Share

Part 8 : Perhatian Sinta Untuk Fero

Selesai mencuci piring di dapur. Sinta beranjak pergi menuju gudang, namun saat sesampainya di tangga, ia berpapasan dengan Fero yang terlihat memakai jas seperti saat akan pergi ke kantor. Secara refleks Sinta terpukau melihat penampilan Fero dengan rambut klemis serta penampilannya yang rapi itu. Perlahan jarak mereka semakin dekat, tanpa berkedip sedikitpun Sinta memandangi Fero.

"Wah, benar-benar tampan dan gagah sekali suamiku ini, tak salah bila aku begitu mencintainya!" ucap Sinta dalam hati.

Namun Fero yang meski berpapasan dengan Sinta hanya melihat sekilas ke arahnya tanpa ekspresi sedikitpun. Seketika itu pula Sinta sadar bahwa cintanya kepada Fero hanya bertepuk sebelah tangan, Fero sama sekali tidak memiliki perasaan sedikitpun kepadanya, hatinya begitu sakit, hatinya begitu perih. Dengan langkah perlahan ia terus menaiki anak tangga hingga sampai jualah ia di pintu gudang, lalu dibukanya pintu itu dengan pelan. Dan sesampainya di dalam gudang yang sekarang tempat itu adalah tempat tidurnya, Sinta duduk di atas matras sambil bersandar ke dinding. Teringat sesaat kejadian setelah ia menikah dengan Fero, terlintas jelas di benaknya kata-kata Fero yang sangat pedas diucapkan kepadanya, bahwa Fero sedikitpun tidak memiliki perasaan apapun, lebih tepatnya lagi sejak ia bertemu dengan Fero sedikitpun Fero tidak mencintainya, selama ini hanya dia sendiri yang sedang jatuh cinta kepada Fero, namun tak bisa ia hindari perasaan itu tumbuh dan bersemi di hatinya, aneh sekali rasanya meski Fero telah bersikap dan berkata kasar kepadanya perasaan itu tidak berkurang sedikitpun. Tanpa ia sadari air matanyapun menetes.

"Ingin rasanya aku bisa menghapus perasaan ini, ingin sekali aku menghilang dari kehidupannya, tapi aku tidak bisa, semakin hari perasaan ini semakin bertambah dan aku benar-benar mencintainya, bagaimanapun juga dia adalah suamiku, sosok yang sudah aku pilih untuk melanjutkan hidupku di masa depan!" desah Sinta dalam hati. lalu diambilnya foto sesaat setelah ijab qobul bersama Fero di KUA yang terpampang dalam bingkai, kemudian diusapnya foto itu dengan lembut.

"Aku tidak tau bagaimana kelanjutan pernikahan kita?, apakah kau akan terus membenciku seperti ini?, andai kau sedikit saja mau mempercayaiku…sedikiiiit saja... aku benar-benar tidak ada sangkut pautnya dengan kematian kakakmu, aku benar-benar tidak mengenal kakakmu, aku tidak seperti yang kau tuduhkan itu!" ungkapnya pula sambil terisak dan menghembuskan nafas.

Air mata kian menetes dari kedua mata Sinta, Sama sekali tidak terpikir olehnya bahwa malam pertama pernikahannya akan ia habiskan tidur sendirian di dalam gudang kosong yang tak terpakai, yang memang sebenarnya tidak layak untuk dihuni, namun ia tak mampu berbuat apa-apa selain menuruti kemauan Fero untuk tidur terpisah dengannya, begitu berbanding 180 Derajat, Fero tidur di kamar yang mewah dengan segala fasilitas yang ada di dalamnya, sedang ia harus tidur di dalam gudang kumuh dan kotor sebelum dibersihkan terlebih dulu olehnya. Hari semakin gelap, untung saja lampu di dalam gudang masih berfungsi dengan baik meski penerangannya remang-remang. Beberapa saat Sinta masih meratapi kejadian yang sudah ia alami, hingga pada akhirnya matanyapun terpejam menuju ke alam mimpi.

