak menyukai acara pesta, ia pun pergi ke balkon untuk menghirup udara segar. Tampak jelas pemandangan di luar yang tak kalah indah. Kerlap-kerlip lampu rumah yang bertebaran di malam hari terlihat jelas menghiasi gelapnya malam itu. Karena memang letak rumah Deni berada di dataran tinggi, maka dengan mudah sekali melihat indahnya pemandangan yang begitu eloknya. Apalagi dari kejauhan terlihat lampu yang bersinar dari tiap-tiap rumah hampir mirip dengan cahaya bintang di langit. Tak lama kemudian dilihatnya sosok pelayan yang membawa baki berisi anggur merah, Fero pun menghampirinya, kemudian diambilnya segelas anggur tersebut. Nampak beberapa meter dari tempat ia berdiri, Fero melihat seorang gadis cantik mengenakan gaun pesta berwarna putih tulang dengan motif bunga-bunga. Rambutnya tergerai rapi nan anggun, Dengan penampilan gadis yang cantik tersebut, mata Fero tak berkedip sedikitpun bak seekor mata Elang yang sedang menemukan mangsanya.

Dilihatnya gadis itu dengan seksama dari samping sedang mengobrol dan tersenyum dengan teman perempuannya. Beberapa saat kemudian gadis yang telah menyita perhatian Fero itu menuju ke halaman rumah Deni. Karena penasaran Fero pun mengikuti gadis tersebut dari belakang. Namun setelah sampai di depan bunga Bougenville, langkah gadis itu terhenti karena ia merasa ada yang mengikutinya dari belakang, ia pun membalikkan badan. Tentu saja Fero sudah mati langkah, ia tidak mengira akan ketahuan karena membuntuti gadis yang saat ini sudah berdiri persis dihadapannya sembari menatapnya dalam-dalam, kini Fero sudah tertangkap basah, sehingga sudah tidak bisa bersembunyi lagi untuk menghilang dari pandangan gadis yang ia buntuti itu, hingga akhirnya Feropun terperanjat kaget, karena ternyata ia mengenal gadis tersebut. Spontan ia membelalakkan matanya,

"Haaa.., Sin..ta...!" Teriak Fero

"Feerrrooo...!" Sahut Sinta

"Loh kamu kenal si Deni?" Tanya Fero

"Iya mas Deni itu kakaknya temanku di kampus."

"Kalau aku tahu kamu akan pergi ke pesta ini, pasti aku jemput tadi!"

"Tidak apa-apa, aku tadi berangkat bareng teman-teman kok!"

"Sebenarnya aku kurang begitu suka pesta, tapi Deni memaksaku untuk datang, dari kecil aku tidak memiliki banyak teman hanya Denilah teman yang aku punya hingga sekarang, bahkan saat aku di Harvard University kami masih saling berkomunikasi via telfon." ungkap Fero

"Semua orang pastinya memiliki kisahnya masing-masing, ada yang jarang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, tapi terlahir dari keluarga yang lengkap dan berada, ada pula yang dari kecil tidak memiliki orang tua, namun hidup bahagia dengan kedua orang tua angkat dengan kehidupannya yang cukup sederhana, semuanya tinggal bagaimana kita mensyukuri takdir yang sudah diberikan."

"Good...good !, sudah cantik wajahnya, cantik pula hatinya, luar biasa !" ungkap Fero memuji.

"Andai kamu bukan wanita itu, bukan wanita yang menyebabkan kakakku bunuh diri. Bagaimana bisa laki-laki normal sepertiku menolak kecantikan juga pesonamu yang luar biasa ini?!, sulit sekali bagiku untuk menampik perasaan ini, perasaan bahwa saat ini aku sudah jatuh cinta kepadamu, rasanya aku ingin hidup denganmu selamanya, tapi itu tak mungkin ku lakukan!, Aku harus membalas siapapun yang sudah membuat kakakku menderita hingga harus mengakhiri hidupnya dengan tragis, meskipun aku harus mengorbankan perasaan ini, tidak terkecuali kamu Sinta. Jadi mari kita teruskan drama ini. Karena ini baru permulaan!" bisik Fero dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status