****

Suasana pagi kini telah hadir diiringi suara ayam yang berkokok membuat Sinta terbangun dari tidurnya yang lelap. Saat ia memercingkan mata untuk melihat HP, ternyata jam sudah menunjukkan pukul 04.30 WIB. Ia pun bergegas ke kamar mandi, kemudian melaksanakan sholat subuh, Setelah itu kembali ia menyapu lantai kamarnya, mengelap kaca jendela, juga merapikan sprei. Tak lama berselang Sinta menuju ke kamar Fero, dibukanya pintu kamar dengan perlahan, sambil mengamati suasana di dalam kamar yang terlihat sepi seolah tak berpenghuni, sambil mengendap-endap ia melangkahkan kakinya untuk masuk. Ternyata Fero sudah bangun dan sedang mandi, karena terdengar jelas di telinganya suara gemercik air di dalam kamar mandi, dengan hati-hati sekali Sinta membuka lemari pakaian, dilihatnya deretan jas dalam satu sekat, begitu juga kemeja serta celana berjajar dengan begitu rapi digantung di dalam lemari pakaian yang berukuran sangat besar yang terdiri dari beberapa pintu itu, lalu diambilnya sebuah kemeja berwarna putih, jas dan celana berwarna navy blue, setelah itu ia gantungkan pada gagang pintu lemari. Namun pada saat bersamaan Fero keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk menutupi bagian perut hingga lutut.Tentu saja bentuk tubuh Fero yang terlihat atletis membuat Sinta membelalakkan mata, seperti sedang terhipnotis matanya sama sekali tidak berkedip sedikitpun menyaksikan pemandangan yang indah di hadapannya itu. Sedangkan Fero benar-benar kaget bagaimana bisa sosok yang sudah ia usir, kini masuk lagi ke dalam kamarnya?.

"Hey…..!, apa yang sedang kamu lakukan di sini?, dan siapa yang mengijinkanmu masuk ke dalam kamarku?" teriak Fero

"Aku…aku ke sini hanya ingin membantu kamu me...menyiapkan baju untuk pergi ke..ke..kantor, itu..itu..aku sudah meletakkannya di gagang lemari!" jawab Sinta terbata-bata.

"Apa aku meminta kamu untuk menyiapkannya, ha?"

"Iya, kamu memang tidak memintanya karena ini adalah inisiatifku sendiri, bukankah aku ini istrimu, aku merasa berkewajiban melakukannya Fero!"

"Aku sama sekali tidak butuh bantuanmu, jangan coba-coba kamu bisa seenaknya keluar masuk ke dalam kamarku ini!, memang di atas kertas kamu adalah istriku, tapi di hatiku kamu bukanlah siapa-siapa, kamu sama sekali tidak berarti apa-apa bagiku, jadi jangan sok menjadi orang penting untuk ikut-ikutan menyiapkan keperluanku, apalagi dengan lancang sampai berani membuka lemari dan juga menyentuh barang-barangku!" bentak Fero. Untuk yang kesekian kali kata-kata Fero begitu menyakitkan hati Sinta, apa lagi mendengar kata, "kamu sama sekali tidak berarti apa-apa bagiku." membuat hatinya bagai tersayat pisau yang sangat tajam.

"Baiklah mulai sekarang aku tidak akan menyentuh barang-barangmu lagi!" jawab Sinta dengan nada rendah, sambil mengusap butiran air mata yang keluar membasahi pipinya, kemudian beranjak pergi dari kamar. Dengan jelas sekali Fero melihat Sinta menangis namun ia tidak peduli sedikitpun, karena memang ini salah satu tujuannya yaitu membuat Sinta menangis dan merasakan penderitaan dengan menikahinya. Sinta pun berjalan menuju dapur. Di situ rupanya bibik sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi.

"Permisi Bik !, waah....Bibik sedang sibuk sekali pagi-pagi begini, apa boleh saya ikut bantu-bantu di sini?" sapa Sinta pada Bibik

"Eh…Enon, sebaiknya Enon duduk saja Non, biar saya yang melakukannya!, ntar tangan Enon lecet lagi kecipratan minyak goreng, kan sayang atu Non! " jawab Bibik.

"Tidak apa-apa kok Bik, saya sudah biasa melakukannya di rumah, oh ya...dari kemarin saya ngobrol sama bibik tapi saya belum tau nama Bibik ya?"

"Eh, nama saya Narti non!"

"Lalu yang sedang bersih-bersih kaca dan mengepel itu siapa ya namanya bik?"

"Kalau yang sedang membersihkan kaca itu Inem, lalu yang sedang mengepel itu Ijah, nah Itu tuh non yang sedang bersih-bersih kebun itu, dia sekaligus suami saya namanya Inyong Non!"

"Kok bisa kebetulan sekali ya Bik, rata-rata namanya pakai awalan huruf I, Inem, Ijah dan Inyong, kecuali Bik Narti nih yang memakai awalan huruf N"

"Iya juga ya Non, apa saya juga ikutan pakai sama depan huruf I juga ya Non?, biar sama gitu dengan mereka he..he…!"

"Tidak usah lah bik, nama bibik sudah bagus kok, Naarr...tiii... , jadi sayang kalau mau di rubah-rubah lagi!"

"Baiklah Non kalau dipikir-pikir Non….?"

"Nama saya Sinta bik? , Sin...ta …!"

"Wah nama Non cantik sekali, seperti di serial India loh, Sri Rama dan Dewi Sinta, itu ceritanya saya suka sekali atu Non, menceritakan tentang kesetiaan, pengorbanan dan juga cinta, hemmm.... pokoknya coo cwittt deh Non!"

"Iya Bik, saya juga suka sekali menonton serial itu, apalagi pemainnya cantik dan juga ganteng."

"Sama seperi Non Sinta dan Tuan Fero, Non Sintanya cantik terus Tuan Fero gagah dan ganteng, benar-benar pasangan yang sangat serasi!"

Mendengar ucapan Bik Narti menyebut dirinya dan Fero adalah pasangan yang serasi membuat hati Sinta begitu sedih, mungkin Bik Narti mengira ia dan Fero adalah pasangan yang saling mencintai satu sama lain, padahal kenyataan yang sebenarnya tidaklah demikian, Fero sama sekali tidak mencintainya, bahkan Fero begitu membencinya, Sinta pun kembali meneteskan air mata, namun dengan cepat ia mengusap air matanya itu agar tidak diketahui oleh Bik Narti.

"Oh ya Bik, bolehkah saya mengajukan permintaan pada Bibik?"

"Permintaan?, permintaan apa itu Non?"

"Karena sarapan pagi yang sekarang sudah matang, berarti saya sudah terlambat untuk membantu bibik memasak, jadi mulai besok dan seterusnya apa boleh saya yang memasak untuk sarapan pagi?, jadi saya akan bangun lebih pagi lagi mulai besok dan seterusnya, supaya saat suami saya mau berangkat kerja sarapannya sudah siap untuk dihidangkan di meja makan, bagaimana bik?, apa boleh mulai besok saya yang memasak untuk sarapan?"

"Tapi Non, kalau tuan Fero tau saya bisa dimarahi atu Non, nanti dikira saya malas-malasan tidak mau memasak, Non Sinta kan Nyonya di rumah ini, seharusnya tinggal main tunjuk-tunjuk saja, maka saya dan yang lain tinggal laksanakan perintah Non Sinta, yang bener kan gitu atu Non?"

"Bik Narti tenang saja, saya pastikan tuan Fero tidak akan tau, jadi beliau tidak akan marah selama bibik tidak memberitahukan kepadanya kalau saya yang memasak setiap paginya, janji bibik tidak akan memberitahukannya ya!"

"Saya tidak bisa menolak lagi kalau Non Sinta yang meminta, dan saya akan memberitahukan pada Inem, Ijah juga Inyong untuk tutup mulut tidak mengatakan hal ini pada Tuan Fero ! "

"Emmm…Bik Narti sangat baik sekali, terima kasih banyak ya Bik!, saya tidak tau kalau tidak ada Bibik di rumah ini, harus ke mana lagi saya mau minta tolong?" ucap Sinta bahagia sambil memeluk Bik Narti.

"Iya Non sama-sama, kalau Non Sinta butuh apapun itu, Non tinggal bilang saja ya!, Insyaa Allah saya akan bantu Non Sinta!"

"Iya…, pokoknya Bik Narti tenang saja, jika saya butuh apa-apa saya akan bilang Bibik, kalau gitu saya mau jalan-jalan dulu ya Bik, mumpung masih pagi, udaranya masih segar!"

"Baik Non silahkan!"

Dengan wajah berbinar Sinta melangkahkan kaki ke halaman rumah, melihat tanaman bunga yang beraneka membuat hatinya turut berbunga-bunga pula, segala kesedihan yang ia alami pun lenyap seketika, lalu dipandanginya dari jarak beberapa meter begitu terlihat jelas hamparan daun-daun teh yang hijau membuatnya makin terkagum-kagum.

"Sungguh indah sekali ciptaanmu Ya Allah, tiada yang mampu menandingi anugerahmu ini!" ucap Sinta penuh syukur. Kemudian ia berjalan terus menyusuri jalan menuju perkebunan teh, di sepanjang jalan ia berpapasan dengan beberapa pekerja perkebunan dan tak lupa ia tersenyum kepada mereka. Sinta terus berjalan di antara dedaunan teh yang menghijau, kemudian dipetiknya beberapa helai daun teh yang berada di dekatnya.

"Hemmm…. wanginya daun teh ini!" ucapnya sambil mencium daun teh yang ia pegang, tanpa disadarinya Fero yang sedang menunggang kuda untuk mengawasi para pekerja berpapasan dengannya, sontak keduanyapun saling memandang satu sama lain, namun menyadari hal itu Fero langsung membuang muka dan berlalu pergi.

"Apa bisa aku membencimu Fero?, tapi aku tidak bisa membencimu, sampai detik ini aku masih mencintaimu, sekalipun aku tahu bahwa kamu sama sekali tidak memiliki perasaan apa-apa kepadaku, namun perasaanku ini tidak berkurang sedikitpun" bisik Sinta dalam hati.

Tanpa sepengetahuan Sinta beberapa pekerja sedang membicarakannya, namun para pekerja tersebut juga tidak menyadari bahwa Fero sedang mengawasi mereka.

"Cantik sekali ya nona itu, hidungnya mancung, kulitnya putih mulus, bentuk tubuhnya langsing, ngomong-ngomong siapa ya dia?" tanya salah seorang dari mereka,

"Iya bener memang cantik sekali nona itu, tapi baru pertama kali kita melihatnya di sini, mungkin masih saudara dengan tuan Fero, kalau tuan Fero aja cakep kayak bintang pilem, pasti saudaranya kalau cewek ya pastinya cantik" tambah pekerja yang lain,

"Selain cantik, gadis itu juga ramah loh!,

setiap berpapasan dengan teman-teman kita yang lain, dia pasti tersenyum!"

"Eheemm…!" Fero berdehem kepada mereka, menyadari hal itu mereka pun menundukkan kepala, kemudian melanjutkan lagi memetik daun teh. Fero melanjutkan berkuda menyusuri area perkebunan. Nampak di kejauhan Fero melihat beberapa pekerja laki-laki sedang bergerombol serta bersembunyi di balik sebuah pohon. Sepertinya mereka sedang asyik mengamati seseorang. Fero segera turun dari kuda kemudian mendekati mereka.

"Masyaa Allah cantiknya Nona itu ya, kayak artis yang di tipi-tipi itu loh!" ucap salah seorang di antara mereka.

"Wah…bener banget kamu jo, jarang-jarang kita bisa lihat orang secantik itu"

"Waduh anak'e sopo to yo, kok ayu tenan?"

"Beruntung sekali kalau ada pria yang bisa memperistri gadis itu ya…?!,"

"He..he…he…iya betul sekali kamu jo, pinter banget kamu"

"He..he..he…!"

"Eheemmm….!, Bapak-bapak sedang membicarakan apa ya?, ini masih pagi, jam istirahat masih lama loh!" ujar Fero tiba-tiba mengagetkan mereka.

Sontak para pekerja pun bubar melihat kedatangan Fero, kemudian melanjutkan kembali untuk berkerja. Fero melihat ke arah sungai yang berada di balik pohon tempat para pekerja yang baru saja bergerombol.

"Jadi para pekerja semua sedang mengamati dan membicarakan dia, sampai-sampai asyik bergerombol menghentikan pekerjaannya?" ujar Fero lirih. Lalu didekatinya Sinta yang sedang duduk di atas bebatuan sungai sambil mencelupkan kedua telapak kakinya di atas permukaan air.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status